Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PLTS Kaliurip Percontohan di Jateng

Memanen Energi Surya di Pinggiran Sungai Tajum Banyumas, Wujudkan Kaliurip Jadi Desa Mandiri Energi

Ratusan panel tenaga surya menangkap sinar matahari yang menyengat di Desa Kaliurip. 

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Permata Putra Jati
Petani Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Prayitno (40) yang juga Kepala Dusun 1, saat mengecek operasional PLTS sebagai sumber energi mengairi sawah warga, Sabtu (3/12/2022). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Ratusan panel tenaga surya menangkap sinar matahari yang menyengat. 

Sumber karunia Tuhan itu 'dipanen' dan diolah menjadi energi terbarukan yang mengaliri sawah seluas 20 hektare. 

Bertahun-tahun warga Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah hanya menikmati masa panen sekali dalam setahun. 

Kondisi berubah manakala pemanfaatan tenaga surya pemasok energi pompa hadir sebagai solusi. 

Desa Kaliurip berada di sisi Barat Banyumas dengan pegunungan pinus di sisi timur dan aliran Sungai Tajum di sisi baratnya. 

Sungai Tajum merupakan anak Sungai Serayu.

Berhulu di Perbukitan Bulakamba, Desa Samudra, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas dan bermuara ke Sungai Serayu. 

Bertahun-tahun petani di Desa Kaliurip mengandalkan pompa air berbahan bakar diesel sebagai cara mengairi sawah kala musim kemarau.

Padahal pengoperasian pompa berbahan bakar diesel memakan banyak biaya. 

Hal ini membuat petani harus banyak merogoh biaya. 

Kondisi tanah di Desa Kaliurip cenderung kering, keras dan tandus. 

Ketika musim kemarau tiba sudah pasti akan kekurangan air.

Sedangkan air sangat dibutuhkan saat musim kemarau untuk memenuhi evaporasi. 

"Sistem pertanian di desa kami masih tadah hujan, petani sangat mengandalkan mesin disel pompa untuk menaikan air dari Sungai Tajum.  Kalau pakai pompa biasanya memakan biaya tinggi yaitu Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per jamnya.  Mengairi sawah seluas 700 meter persegi saja butuh sampai Rp700 ribu itu kira-kira sampai menjelang panen," ujar petani setempat, Prayitno (40) yang juga Kepala Dusun 1, saat ditemui Tribunbanyumas.com, Sabtu (3/12/2022). 

Prayitno mengisahkan kehidupan petani di Desa Kaliurip sangatlah susah ketika musim kemarau. 

Sawah tak dapat ditanami padi ataupun palawija. 

Lahan kosong kering kerontang tak dialiri air. 

Upaya mengairi sawah menggunakan metode kincir air pernah dilakukan. 

Kincir itu diletakkan di pinggir Sungai Tajum.

Namun sayang, kincir bantuan yang merupakan program dari Balitbang Propinsi Jawa Tengah rusak dan hanyut terbawa banjir. 

"Kebetulan sudah tidak berfungsi kemudian juga hanyut terbawa banjir bandang. Beberapa petani ada yang membeli pompa air untuk irigasi sawah, sementara yang tidak punya biasanya sewa," terangnya. 

Hingga akhirnya hadirlah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Kaliurip yang beroperasi sejak 2019. 

Butuh waktu cukup lama, sebelum akhirnya resmi digunakan.

Perangkat desa setempat mengajukan proposal bantuan PLTS sejak 2015. 

Hingga akhirnya Dinas Pertanian Banyumas merestui dibangunnya fasilitas PLTS dengan dana mencapai Rp 1.6 miliar bantuan dari Pusat.

Petani Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Prayitno (40) yang juga Kepala Dusun 1, saat mengecek operasional PLTS sebagai sumber energi mengairi sawah warga, Sabtu (3/12/2022).
Petani Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Prayitno (40) yang juga Kepala Dusun 1, saat mengecek operasional PLTS sebagai sumber energi mengairi sawah warga, Sabtu (3/12/2022). (Tribun Jateng/Permata Putra Jati)

Sistem pemompaan air tenaga surya adalah salah satu aplikasi tenaga surya di pertanian yang paling menjanjikan.

Pompa air bertenaga surya merupakan sistem ramah lingkungan dengan perawatan mudah dan tanpa biaya bahan bakar. 

Kaliurip kini tumbuh menjadi desa mandiri energi berkat usaha dari sejumlah pihak, terutama inisiatif dari kepala desa. 

Kepala Desa Kaliurip, Kitam Sumardi mengatakan mulanya ia sama sekali tidak tahu bagaimana pemanfaatan energi Surya. 

"Kita membuat proposal bantuan dana dan mengusulkannya ke kabupaten. Karena pada dasarnya kita ingin meningkatkan ekonomi warga dan merubah nasib petani supaya tidak mengandalkan sawah tadah hujan saja," katanya. 

Kitam sangat bersyukur, kini rata-rata panen padi petani semakin meningkat. 

Per petani dengan lahan kurang dari satu hektar dapat panen 3 sampai 4 kuintal gabah kering. 

Warga Desa Kaliurip kini tersenyum menjadi desa mandiri energi. 

