Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Pemprov Jateng Bersiap Hadapi Ancaman Krisis Pangan, Distanbun Optimistis Hadapi 2023

Prediksi ancaman krisis pangan di 2023 ditanggapi serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Meski Jawa Tengah adalah produsen pangan strategis, sej

Penulis: hermawan Endra | Editor: m nur huda
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi jagung - Data Distanbun Jateng terkait produksi pangan strategis (padi, jagung, kedelai-pajale) hanya kedelai yang minus. Sementara komoditi padi dan jagung untuk konsumsi dan pakan ternak melebihi kebutuhan. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Prediksi ancaman krisis pangan di 2023 ditanggapi serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Meski Jawa Tengah adalah produsen pangan strategis, sejumlah langkah dirancang mulai dari optimalisasi musim tanam, peningkatan stok produksi, hingga intervensi harga.

Data Distanbun Jateng terkait produksi pangan strategis (padi, jagung, kedelai-pajale) hanya kedelai yang minus. Sementara komoditi padi dan jagung untuk konsumsi dan pakan ternak melebihi kebutuhan.

Tercatat realisasi produksi padi hingga September 2022 mencapai 8.238.177 ton. Prediksi di 2022 untuk produksi padi bisa mencapai 9.579.069 ton, atau sekitar 5,5 juta ton beras.

Pada 2020 produksi beras mencapai 5,43 juta ton. Sedangkan produksi beras di tahun 2021 sekitar 5.531.297 ton.

Baca juga: Hadapi Ancaman Krisis Global, Ganjar Optimalkan Gerakan Cocok Tanam di Pekarangan 

Baca juga: Sektor Ritel Topang Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Tinggi dari China dan AS

Baca juga: Dubes RI untuk Korsel Bertekad Kembangkan UMKM Jawa Tengah di Pasar Korea Selatan

Baca juga: Pemkab Tata Ulang Taman Menara Kudus, Ratusan Ojek Bakal Dipindah

Sementara untuk produksi jagung hingga September 2022 mencapai 3.047.712 ton. Sedangkan produksi kedelai hingga bulan yang sama baru mencapai 47.246 ton.

Plt Kabid Tanaman Pangan, Indri Nur Septiorini mengaku masih optimistis dengan produksi tanaman pangan di 2023.

Meski demikan, pihaknya mengakui kondisi harga dan ketersediaan pangan juga berpaut dengan stabilitas ekonomi dan pasokan energi.

"Harus kerja antar sektor seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Perdagangan," ujarnya, Sabtu (22/10).

Oleh karena itu, di sektor pertanian melakukan berbagai terobosan guna meningkatkan produksi tanaman pangan.

Di antaranya, penerapan indeks pertanaman (IP) 400, dengan kata lain sebuah lahan bisa ditanam hingga empat kali. Bukan hanya untuk padi, komoditas pertanian lain pun bisa menerapkan hal tersebut.

Selain itu, petani difasilitasi pupuk organik untuk perbaikan struktur dan tesktur tanah sehingga tanah menjadi subur.

Juga benih unggul dan bersertifikat serta alsintan guna mendukung percepatan dan efisiensi dalam kegiatan usaha tani.

Faktor SDM juga sangat menentukan dalam pencapaian target produksi sehingga kompetensi petani, petugas terus ditingkatkan dengan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas petani maupun petugas.

Tidak kalah pentingnya, adalah pendampingan dan pengawalan dalam pengamanan pertanaman oleh Petugas Pengamat organisme penggangu tanaman (OPT) melalui peramalan, pengendalian OPT.

"Insya Allah kita optimis. Tentu saja tidak semata-mata optimis, kita juga ada strategi untuk mengantisipasi hal-hal yang banyak dikhawatirkan banyak pihak termasuk kami. Dengan strategi dan usaha kami optimis memasuki 2023," imbuhnya.

Pangan Alternatif

Selain produksi pangan strategis pajale, Jawa Tengah juga melimpah produksi pangan alternatif seperti ubi kayu yang produksinya mencapai 2.288.971 ton di September 2022, ubi jalar 114.415 ton, kacang tanah 58.423 ton dan kacang hijau 24.590 ton.

Upaya peningkatan kuantitas tanaman pangan, juga didukung dengan stabilisasi stok dan harga.

Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jateng mencatat, produksi pangan pokok seperti beras memang mengalami surplus.

Data perkiraan yang dikompilasi Dishanpan hingga akhir Desember 2022 ketersediaan beras di Jateng mencapai 10.038.575 ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi diperkirakan 3.244.363 ton. Namun demikian, kelebihan produksi beras tidak lantas menjaga harga tetap stabil.

Kepala Dishanpan Jateng Dyah Lukisari mengatakan, harga beras dipengaruhi juga dinamika pasar. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga beras dengan kualitas tertentu mengalami kenaikan.

Harga beras kualitas bawah I misalnya, dari harga awal pada 14 Oktober 2022 yang Rp 9.050, tercatat mengalami kenaikan pada 21 Oktober 2022 menjadi Rp 9.100. Kenaikan juga terjadi pada beras kualitas medium II dari harga Rp 9.950 menjadi 10.050 pada periode yang sama.

Dyah menjelaskan, selain pengaruh belum adanya panen terjadi pula kenaikan permintaan.

Ia menyebutkan adanya informasi sebuah perusahaan swasta yang melakukan pembelian beras cukup besar.

Hal itu secara tidak langsung ikut mengerek harga beras di pasaran.

Oleh karena itu, beberapa strategi telah dirancang untuk menstabilkan harga dan pasokan. Di antaranya dengan program subsidi kepada konsumen atau produsen, disesuaikan dengan kondisi harga pangan saat itu.

"Kita akan terapkan subsidi dengan APBD untuk harga naik atau turun. Selama ini kan dengan CSR. Anggaran sudah disiapkan cuma cara mengoperasionalkan secara administrasi kita rembug TAPD dan inspektorat. Prinsipnya harga naik atau turun, bisa kita subsidi harga plus bantuan distribusi," urainya.

Program ini menurut Dyah sudah diterapkan oleh Pemprov Jateng. Seperti yang diperintahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan gerakan ASN Berbagi.

Caranya, membeli komoditas tomat, kubis dan telur yang saat itu harganya anjlok.

Dengan cara tersebut, para petani yang telah susah payah menanam tidak mengalami kerugian.

Hal lain yang dilakukan pemerintah ialah dengan melakukan bazar pangan. Selain itu BUMD Agro Jateng Berdikari diharapkan mampu menjadi off taker dalam bidang pangan. (wan/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved