Berita Semarang
Hakam Sebut Penangan Stunting di Wilayah Pesisir Semarang Butuh Peran Lintas Sektoral
Kondisi pesisir Semarang dinilai memperparah kondisi stunting. Maka dari itu, Penangan Stunting di wilayah pesisir butuh kerja sama
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Terakhir berupa pelayanan kesehatan meliputi puskesmas, rumah sakit , rumah sakit rujukan dan lainnya.
"Jadi, kondisi lingkungan yang tidak optimal mempengaruhi kondisi kesehatan anak," bebernya yang juga Sekertaris umum IDI Wilayah Jawa Tengah.
Selain itu, dalam jangka waktu panjang beragam penyakit dapat menimpa anak ketika
dalam kondisi rob seperti penyakit infeksi umum meliputi penyakit kulit, diare, infeksi saluran pernafasan akut, dan
leptospirosis.
"Penyakit lain yakni status gizi baik gizi kurang atau gizi buruk," bebernya.
Melihat kondisi itu, ia mendorong upaya yang bersifat lintas program dan lintas sektoral untuk penanganan dan
pencegahan.
"Perlu pula melibatkan organisasi profesi termasuk IDI dan organisasi profesi kesehatan lain," terangnya.
Lebih Rentan
Terpisah, menurut Pakar Lingkungan dan Tata Kota Unissula Semarang, Mila Karmila, menjelaskan, kawasan permukiman yang terendam rob memang lebih rentan anak-anaknya mendapatkan persoalan kesehatan seperti stunting.
Sebab, uang yang semestinya digunakan sebagai pemenuhan gizi anak tetapi dialihkan untuk kebutuhan untuk menanggulangi dampak rob seperti peninggian rumah.
"Artinya ada hubungan tidak langsung antara rob dengan stunting karena dana seharusnya meningkatkan kualitas kesehatan teralihkan ke kebutuhan peninggian rumah yang membutuhkan biaya hingga puluhan juta," katanya kepada Tribun Jateng, Sabtu (31/12/2022).
Diakuinya, banjir rob imbas perubahan iklim berpengaruh kepada banyak hal, tak hanya ke persoalan stunting tapi sosial budaya masyarakatnya. Di antaranya nelayan harus berubah mata pencaharian, dari nelayan ke buruh atau pekerjaan lainnya.
"Hal itu bisa dilihat di pesisir Jateng, tipikal hampir sama. Paling parah ya pesisir Demak bisa dilihat di Timbulsloko, begitupun di kota Semarang di Tambak Lorok dan Tambak Rejo," terangnya.
Melihat kondisi itu, ia mendorong pemerintah untuk menekan pembangunan infrastruktur besar di kawasan pesisir.
Selanjutnya melakukan proteksi kawasan pesisir supaya tidak terjadi abrasi dan rob.
"Langkah awal dengan tanggul, tapi jangan hanya pembangunan fisik tetapi dibarengi dengan konservasi lingkungan seperti mangrove," ujarnya.
Terkait penangan stunting di wilayah rob, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam, menjelaskan, anak stunting hidup di wilayah rob atau banjir yang paling penting air yang dikonsumsi bersih tidak mengandung bakteri maka tidak masalah.
Persoalannya ketika banjir rob sudah terjadi menahun maka harus dicarikan solusi.
"Nah, infrastruktur harus difokuskan ke daerah-daerah yang memang sanitasi terganggu dan air bersih kurang maksimal, penanganannya memang harus lintas sektoral," ungkapnya.
Diakuinya, secara prevalensi sebenarnya angka stunting di daerah Kota Semarang sisi selatan dan tengah lebih tinggi, namun secara jumlah akumulasi paling banyak di sisi utara atau pesisir.
Hal itu terjadi karena di sana jumlah bayi lebih banyak. "Maka paling tinggi di utara, apalagi persoalan di sana lebih kompleks," bebernya.
Persoalan tersebut mulai dari sanitasi kurang bagus dan air bersih yang tidak memenuhi syarat.
Di samping itu ibu hamil dengan kondisi kurang baik presentasinya cukup tinggi.
"Persoalan itulah yang mendasar kasus stunting baru cukup tinggi di sana (Semarang utara)," tandasnya. (Iwn)
Baca juga: Adu Argumen Pemerintah Vs Akademisi Soal Banjir Semarang Desember 2022
Baca juga: Cara Gampang Convert Teks Bahasa Asing Jadi Audio di Google Lens, Belajar Bahasa Lebih Mudah
Baca juga: Sindikat Komplotan Copet Asal Surabaya di Gebyar Akhir Tahun Wonosobo Dibekuk Polres Wonosobo
Baca juga: Jadwal Timnas Indonesia Vs Filipina, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi Garuda Agar Lolos ke Semifinal