Warganya berhasil membangun unit sistem irigasi pertanian dengan energi listrik terbarukan.

Energi listrik yang ramah lingkungan, yaitu ditenagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya berdaya 47 ribu Wp.

Cara kerja PLTS di Desa Kaliurip cukuplah sederhana.

Sinar surya diserap oleh solar panel yang menghidupkan dan mematikan pompa. 

"Nyedotnya di kedung, lalu mengalir melalui pipa lalu masuk ke hydrand satu, dan paling tinggi adalah hydrand lima.  Jadi didorong menggunkan pipa. Pipa-pipa sepanjang kurang lebih satu kilometer itu disalurkan ke hydran yang dipasang di lima titik. Kita punya lima hydran dan akan dibuka secara bergantian tergantung lahan mana yang akan dialiri," jelasnya. 

Kitam mengatakan biaya produksi dengan menggunakan PLTS jadi sedikit lebih murah. 

Terutama bila dibandingkan menggunakan mesin sedot air menggunkan disel berbahan bakar minyak. 

PLTS dapat mengairi secara non-stop dari pukul 07.00 WIB sampai 17.00 WIB. 

Ada BBM ada butuh operasional. 

Tapi menurutnya lumayan sekali sekarang karena menekan biaya operasional dan air mengalir dengan sendirinya.  

Dari total sawah warga seluas 60 hektare, 20 hektare di antaranya telah berhasil dialiri menggunakan energi Surya. 

Para petani sendiri cukup mengeluarkan 10 kilogram gabah untuk disetorkan kepada pengelola PLTS sebagai wujud iuran pengganti pengoperasian PLTS. 

Petani per 700 meter dikenakan biaya setara 10 kilogram gabah per petani atau senilai Rp 40 ribu dan disetorkan ke Paguyuban Pengguna Pemanfaatan Tenaga Air Surya.

PLTS yang dimanfaatkan untuk sistem irigasi sawah di Desa Kaliurip menjadi yang terbesar di Jawa Tengah. 

Mengandalkan 144 solar panel yang dipasang di tepian Sungai Tajum, dapat mengaliri 20 hektare sawah dari total potensi 60 hektare sawah warga.

Namun demikian ternyata baru 10 persen dengan kapasitasnya daya sebesar itu yang baru dimanfaatkan

Sehingga pemanfaatannya bisa dikatakan belum maksimal. 

Dengan kapasitas sebesar itu, energi surya dapat dimanfaatkan bukan hanya irigasi saja.

Akan tetapi penggunaannya bisa juga keperluan rumah tangga. 

Kades mengatakan memang tak sampai seperempat energi matahari yang baru dimanfaatkan.

Kedepan dirinya akan membuat terobosan pada sektor pariwisata. 

Pada sisi timur Desa Kaliurip yang juga bersebelahan dengan tempat panel Surya terdapat perbukitan.

Ia mengatakan akan menjadi hal menarik apabila di atas bukit dijadikan wisata dengan daya tarik kolam dan hiasan lampu-lampu. 

"Masih kita rencanakan gambarannya ada aliran listrik keatas bukit, nanti juga ada kolam entah itu pemandian atau pemancingan. Sedangkan sisanya bisa saja bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rata-rata warga biasanya menggunakan daya 450- 900 watt dan sisanya keliatannya cukup untuk menerangi satu RT," ujarnya. 

Proyek senilai Rp 1.6 miliar itu menjadi percontohan di Jawa Tengah.

Kaliurip adalah wujud desa mandiri yang mampu memanfaatkan energi terbarukan menggunakan pompa energi matahari. 

Kisah itulah yang membuat tim Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah menyempatkan berkunjung ke Desa Kaliurip. 

"Sepertinya ini menjadi yang terbesar Desa memanfaatkan tenaga Surya untuk irigasi. Bahkan di Purworejo hanya kurang lebih satu petak dengan 36 panel sudah cukup mengairi sawah disana," kata Kitam.

Kepala bidang Energi Baru dan Energi Terbarukan ESDM, Propinsi Jawa Tengah, Eni Lestari mendukung penuh pemanfaatan energi non fosil sektor pertanian.

"Mereka mendapat pembiayaan dari Pusat dan pembimbingan dari kabupaten. PLTS Pertanian di Kaliurip sebaiknya tidak hanya sektor pertanian. Karena kebutuhannya masih berlebih dan dapat diterapkan untuk dibangun storage penyimpanan seperti tandon, atau wisata air desa. Kalau desa masih membutuhkan pengembangan seperti apa propinsi masih mengkaji lebih lanjut," katanya.

Dengan adanya sistem pompa irigasi energi listrik dari tenaga surya ini petani mampu menghemat pengeluaran biaya produksi pertanian. 

Khususnya biaya pengairan tanaman berupa pembelian bahan bakar minyak sebesar 50 persen.

Petani juga mampu memproduksi sumber energi listrik secara mandiri.

Inilah wujud berkah Sungai Tajum itu ada dengan keberadaan kedung atau sumber air yang dipadukan dengan teknologi tenaga surya sebagai energi terbarukan.

Raut muram warga karena kesulitan air untuk pengairan sawah berubah senyum karena setiap saat dapat terus bercocok tanam. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved