Berita Semarang
FPP Undip Dampingi Peternak Burung Puyuh Desa Kalisidi, Ciptakan Biogas Berbahan Kotoran Puyuh
Departemen Peternakan FPP Undip memberi pendampingan paguyuban ternak burung puyuh.
Penulis: amanda rizqyana | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Departemen Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memberikan pendampingan paguyuban ternak burung puyuh di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang pada Selasa (13/12/2022).
Disampaikan oleh Muhin selaku Ketua Paguyuban Ternak Burung Puyuh, permasalahan yang terjadi saat ini dihadapi oleh ia dan kawan-kawan ialah kenaikan pakan yang selalu tinggi yang tidak diimbangi produksi yang optimal.
"Kenaikan pakan yang terlalu tinggi membuat kami tidak dapat memberikan pakan yang optimal sehingga hasil produksi tidak maksimal," ujarnya.
Lilik Krismiyanto, S.Pt., M.Si. selaku ketua Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Peternakan FPP Undip Semarang menyampaikan dalam bidang pemberian pakan berstandar Standar Nasional Indonesia (SNI) bahwa peranan pakan terhadap produksi burung puyuh cukup penting.

Sayangnya, akibat dari rendahnya konsumsi pakan dapat menyebabkan asupan nutrisi unggas berkurang dan sangat berpengaruh terhadap kualitas telur.
"Peternak biasanya memberikan pakan satu kali dalam sehari, sehingga menyebabkan pakan dalam bentuk mash atau tepung tidak terkonsumsi optimal," ungkapnya berdasarkan rilis yang diterima Tribun Jateng pada Rabu (14/12/2022).
Berdasarkan SNI 2006 pemberian pakan burung puyuh produksi 2 kali dalam sehari.
Selain itu, muncul permasalahan kotoran burung puyuh atau ekskreta burung puyuh yang mengganggu polusi udara lingkungan sekitar.
Disampaikan oleh anggota Paguyuban Burung Puyuh Desa Kalisidi, Sakimin bahwa kadar amoniak burung puyuh cenderung tinggi.
"Kadar amoniak burung puyuh yang cenderung tinggi dapat menyebabkan ketidaknyamaan masyarakat sekitarnya," ujarnya.
Terlebih peternak umumnya memelihara ternaknya di belakang rumah.
Pengendalian ekskreta burung puyuh yang sudah dilakukan hanya dijadikan pupuk kandang pada sayuran dan buah.
Sejumlah langkah alternatif yang disampaikan Dr. Ir. Mulyono, M.Si., selaku anggota Ketua Tim Pengabdian Masyarakat bidang pengelolaan kotoran unggas yakni kotoran atau ekskreta dapat menggunakan nitrobacter guna mendapatkan fermentasi, kemudian ekskreta dicampur filler seperti serbuk kayu dan dilanjutkan pembuatan biogas.

"Ketiga pengendalian ekskreta tersebut dalam jangka panjang dapat dijadikan alternatif energi terbarukan di Desa Kalisidi yang belum menerapkan metode tersebut," terangnya.
Bila biasanya biogas menggunakan kotoran sapi, dari paguyuban ternak burung puyuh akan membuat biogas menggunakan ekskreta burung puyuh.