Berita Jateng
Polda Jateng Gerebek Pabrik Oli Palsu, Ini Beda Kemasan Oli Asli Dengan Yang Palsu, Lihat Tutupnya
Khusus oli merk Yamalube, kata dia, terdapat perbedaan utama dari oli palsu, yaitu pada tutup botolnya
TRIBUNJATENG.COM - Kasubdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Jateng, AKBP Rosyid Hartanto menjelaskan beberapa perbedaan oli palsu yang diproduksi Djiwa Kusuma, yakni kemasan botol oli asli lebih rapi dibandingkan palsu.
Plastik kemasan yang digunakan untuk oli palsu tidak solid dan rapi.
"Kemudian perbedaan bisa dilihat warna cairan oli di dalam kemasan. Oli asli mempunyai warna yang lebih terang saat diterawang melalui cahaya, sementara oli palsu lebih pekat dan keruh," kata Rosyid dalam konferensi pers, Jumat (21/10).
Menurutnya, secara umum botol kemasan tidak ada perbedaan dan sama-sama terdapat hologram. Namun pada produk asli, hologram tanda air khusus yang akan terdeteksi menggunakan mesin khusus.
Baca juga: Punya Masa Lalu Kelam, Ini Pekerjaan Rudolf Yang Terekam CCTV Tersenyum Setelah Membunuh Korbannya
Baca juga: Pabrik Oli Palsu di Semarang Sehari Produksi 3.000 Botol, Pasar Se-Indonesia, Bahan Sangat Bahaya
“Yang palsu tidak ada tanda airnya, namun ini sulit dibedakan (tanpa menggunakan mesin khusus). Jadi fokusnya pada tutup botol dan sekat, kalau tidak rapi ada kemungkinan itu palsu,” jelasnya.
Khusus oli merk Yamalube, kata dia, terdapat perbedaan utama dari oli palsu, yaitu pada tutup botolnya.
Oli Yamahalube asli menggunakan tutup botol berwarna hitam, sedangkan yang palsu tutupnya warna emas.
“Pencetakan nomor seri pada kemasan juga terdapat perbedaan. Pada produk palsu penomorannya dicetak besar dan tebal sehingga nampak tidak rapi. Untuk yang asli stikernya lebih solid (tidak tipis), cetakan nomor lebih rapi, dan tidak terlalu besar,” paparnya.
Dia menuturkan perbedaan cairan oli yang terdapat di dalam botol kemasan tersebut. Untuk mengetahuinya, oli harus dituang dahulu agar ditemukan perbedaannya.
“Yang palsu bahan pembuat oli menggunakan parafin cair yang dicampur menggunakan bahan pewarna yang berbeda sehingga menyerupai oli merk AHM dan Yamalube. Warna yang dihasilkan keduanya berbeda, oli Yamalube berwarna agak kehijauan dan oli AHM berwarna kekuningan,” terangnya.
Rosyid mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membeli oli agar terhindar dari oli palsu yang beredar. Masyarakat juga dihimbau pula agar masyarakat membeli oli di agen resminya.
“Kalaupun membeli oli di bengkel lain agar mencermati fisik dari kemasan oli yang dijual tersebut Jangan asal beli. Cermati dulu fisik kemasan dan cairan oli di dalamnya, karena ada kemungkinan itu oli palsu yang diedarkan pelaku,” imbaunya.
Sehari Produksi 3.000 Botol
Sebelumnya diberitakan, jajaran Ditreskrimsus Polda Jateng membongkar sindikat produsen dan pengedar oli palsu. Polisi menangkap dua pelaku, yakni Djiwa Kusuma Agung dan Ali Mahmudi.
Pada pengungkapan tersebut jajaran Ditreskrimsus menggrebek tiga lokasi yang merupakan pabrik dan gudang di Kota Semarang. Satu dari tiga lokasi yang digrebek berada di Jalan Kayumanis Momor 10, Kuningan, Semarang Utara.
Di gudang itu, terlihat ribuan liter oli palsu siap kemas yang ditampung dalam tandon. Pelaku juga menyediakan botol-botol untuk mengemas oli dan alat mencetak nomor registrasi yang tertera di botol oli.
