Gangguan Ginjal Akut
Ini Harga Obat Gangguan Ginjal Akut Misterius, Tembus Belasan Juta Rupiah Didatangkan dari Australia
Harga obat penawar gangguan ginjal akut misterius disebut tembus belasan juta rupiah.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Harga obat penawar gangguan ginjal akut misterius disebut tembus belasan juta rupiah.
Harga itu muncul setelah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah bakal mendatangkan 200 vial obat Fomepizole (penawar racun).
Obat itu nantinya akan digunakan untuk menangani gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI).
Baca juga: Kisah Seorang Ibu Korban Keganasan Gagal Ginjal Akut, Kehilangan Anaknya Dalam Waktu Seminggu
Baca juga: Ditreskrimsus Polda Jateng Gandeng Stakeholder Monitor Kasus Gagal Ginjal Terhadap Anak
Baca juga: Gagal Ginjal Akut, Sragen Larang Dokter dan Apoteker Beri Resep Obat Sirup Anak
Budi Gunadi menuturkan, ratusan vial obat itu akan didatangkan dari Singapura dan Australia.
Vial merupakan wadah dosis tunggal atau multi dosis suatu obat.
“Kita mau bawa 200 dulu karena satu vial bisa buat satu orang,” kata Budi Gunadi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Jumat (21/10/2022).
Budi Gunadi lantas mengaku telah menghubungi rekannya, Menteri Kesehatan Singapura dan Australia terkait pengiriman obat ini.
Obat tersebut nantinya akan disuntikkan beberapa kali ke pasien gangguan ginjal akut misterius.
Namun, menurutnya, setiap pasien cukup menerima satu vial.
“Ada beberapa kali injeksi tapi bisa cukup satu vial,” ujar Budi Gunadi.
Menurutnya, harga per vial Fomepizole saat ini adalah Rp 16 juta.
Untuk biaya, Budi Gunadi mengatakan, sementara ini akan ditanggung pemerintah.
“Satu vialnya 16 juta harganya, itu untuk sementara kita yang nanggung,” katanya.
Sebelumnya, pasien gangguan ginjal akut misterius mencapai 241 kasus per Jumat (21/10/2022).
Sebanyak 133 di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Budi Gunadi menyebut fatality rate atau tingkat kematian penyakit ini mencapai 55 persen.
Kemenkes sementara menduga kelainan ginjal akut misterius itu disebabkan senyawa kimia berbahaya etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether/EGBE.
Zat ini ditemukan pada pasien AKI yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Kronologi Meninggalnya Korban Gangguan Ginjal Akut
Keganasan gagal ginjal akut misterius tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Soliha, ibunda salah satu pasien.
Ia harus kehilangan anaknya yang berusia 3,8 tahun hanya sekitar satu minggu dari gejala awal.
Bahkan gagal ginjal akut misterius yang diderita anaknya naik dari stadium 3 ke 6 hanya dalam sehari.
Soliha kemudian menceritakan gejala-gejala penyakit yang diderita anaknya sebelum dinyatakan gagal ginjal akut misterius.
Menurut Soliha, Azkia, anaknya yang berusia 3,8 tahun, awalnya mengalami demam dan pilek pada Kamis (6/10/2022).
Kemudian Soliha memberikan obat sirup penurun panas dan pilek kepada anaknya, tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Namun, kondisi anak Soliha saat itu berangsur membaik.
"Panasnya saya kasih paracetamol biasa (sirup), terus pileknya saya itu kasih rhinos (sirup)."
"Enggak lama, hari Jumat itu panas dan pileknya sudah reda, makanya Azqia itu enggak saya bawa ke dokter," kata Soliha saat ditemui di kediamannya di kawasan Ratujaya, Cipayung, Depok pada Jumat (21/10/2022).
Berselang satu hari kemudian atau tepatnya pada Sabtu (8/10/2022), lalu berlanjut hingga Minggu (9/10/2022) sekitar pukul 03.00 WIB, kondisi Azqia kembali memburuk.
Dia muntah-muntah hingga 15 kali, sehingga dibawa Soliha ke Klinik Bakti Jaya pada pukul 09.00 WIB.
Saat itu, menurut Soliha, dokter memberikan resep obat penurun panas, obat pilek serta oralit.
Akan tetapi dokter menekankan, jika anak Soliha tak kunjung sembuh harus dibawa ke rumah sakit.
"Akhirnya saya pulang ke rumah dan dikasih obat itu. Di situ anak saya masih mau makan dan minum banyak, tapi apa yang masuk ke dalam perutnya itu keluar lagi, sampai-sampai muntah kuning dan hijau itu keluar semua," ujar Soliha.
Selanjutnya, ujar Soliha, sang suami memutuskan membawa anaknya ke Intalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Bunda Aliyah untuk mendapatkan tindakan dokter dan perawat.
Namun, saat mendapatkan perawatan di RS Bunda Aliyah, gejala lain dari penyakit anaknya Soliha muncul, yakni belum buang air kecil semenjak sakit.
Selain itu, selama dirawat di Rumah Sakit Bunda Aliyah, anaknya Soliha masih mengalami muntah-muntah yang tak kunjung berhenti.
"Nah kebetulan di situ saya buka pampersnya dan saya bilang kalau anak saya belum pipis juga dari muntah muntah pas awal," kata Soliha.
"Di situ dokternya bilang akan dilakukan pengecekkan secara lanjut, soalnya takut anak saya gagal ginjal katanya," sambung dia.
Soliha mengaku terkejut mendengar pernyataan sang dokter.
Sebab, setelah pengecekan laboratorium, Azkia divonis menderita gagal ginjal akut stadium 3.
"Saya langsung merasa hancur kan. Kemudian dicek segala macam dan keluar hasil lab anak saya, yang menyatakan bahwa benar anak saya mengidap gagal ginjal akut, kalau enggak salah sudah stadium 3," ujar Soliha.
"Habis itu dokternya bilang, 'Karena anak ibu gagal ginjal harus cepat-cepat masuk ruang PICU (pediatric intensive care unit) detik ini'. Enggak lama kemudian anak saya masuk di ruang PICU di Rumah Sakit Bunda Aliyah," sambung dia.
Dalam perawatan di ruang PICU pada hari pertama, kondisi anak Soliha semakin memburuk.
Bahkan, Azkia langsung divonis stadium 6 gagal ginjal akut dalam sehari perawatan di ruang PICU.
"Prosesnya itu cukup cepat dari stadium 3 langsung ke stadium 6, sehari setelah PICU di Bunda Aliyah.
Makanya dokternya bilang, 'Anak ibu harus cepat-cepat dirujuk ke rumah sakit tipe A yang ada HD (hemodialisa) anaknya, karena kami di sini tidak lengkap'," kata Soliha.
Usai menjalani perawatan dari Minggu hingga Selasa (11/10/2022), anak Soliha kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan langsung mendapatkan perawatan secara intensif.
Sehari mendapat perawatan di RSCM, lanjut Soliha, kondisi kesehatan anaknya kembali menurun hingga tak mampu mengingat apapun.
Tak hanya itu, Soliha menuturkan, fisik anaknya pun turut mengalami perubahan kurang baik, ditandai dengan penglihatan yang mulai berkurang.
"Tidak lama sehari berselang, anak saya mulai proses perburukan kembali.
Jadi perburukannya itu sangat cepat sekali, ingatannya sudah hilang, dia enggak ngenalin saya," kata Soliha.
"Apa yang saya tanya enggak bisa jawab, terus matanya sudah mulai susah lihat gitu, kondisinya menurun drastis pokoknya," sambung dia Soliha mengaku, selama tiga hari anaknya mendapat penanganan khusus di RSCM, kondisinya masih belum stabil.
Bahkan, dua hari setelah dilakukan penanganan jaringan di tubuh anaknya kian memburuk.
"Kalau enggak salah, di hari Kamisnya itu, anak saya harus buru-buru dipasang untuk cuci darah, tapi anak saya mungkin tubuhnya menolak atau apa saya kurang paham, sempat tidak ada detak jantungnya."
"Sampai dipakai alat picu jantung, alhamdulillah ada lagi," kata dia.
Bahkan, kata Soliha, dokter juga mengambil tindakan cuci darah kepada anaknya.
Namun, seusai mendapatkan penanganan cuci darah, kondisi anaknya masih belum stabil.
Hari berganti hari, kondisi anak Soliha semakin memburuk.
Soliha mendapat kabar bahwa anaknya mengalami masa kritis dan harus mendapat bantuan pernafasan melalui ventilator.
Dia menemani sang anak yang terpasang ventilator di hidungnya hingga ajal menjemput pada Minggu (16/10/2022) sekitar pukul 08.20 WIB.
"Dokter sebenernya mau ada tindakan tapi kritisnya semakin hebat semakin memburuk. Dari saya nemenin 06.30 WIB sampai anak saya jam 08.20 WIB tidak ada," ujar Soliha.
"Akhirnya saya menemani dalam keadaan pakai ventilator, pendarahan jantung hebat atau apa karena semuanya sudah terserang," sambung dia. (*)
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenkes Akan Datangkan 200 Vial Obat Penawar Atasi Gangguan Ginjal Akut, 1 Vial Rp 16 Juta"