Berita Semarang
Aturan Baju Adat Jadi Seragam Sekolah, Ini Respon DPRD Jawa Tengah
Kebijakan baru soal penggunaan pakaian adat jadi seragam sekolah ditanggapi dewan.
Penulis: hermawan Endra | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kebijakan baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) soal penggunaan pakaian adat menjadi seragam sekolah mendapat respon dari DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid memberikan catatan penting soal peraturan yang diinisiasi oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 50 tahun 2022 tersebut.
Menurutnya, kebijakan tersebut jika diterapkan akan memberatkan beberapa pihak lantaran harus membeli seragam sendiri. Tidak hanya orang tua siswa yang kurang mampu, tetapi juga guru honorer.
"Cuma yang kami sayangkan, guru honorer kurang mampu agak sulit mengadakan seragam sendiri. Dengan gajinya Rp 500 ribu, ada yang Rp 1 juta, itu akan memberatkan guru honorer," ujarnya, Selasa (25/10/2022).
Komisi E DPRD Jateng memberikan catatan penting jika itu diterapkan. Pemerintah mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengadaan pakaian adat bagi guru honorer.
"Alangkah baiknya dialokasikan lewat BOS, sehingga pemerintah dengan kebijakan ini harus tanggung jawab atas konsekuensinya," sambungnya.
Hamid mengatakan, jika tidak diberikan subsidi, tentunya akan menambah beban pengeluaran guru honorer. Sementara gaji yang didapat dinilainya belum seberapa.
"Kalau seumpama dialokasikan lewat BOS itu lebih baik," tandas anggota dewan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Selain itu, untuk siswa dari keluarga kurang mampu, Hamid memberi catatan kepada sekolah agar menerapkannya secara bertahap menyesuaikan kondisi siswa.
"Ada tahapan yang memang dilalui ada beberapa bulan, minggu, sampai mereka bisa melaksanakan apa yang dilimpahkan Kemendikbud," katanya.
Kendati demikian, ia pun setuju dan mendukung diterapkannya peraturan ini. Pasalnya pakaian adat menjadi identitas keberagaman suatu daerah dan bisa memupuk jiwa nasionalisme civitas akademik sekolah.
"Meningkatkan nasionalisme belum cukup (dengan seragam: red). Tapi secara identitas minimal yang melekat ke mereka itu sudah menunjukkan khazanah masing-masing wilayah. Jadi bukti tersendiri bahwa mereka menghargai khazanah kedaerahan," pungkasnya. (*)