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio mengatakan, tersangka Ali Mahmudi berperan sebagai penjual oli palsu. Adapun Djiwa Kusuma Agung berperan mengelola tiga rumah produksi yang ada di Semarang.
"Tiga rumah produksi oli palsu Jalan Kayumanis Timur Nomor 10, Jalan Kayumanis Timur Nomor 28, dan Jalan Widoharjo Batik Gayam Nomor 35 RT 05 RW 11, Kelurahan Rejomulyo, Semarang Timur," kata Dwi dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
Menurut Dwi, bahan baku yang digunakan membuat oli palsu bukanlah dari bahan dasar oli bekas, melainkan liquid paraffin atau parafin cair. Pelaku memproduksi oli palsu menggunakan zat yang bukan untuk oli dan ditambah aditif serta pewarna. Pelaku menjual oli palsu tersebut menggunakan merek-merek tertentu.
"Berdasarkan laporan yang kami terima oli, (pelaku menggunakan) merek AHM dan Yamahalube," tutur Dwi.
Dia menjelaskan, pelaku menjual oli palsu tersebut di seluruh Indonesia. Pelaku telah memasarkan oli di wilayah Jawa Tengah dan Kalimantan. "Pelaku dalam waktu sehari mampu memproduksi sekitar 3 ribu botol. Mereka bekerja selama 20 hari," tutur dia.
Dia menambahkan, peralatan dimiliki pelaku untuk memalsukan oli di antaranya mesin sablon video jet untuk membuat nomor seri pada oli. Hasil nomor seri dicetak menggunakan video jet mirip dengan aslinya.
"Pelaku juga mengolah bahan dasar oli palsu mirip dengan oli asli. Dampaknya sangat berbahaya, jika kendaraan menggunakan oli palsu. Daya tahan kendaraanya tidak lama, mesin cepat overheat," ujarnya.
Terkait pengungkapan sindikat pemalsu oli AHM dan Yamahalube berdasarkan adanya laporan dari pemilik merek. Namun demikian untuk peredarannya oli palsu tersebut pihaknya masih mendalami. "Karena mereka menjual oli palsu tersebut sistem terputus. Mereka setelah memproduksi menggedarkannya menggunakan mobil boks," tuturnya.
Menurutnya, para pelaku melakukan transaksi di tengah jalan dengan orang yang akan membeli oli palsu. Mobil boks digunakan mengangkut oli palsu melaju ke lokasi yang telah ditentukan.
"Kemudian setelah di lokasi mereka berganti sopir. Mobil box itu dibawa oleh pemesan. Kami tidak tahu ke mana saja diedarkan," tuturnya.
Kelabui petugas
Dwi menambahkan, pelaku memiliki cara untuk mengelabui petugas saat mendistribusikan oli. Pelaku memasang branding toko roti di mobilnya. "Sekarang yang kami tangkap ini adalah pengelolanya langsung, kami masih mendalami sumber keuangan yang membiayai," ujar dia.
Dwi menambahkan, pelaku menjual oli palsu lebih murah dibandingkan oli palsu. Harga satu dus oli palsu isi 24 botol merek Yamahalube dan AHM dijual ke pemesan Rp 600 ribu. Omset yang didapatkan tersangka selama sebulan memproduksi oli palsu mencapai Rp 960 juta dan jika dihitung dalam satu tahun omset yang diterima mencapai Rp 11.5 miliar. Tersangka melakoni bisnis gelapnya selama dua tahun.
" Omset yang mereka terima selama dua tahun mencapai Rp 23 miliar," tutur dia.
Dia mengungkapkan, polisi juga menyita enam mobil boks untuk mendistribusikan oli palsu dan membeli bahan dasar. Kemudian 2 ribu karung berisi tutup botol dan 4.524 botol oli.
"Pelaku dijerat Pasal 100 ayat (1) ayat (2) Pasal 102 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar ancaman pidana penjara paling lama lima tahun," imbuhnya.
Di hadapan polisi, Djiwa Kusuma Agung mengaku, telah dua tahun melakoni bisnisnya. Dia mempelajari membuat oli palsu dari Youtube. "Oli itu dijual secara online dan diedarkan paling banyak di Kalimantan," tutur dia. (rtp)