Berita Semarang

Polrestabes Semarang Kalah Praperadilan SP3 Kasus Kwee Foeh Lan, Kuasa Hukum Walk Out

Polrestabes Semarang kalah dalam sidang gugatan praperadilan terkait SP3.

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Penasihat hukum Tan Jeffry Yuarta, Michael Deo, paparkan sidang gugatan praperadilan melawan Polrestabes Semarang mengenai SP3 perkara pemberian keterangan palsu di bawah sumpah. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Polrestabes Semarang kalah dalam sidang gugatan praperadilan terkait Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terlapor kasus pemberian keterangan palsu di bawah sumpah  Kwee Foeh Lan (73) pada bulan akhir April 2022.

Gugatan itu diajukan keponakannya Tan Jeffry Yuarta melalui penasihat hukumnya Michael Deo pada Rabu (12/10/2022) dan diputus pada Kamis (20/10/2022).

Kwee Foeh Lan dilaporkan keponakannya sendiri Tan Jeffry Yuarta, pada Oktober 2020 lalu.

Jeffry melaporkan bibinya karena diduga memberikan keterangan palsu pada persidangan penggelapan sertifikat tanah Jalan Tumpang nomor 5 yang menjerat ibunya sendiri Agnes Siane.

Penasihat hukum Jeffry, Michael Deo, menuturkan gugatan praperadilan dimohonkan kliennya karena adanya  SP3 terlapor yang merupakan petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Sementara pihaknya merasa hasil penyidikan yang dilakukan Polrestabes Semarang telah memenuhi dua alat bukti.

Selain itu sebelumnya pihak terlapor juga telah mengajukan pra peradilan namun  ditolak majelis hakim.

"Kasus  Kwee Foeh Lan (73)   harusnya  dilanjutkan Polrestabes tapi kok dihentikan. Dasar kami alasan adalah penghentiannya maupun subtansi produk SP3 yang bertentangan dengan suatu putusan praperadilan maupun KUHAP maka kami lakukan upaya praperadilan. Hasilnya dimenangkan kami dan bisa dibuka kembali," terangnya kepada tribunjateng.com Rabu (26/10/2022).

Namun dirinya menyayangkan adanya sikap kuasa hukum dari Polrestabes Semarang yang meninggalkan ruangan di tengah jalannya persidangan. Bahkan juga mengulur waktu tidak datang menjalani sidang.

"Padahal mereka juga menyepakati akan memeriksa saksi, memberikan jawaban, tidak siap, dan sebagainya. Justru di hari berikutnya mereka memilih walk out dengan alasan minta mengganti hakim karena keberpihakan," terangnya. 

Aksi walk out saat persidangan sangat disayangkan. Terlebih adanya permintaan penggantian hakim di tengah persidangan dianggap sangat mencela majelis hakim dan pihaknya.

"Kami waktu itu dibuat bengong mereka meninggalkan begitu saja. Kenapa hari terakhir sebelum mereka meninggalkan pada hari kamis saat putusan justru mereka datang lagi mau memberikan jawaban," tuturnya.  

Disamping itu pihaknya juga sangat menyayangkan hakim yang tidak bisa tegas saat adanya tragedi tersebut. Hakim menetapkan pelanggaran terhadap terduga.

"Apa boleh sih dalam sidang saya meninggalkan. Kira-kira saya dikenakan apa sih. Seharusnya saya bisa kena etik pelanggaran berujung pidana. Seharusnya lebih tegas. Jangan sampai hukum tata caranya dimainkan suka-suka kita dan boleh ga sih tiba-tiba kita bilang ganti hakim," tuturnya.

Tidak hanya itu dirinya juga menyayangkan adanya podcast dari pihak pengacara lawan yang mengkoreksi jalannya persidangan. Pihaknya merasa pengacara lawan mengintervensi jalannya persidangan.

"Kami termohonnya Polrestabes bukan orang lain kalau ada orang intervensi persidangan tidak boleh dong. Kami termohonnya Polrestabes. harusnya berimbang dong. jangan sebagai pengacara iku mengkoreksi. Jangan melecehkan orang. Kalau memang anda tidak tahu. mbok ya jangan menyimpulkan," tuturnya.

Ia berharap dikabulkannya praperadilan oleh hakim, kasus menjerat  Kwee Foeh Lan bisa dibuka kembali. Pihaknya ingin kasus pemberian keterangan palsu bisa disidangkan. (*)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved