Opini
Opini Djoko Subinarto : 2023 Tanpa OTT
TAHUN 2023 ini masih anyar, babak baru dan cerita baru. Akan tetapi, bisa juga tahun yang baru tidak bermakna apa-apa, karena yang tetap muncul semuan
Opini Ditulis Oleh Djoko Subinarto (Kolumnis dan Blogger)
TRIBUNJATENG.COM - TAHUN 2023 ini masih anyar, babak baru dan cerita baru. Akan tetapi, bisa juga tahun yang baru tidak bermakna apa-apa, karena yang tetap muncul semuanya adalah cerita lama, cerita lawas.
Persis seperti apa yang pernah dinyatakan oleh penulis dan sastrawan asal Inggris Alex Morrit, semuanya bergantung pada pilihan kita: apakah datangnya tahun baru akan kita jadikan sebuah babak kehidupan baru atau justru tetap seperti tahun-tahun sebelumnya dipenuhi dengan kisah-kisah lama yang terus berulang. Ibarat déjà vu.
Dalam hal korupsi, apakah tahun 2023 akan bebas dari operasi tangkap tangan (OTT)? Mungkinkah tak ada lagi pejabat publik kita yang korupsi dan akhirnya terkena OTT KPK? Atau malah sebaliknya, semakin bertambah saja pejabat publik kita yang terjaring OTT.
Citra Indonesia
I
hwal OTT pelaku korupsi sempat disinggung-singgung oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest), Luhut Binsar Pandjaitan, belakangan ini. Luhut menilai OTT memperburuk citra Indonesia.
Menteri Luhut menyampaikan hal tersebut dalam acara Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024, yang ditayangkan dalam kanal Youtube Stranas KPK Official, Selasa (20/12/2022) lampau.
"OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget. Tapi, kalau dibuat digital life siapa yang mau lawan kita. Jadi KPK pun jangan pula sedikit-sedikit tangkap-tangkap, ya lihat-lihatlah. Tapi, kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya tidak akan bisa main-main," ungkap Luhut.
Sekecil apa pun, praktik korupsi bakal merongrong sendi-sendi tata pemerintahan yang baik dan berkeadilan. Hal ini pada gilirannya menjadikan wibawa pemerintah melorot dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah luntur. Inti dari tata kelola pemerintahan yang baik dan berkeadilan adalah adanya pelayanan publik yang andal.
Kajian yang dilakukan di Bosnia-Herzegovina, Ghana, Honduras, Indonesia dan Latvia menunjukkan institusi-institusi pemerintahan dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memberikan pelayanan publik dengan kualitas sangat rendah. Dan kalangan yang paling dirugikan dalam hal ini adalah kelompok masyarakat miskin (Chetwynd, 2003).
Tentu saja, tantangan bagi sistem birokrasi kita saat ini adalah bagaimana membuat sebuah sistem yang canggih yang mampu menutup peluang bagi setiap pemegang kekuasaan, dalam level apa pun, untuk bermain-main dengan kekuasaan yang dipegangnya. Dengan begitu, kekuasaan itu benar-benar hanya dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Saat ini, perkembangan teknologi digital telah merambah ke berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali bidang pemerintahan. Fenomena ini, salah satunya, memunculkan apa yang diistilahkan sebagai e-government, terkadang disebut juga sebagai digital government alias pemerintahan digital.
Secara umum, e-government merujuk kepada penggunaan teknologi digital oleh lembaga pemerintah dengan warganya serta pelaku dunia usaha dengan lembaga pemerintah. Penggunaan teknologi digital ini memunyai tujuan yang beragam seperti antara lain pemberian layanan pemerintahan yang lebih baik kepada warganya, peningkatan interaksi dengan dunia usaha dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses informasi, atau menciptakan manajemen pemerintahan yang lebih efisien.
Terkait dengan praktik korupsi, penerapan e-government diyakini sementara kalangan dapat menjadi salah satu resep untuk menangkal korupsi. Terdapat setidaknya dua hal kenapa e-government dapat ikut menangkal terjadinya korupsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.