Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Mila Karmilah : Sistem Pemanenan Air Hujan, Dari Pengetahuan Menuju Konservasi Sumber Daya Air

LOCAL knowledge atau pengetahuan warga adalah segala sesuatu yang dilihat, dirasakan, dialami ataupun yang dipikirkan,

Intisari
Ilustrasi hujan 

Oleh: DR. Mila Karmilah, ST, MT
Dosen Fakultas Teknik, Unissula Semarang
Penerima Hibah Pengabdian Masyarakat MBKM Kemendikbud Ristek 2022

LOCAL knowledge atau pengetahuan warga adalah segala sesuatu yang dilihat, dirasakan, dialami ataupun yang dipikirkan, menurut pola dan cara berpikir suatu kelompok masyarakat.

Selain itu beberapa peneliti menyatakan bahwa pengetahuan local pengetahuan dan kepercayaan (belief) yang secara kumulatif dan turun temurun dilakukan oleh masyarakat maupun individu dalam menghadapi persoalan dan dinamika kehidupan.

Dinamika ini sifatnya timbal balik dengan pengetahuan local sehingga akan membentuk suatu kebudayaan. Dari pengetahuan local yang dilakoni terus menerus masyarakat dapat mempertahankan hidupnya pada situasi yang kadang ekstrem.

Pengetahuan warga dan masyarakat seringkali tidak mendapatkan respon yang baik dibelantara pengetahuan ilmiah, yang akarnya berasal dari perguruan tinggi dan akademisi.

Pengetahuan akan dianggap akan valid dan handal jika disampaikan dan ditemukan dibangku perkuliahan oleh peneliti. Hal ini seringkali menjadi penghambat bagi warga untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang bersahabat.

Salah satu lokasi yang memiliki situasi yang ekstrem adalah kawasan pesisir khususnya pesisir utara Kabupaten Demak. Seperti diketahui bahwa kawasan pesisir kabupaten Demak dari tahun ke tahun mengalami berbagai bencana hidrometeorologi (banjir, abrasi, rob dan penurunan muka tanah).

Bencana hidrometereologi yang terjadi di kawasan pesisir Demak seperti banjir, rob bahkan penurunan muka tanah, memaksa warga beradaptasi dengan lingkungan yang seringkali diluar pengalaman bahkan pengetahuan warga.

Kawasan Pesisir

Setiap makhluk hidup tentunya membutuhkan air, tidak terkecuali warga yang berada di kawasan pesisir, untuk memenuhi kebutuhan air bersih (mandi cuci kakus) atau MCK masyarakat mengandalkan sumur artesis dengan kedalaman ± 120 m sebagai salah satu sumbernya selain dengan perpipaan (PDAM).

Kebutuhan air akan meningkat seiring bertambahnya jumlah populasi, hal ini tentunya akan berdampak pada penyediaan air bersih, sehingga keberadaan sumur artesis tentunya tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan tersebut.

Hal ini juga diperparah dengan banyaknya pembangunan industri di kawasan pesisir yang tentunya membutuhkan air baik sebagai bahan baku dalam kegiatan proses produksi maupun dalam pemenuhan air bersih bagi karyawan.

Melihat kebutuhan air yang meningkat namun tidak diiringi oleh ketersediaan sumber air yang layak bagi pemenuhan warga. Kondisi yang ada memaksa warga untuk mencari sumber-sumber air bersih yang bisa didapatkan. Salah satu bentuk pemenuhan air bersih non sumur artesis adalah dengan menadahi air hujan. Hal ini dilakukan oleh warga di kawasan pesisir.

Namun disisi lain ketersediaan air bersih di kawasan pesisir, masih menjadi masalah, utamanya bagi masyarakat di kawasan pesisir pantura Jawa Tengah. Seperti diketahui bahwa sebagian masyarakat di kawasan pesisir adalah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan tingkat perekonomian dibawah rata-rata (marginal).

Seperti yang dituliskan oleh Prihandoko. S, dkk (2012) bahwa masyarakat nelayan di Indonesia menunjukkan kondisi dengan golongan masyarakat marjinal dari sisi ekonomi, social maupun politik.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga dipaksa untuk menentukan pilihannya. Pilihan tersebut, yaitu dengan membuat sumur air tanah atau membeli dari perusahaan daerah air minum (PDAM).

Kebutuhan Air Bersih

Salah satu bentuk adaptasi yang dilakukan oleh warga adalah terkait dengan pemenuhan air bersih, yaitu dengan melakukan penampungan air hujan, yang digunakan sebagai pengganti/substitusi apabila air dari sumur tidak mencukupi serta dilakukan pada musim penghujan.

Hal ini dilakukan sebagai cara menghemat pengeluaran. Pengetahuan mengenai penadahan air hujan sebagai pengganti air yang diambil dari sumur artesis selama ini hanya dilakukan secara manual dan oleh individu ataupun masing-masing rumah tangga. Belum ada usaha untuk mengkomunalkan penadahan air utamanya di kawasan pesisir.

Penadahan air hujan adalah satu upaya dalam mengkoservasi air selain untuk pemenuhan air bersih bagi warga di kawasan pesisir.

Seperti diketahui bahwa penadahan air hujan secara komunal dan dengan teknologi yang baik dan benar masih jarang dilakukan. Penadahan air hujan melalui teknologi sederhana akan sangat membranous dalam pemeniuhan air bersih bagai warga di sepanjang pesisir.

Dengan teknologi ini maka pemenuhan air bersih akan tercapai, selain itu memberikan ruang bagai warga untuk mengimplementasikan pengetahuan lokalnya menjadi implementatif (dapat diterapkan) sesuai kondisi dan situasi yang ada.

Dikarenakan pentingnya pemanenan air hujan sebagai suatu sistem konservasi air tanah, maka kementerian PUPR membuat suatu program GERAKAN Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA).

Terlihat bahwa pemerintah mempunyai kekhawatiran bahwa air yang terdapat di bumi/Indonesia jika tidak dikelola dengan arif maka akan terjadi kelangkaan air (water scarcity) ataupun bencana (kekeringan dan banjir).

Panen Air Hujan

Untuk itu upaya pemanenan air hujan yang awalnya didasari oleh keterbatasan air seharusnya mengarah pada gerakan, dimana gerakan ini adalah menyeru agar semakin banyak masyarakat yang peduli dan sadar bahwa air perlu dijaga dan dilindungi agar kelangkaan tidak menjadi hal nyata dikemudian hari. Upaya konservasi air memerlukan komitmen dari semua pihak terhadap isu keberlanjutan air.

Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah yang tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia air tanah (Abdulla et al., 2009).

Menurut Abdullah et al., 2009 bahwasanya air hujan merupakan air yang penting utamanya di kawasan yang tidak terdapat system penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak terdapat air tanah.

Sehingga pemanenan air hujan merupakan alternatif solusi yang bukan hanya dalam mengkonservasi sumber air namun lebih daripada, pemanenan air hujan juga merupakan pembelajaran agar masyarakat peduli terhadap penjagaan sumber air. (*)

Baca juga: Video Gerbang Tol Kalikangkung Semarang Padat, Puluhan Ribu Pemudik Sudah Lintasi Jateng

Baca juga: Chord Kunci Gitar Silent Night Misc Christmas

Baca juga: Info Loker Lowongan Kerja Terbaru di Semarang, Jumat 23 Desember 2022

Baca juga: Taman Kota di Kota Semarang Akan Putar Lagu Bernuansa Natal, Mbak Ita : Natal Tahun Ini Harus Meriah

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved