Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Slawi

Angka Sementara Prevalensi Stunting Kabupaten Tegal Turun Jadi 17,6 Persen 

Angka prevalensi stunting Kabupaten Tegal berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencapai 28 persen.

Humas Pemkab Tegal
Foto berlangsungnya kegiatan Diseminasi dan Publikasi Stunting, serta Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Tegal, di Hotel Grand Dian Guci beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJATENG.COM, SLAWI – Angka prevalensi stunting Kabupaten Tegal berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencapai 28 persen. 

Namun dari hasil pengukuran ulang Tim Percepatan dan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Tegal di bulan Agustus 2022 lalu, bersamaan dengan pelaksanaan Bulan Imunisas Anak Nasional (BIAN), angka sementara prevalensi stunting turun menjadi 17,6 persen. 

Hal ini diungkapkan Wakil Bupati Tegal, Sabilillah Ardie, yang juga menjabat Ketua TPPS Kabupaten Tegal, saat berlangsung acara Diseminasi dan Publikasi Stunting, serta Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), di Hotel Grand Dian Guci beberapa waktu lalu. 

Ardie menuturkan, penurunan prevalensi stunting tersebut didasarkan entri data populasi 116.868 balita melalui aplikasi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi bebasis masyarakat (e-PPGBM). 

Dari jumlah tersebut, 101.915 balita atau 87,21 persennya berhasil diketahui tinggi atau panjang badannya, dan didapati 17.906 balita atau 17,6 persennya dalam kondisi stunting.

“Angka prevalensi stunting dari populasi balita ini masih sementara dari yang berhasil kita ukur sampai dengan tanggal 10 Oktober 2022 lalu,” kata Ardie, dalam rilis yang diterima Tribunjateng.com, Selasa (1/11/2022). 

Dari hasil pengukuran ulang ini, lanjut Ardie, didapati lima Puskesmas dengan angka prevalensi stunting tertinggi, yaitu Puskesmas Bojong 30,1 persen, Puskesmas Kalibakung 27,4 persen, Puskesmas Bumijawa 26,2 persen, Puskesmas Margasari 25,7 persen, dan Puskesmas Jatibogor 25,2 persen. 

Sedangkan lima Puskesmas dengan angka stunting terendah dijumpai pada Puskesmas Pangkah 5,3 persen, Puskesmas Dukuhwaru 9,6 persen, Puskesmas Kaladawa 10,5 persen, Puskesmas Pagerbarang 11,5 persen, dan Puskesmas Talang 12,7 persen.

Lebih lanjut, Ardie mengakui jika pelaksanaan perbaikan data balita melalui Gebyar Posyandu ini menemui sejumlah kendala, seperti tidak semua ibu bisa datang dan menimbang balitanya di posyandu. 

Sehingga ketersediaan data pengukuran balita di posyandu belum bisa mencapai angka 100 persen dari populasi yang ada.

Kendala berikutnya adalah ketersediaan antropometri sebagai alat ukur yang jumlahnya masih terbatas. 

Hal ini, lanjut Ardie, bisa saja mempengaruhi hasil pengukuran dan interpretasi status gizi balita sasaran.

“Kita sudah mengupayakan hibah alat antropometri dari Kementerian Kesehatan 100 unit lewat anggaran  dana aokasi khusus (DAK) fisik 2022. Sedangkan untuk tahun 2023 sudah diusulkan untuk pengadaannya di posyandu yang belum memiliki antropometri sebanyak 1.503 unit. Sehingga diharapkan semua posyandu bisa memiliki alat ini,” ujarnya.

Ardie pun menekankan, jika kasus stunting anak ini tidak ditangani dengan benar akan berdampak pada tingkat kecerdasan, kemampuan kognitif, dan kesehatannya yang terganggu. Saat tumbuh dewasa ia akan mudah sakit.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, Ruszaeni, menjelaskan salah satu penyebab lahirnya bayi stunting adalah kondisi ibu yang tidak siap hamil. 

Sehingga ia menekankan pentingnya mengetahui kondisi calon ibu sedari dini, termasuk memeriksakan kesehatannya untuk memastikan terbebas dari anemia.

Sebab, sambung Ruszaeni, permasalahan gizi pada anak di bawah usia dua tahun sangat erat kaitannya dengan kondisi kesehatan dan gizi perempuan yang akan menjadi ibu, seperti remaja putri.

“Saat ini di Kabupaten Tegal, persentase remaja putri yang sudah melakukan pemeriksaan dan mengonsumsi tablet tambah darah baru mencapai 1,9 persen dari target rencana kita 90 persen,” jelasnya. 

Kebutuhan gizi calon ibu yang sudah terpenuhi semenjak remaja, lanjut Ruszaeni, akan melahirkan generasi yang sehat dan terhindar dari stunting

Pihaknya pun mendorong agar remaja putri memeriksakan kadar hemoglobin (Hb) dalam sel darah merahnya secara rutin.

“Untuk itu bidan desa harus bisa mengarahkan pemeriksaan ini, terutama pada calon pengantin ataupun pasangan usia subur. Jika kadarnya normal dan kondisinya bagus, maka bagi yang sudah menikah bisa disarankan untuk hamil. Jika kondisinya belum belum normal, diarahkan menunda kehamilannya sembari dilakukan pemulihan,” imbaunya. 

Saat di dalam kandungan, kondisi dan perkembangan bayi atau janinnya harus selalu terpantau. 

Jangan sampai kondisinya under atau di bawah normal. 

Jika menjumpai ini, maka harus segera diintervensi sampai berat janin kembali normal. 

Setelah lahirpun, lanjut Ruszaeni, orang tuanya harus tetap melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan dan berat bayi, sehingga deteksi dini dapat dilakukan.

“Jangan lupa untuk selalu memantau kondisi bayi sejak dalam kandungan sampai berusia dua tahun, atau seribu hari pertama kehidupan,” pungkas Ruszaeni. (dta)

Baca juga: Info Pengalihan Arus Akibat Perbaikan Jembatan Kali Serayu Purbalingga, Ini Rutenya

Baca juga: Ketua Bawaslu Jepara Harap Organisasi & Komunitas Semakin Banyak Terlibat Pengawasan Tahapan Pemilu

Baca juga: Pentas Teater Dobolan Sukses Tampilkan Sisi Jenaka Masyarakat Tegal

Baca juga: Prediksi Skor Timnas U20 Indonesia Vs Moldova, Peluang Tinggi Garuda Nusantara Menang

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved