Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Arif Gemetar tak Bisa Berdiri Usai Nonton CCTV Brigadir Yosua,Telepon Atasan pun Sambil Jongkok

Arif kaget sebab cerita itu bertolak belakang dengan cerita tembak menembak yang dibangun Sambo

Editor: muslimah
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Arif Rachman Arifin tiba untuk menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (19/10/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin mengaku gemetar hingga tak sanggup berdiri saat mengetahui Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ternyata masih hidup ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli lalu.

Arif kaget sebab cerita itu bertolak belakang dengan cerita tembak menembak yang dibangun Sambo.

Eks atasannya itu mengungkapkan bahwa Yosua sudah tewas dia tiba di rumah.

Rekaman CCTV tersebut kemudian menjadi fakta yang membongkar skenario yang sudah dibuat Ferdy Sambo.

Tayangan CCTV itu juga yang membuat Arif curiga sekaligus ketakutan.

Baca juga: Ferdy Sambo Ungkap Penyesalannya, Namun Bukan Soal Penembakan Brigadir J

Baca juga: Detik-detik Jelang Babak Akhir Kasus Ferdy Sambo, Video Diduga Hakim Wahyu Viral, Ada Apa?

Ia mengaku mulai tak mempercayai cerita Sambo mengenai peristiwa penembakan Brigadir J setelah menonton rekaman CCTV Kompleks Polri Duren Tiga di rumah Ridwan Soplanit yang saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.

Setelah menonton CCTV itu Arif lantas menelepon Karo Paminal Polri kala itu, Hendra Kurniawan ihwal momen Brigadir J terekam dalam CCTV secara detail.

Saat menelepon untuk melaporkan apa yang dia saksikan itu ke Hendra Kurniawan selaku Karo Paminal saat itu, Arif menelepon sambil jongkok, sebab kakinya bergetar hingga tak sanggup berdiri.

"Kondisinya itu setelah menonton benar yang kemarin dibilang Chuck (Putranto), saya sebenarnya tidak bisa ngomong yang Mulia, dengkul saya ini mau berdiri dari kursi di depan rumahnya Ridwan itu tidak bisa. Jadi keluar menelepon awal mulanya itu menelepon tidak bisa berdiri karena gemetar, jadi sambil jongkok menelepon Pak Hendra," kata Arif saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang obstruction of justice (OoJ) pembunuhan berencana Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

Mengetahui kondisi Arif, Hendra kemudian mencoba menenangkan.

"Pak Hendra sampai bilang 'sudah tenang-tenang jangan panik'. Makanya di BAP saya ada tulisannya tenang jangan panik, karena memang itu luar biasa bagi saya yang, tidak gimana ya situasinya," ujar Arif melanjutkan ceritanya kepada hakim.

Arif mengaku takut lantaran apa yang diceritakan oleh Sambo tak sesuai dengan fakta yang ada.

"Sampai demikian, orang lain yang berbuat kok saudara gemetaran?" tanya hakim.

"Takut yang mulia," jawab Arif.

"Apa yang saudara takutkan?" tanya hakim lagi.

Karena ada hal yang tidak sesuai," kata Arif.

"Seharusnya, wah, enggak beres ini, 'kan gitu', bukan jadi Saudara gemetaran, kan gitu, masalahnya bukan Saudara, kan, pelakunya," kata hakim lagi.

Arif pun menjawab, kepanikannya itu muncul karena ia sudah kadung ikut dalam peristiwa itu.

Arif termasuk salah satu yang ditugaskan Ferdy Sambo mengantar jenazah Yosua untuk autopsi dan membuat laporan ke Polres Jaksel.

Setelahnya, peran dia semakin bertambah.

"Hal yang kita yakini, menurut kita, itu benar ceritanya [tembak-menembak] terus terjadi hal berbeda itu, kan, mengagetkan kita, dan membuat kita panik, sementara dari awal kita sudah ikut autopsi, dan kita lihat sendiri kok sepertinya tidak begini ya, kita lihat keterangannya," imbuh Arif.

Arif adalah terdakwa dalam perkara OoJ dalam kasus Yosua. Ia didakwa bersama Ferdy Sambo serta Hendra Kurniawan dkk atas tuduhan menghalangi penyidikan dengan mengamankan, menyita dan memusnahkan alat bukti CCTV di Kompleks Duren Tiga.

Tindak pidana itu dilakukan Arif bersama-sama dengan Irfan Widyanto, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo. Atas perbuatannya itu, Arif Rachman Arifin didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam pemeriksaannya sebagai terdakwa dalam sidang kemarin Arif juga sempat menangis di hadapan majelis hakim. Ia menangis sambil menceritakan ketakutannya bernasib seperti Yosua yang dibunuh oleh Ferdy Sambo.

Mulanya Ketua majelis hakim Ahmad Suhel mengaku melihat Arif tampak tertekan dan seperti terancam selama persidangan. Hakim lalu bertanya mengapa Arif tak mengatakan bahwa Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli lalu kepada pimpinan tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

Arif menjawab mengaku takut sehingga tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan hal tersebut

"Takut. Saya kemarin aja pak hakim yang mulia," ucap Arif terdiam lalu menangis. Arif tampak mengusap air matanya dengan sapu tangan. Bahkan, Arif terisak sampai tak bisa berbicara.

Melihat kondisi itu, Hakim Suhel pun menenangkan Arif.

Hakim Suhel mengungkapkan alasan Arif menjadi terdakwa pertama di kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J yang menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Hakim menilai ada kejujuran dari keterangan yang disampaikan Arif.

"Saya mau beritahu saudara, kenapa saudara kami minta pertama karena saya melihat kejujuran di saudara saya bisa memahami bagaimana perasaan saudara. Itu sebabnya ya, itu lah sebabnya biar perkara ini menjadi terbuka harapan kami begitu sebenarnya," kata hakim. "Itu sebabnya pada awal pertanyaan apa bantahan saudara terhadap FS. Itu kami minta kepada saudara untuk yang pertama kita periksa, silakan dibuka apa yang harus saudara buka di sini," sambungnya.

Arif masih terus menangis. Ia tampak terdiam beberapa saat hingga kemudian mengungkapkan ketakutannya.

"Rasa takut itu besar yang mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan Pak Ferdy Sambo aja terus terang saya takut," ujar Arif.

Ia mengaku takut keluarganya bernasib sama dengan Brigadir J yang nyawanya dirampas oleh Ferdy Sambo.

"Istri saya sempat bilang ingat Pak, anak-anak. Bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya enggak kepikiran," kata Arif. "Berarti lebih besar takut ya?" tanya penasihat hukum Arif di dalam sidang itu. "Betul," jawab Arif.

Arif mengatakan istrinya juga sempat berniat tidak menyekolahkan anak-anaknya sebelum persidangan selesai.

Niat tersebut disampaikan sang istri saat membesuknya di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri.

Niat itu, kata dia, didasari pihak keluarga yang takut dengan Ferdy Sambo.

"Jadi kemarin selesai sidang istri saya datang besuk menyampaikan kalau nanti Pak FS marah gimana anak-anak apa perlu kita...," ucap Arif seraya menangis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

"Apa perlu diliburkan dulu selama sebulan sampai dengan putusan selesai. Karena istri saya khawatir," sambungnya.(tribun network/riz/mat/aci/dod)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved