Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Asrori dan Mantan Lurah Purwoko Minta Dibebaskan dari Tuntutan Pemalsuan Dokumen Tanah di Jolotundo

Sidang pemalsuan dokumen tanah di jalan Jolotundo terus berlanjut di PN Semarang.

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Penasihat hukum mantan Lurah Sambirejo Purwoko, dan penasihat hukum Asrori bacakan duplik pada sidang pemalsuan dokumen di Pengadilan Negeri Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sidang pemalsuan dokumen tanah di jalan Jolotundo Raya RT 5 RW 2 Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari terus berlanjut di Pengadilan Negeri Semarang. 

Saat ini sidang memasuki tahap duplik. Dua terdakwa yakni Asrori dan mantan Lurah Sambirejo masih meminta majelis hakim untuk membebaskan segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Penasihat hukum Asrori, Parsugin Rakisa mengatakan JPU sebelumnya menolak atas pledoi yang telah disampaikan. Namun pada duplik saat ini pihaknya tetap meminta kliennya untuk dibebaskan dari tuntutan.

"Menurut kami apa yang didakwakan JPU tidak benar. Karena Asrori hanyalah menantu yang hanya mengantar ibu mertuanya," tuturnya, Rabu (25/1/2023).

Pada perkara tersebut, kata dia, ibu mertua kliennya mempunyai hubungan hukum sebagai ahli waris dan anak dari Somoredjo bersama istri pertamanya. Hubungan hukum sebagai ahli waris tercantum dalam letter C atau C Desa.  

Pihaknya melakukan pengecekan bahwa tanah yang tercantum dalam C Desa  belum pernah dijual atau dialihkan.

"Karena tidak mampu untuk mengurus akhirnya klien kami menunjuk kuasa hukum. Kemudian dilakukan penelitian dari tanah itu dan ternyata benar ada C Desa dalam bentuk sawah milik ahli waris," tutur dia.

Tidak hanya itu, pihaknya juga telah mengecek tanah itu dengan lurah yang baru  di kelurahan Sambirejo bahwa tidak menemukan C Desa dalam bentuk darat. Dirinya hanya mendapatkan C Desa dalam bentuk sawah yang dimiliki mertua kliennya.

"Yang saya herankan pelapor ini melaporkan atas dasar sertifikat. Perolehan sertifikat itu membeli dari ahli waris lainnya anak Somoredjo dari istri ketiga. Dasar perolehannya dari C Desa tapi dalam bentuk darat. Kami cek di kelurahan tidak ada dalam bentuk darat," tuturnya.

Menurutnya, pada perkara tersebut seharusnya adalah sengketa keperdataan untuk menentukan siapa yang berhak atas tanah itu. Terkait pembuatan surat-surat Lurah Purwoko dirinya yakin telah melakukan pengecekan.

"Menurut pendapat kami Lurah Purwoko telah sesuai ketentuan. Jika itu ada keterangan tidak benar karena ini keputusan pejabat negara harus melalui peradilan Tata Usaha Negara (TUN)," tutur dia.

Tidak hanya itu, ia berpendapat bahwa perkara itu seharusnya merupakan hukum waris. Seharusnya pada bidang tanah yang dipersengketakan harus dilakukan pembagian waris terlebih dahulu.

"Kalau ini atau tanah dijual oleh anak istri ketiga jelas merugikan anak dari istri pertama dan kedua Somoredjo. Karena tidak diketahui berarti ini perbuatan melawan hukum (PMH). Nanti kami akan melakukan gugatan keperdataan," tandasnya.

Begitu juga penasihat hukum Purwoko, Engelbertus Kuswadji tetap pembelaan sebelumnya. Sebab kliennya hanya pejabat publik yang hanya melayani masyarakat untuk mengajukan sertifikat tanah.

"Secara Undang-undang jika pejabat publik melakukan kesalahan secara undang-undang ranahnya di PTUN," tuturnya.

Kuswadji melihat  C Desa bidang tanah itu yang tercatat di kelurahan Sambirejo masih belum ada pengalihan hak terhadap siapa pun maupun persertifikatan. C Desa itu masih tercatat tanah atas nama Somoredjo.

"Kami melihat buku C Desa masih bersih tidak ada coretan. Kami bingung kok muncul sertifikat. Kapan prosesnya," imbuhnya.

Jaksa Penuntut Umum Yogi Budi Aryanto mengatakan replik tetap pada tuntutan yang telah dibacakan. Pihaknya menganggap seluruh unsur terpenuhi.

"Kedua terdakwa dituntut dua tahun penjara," ujarnya.

Namun dalam pembelaan terdakwa, kata dia, unsur dalam tuntutan tidak terpenuhi. Pihaknya masih tetap pada surat tuntutan.

"Kami tetap pada tuntutan besok sudah putusan," tutur dia.

Menurutnya, pada perkara tersebut jaksa merujuk pada surat penguasaan fisik tanah. Pada surat itu yang menandatangi mengaku menguasai fisik tanah.

"Tapi pada kenyataannya tanah itu tidak dikuasai oleh pihak menandatangi surat tersebut," imbuhnya.

Kemudian tedakwa, tidak mengetahui secara pasti lokasi tanah tersebut. Terlebih lokasi tanah itu saat ini bukanlah sawah tetapi darat.

"Kami menindaklanjuti sesuai fakta," tuturnya.

Dikatakannya bidang tanah itu sebelumnya milik Somoredjo. Pemilik tanah itu mensertifikatkan tanah tersebut yang semula hanya C Desa.

"Kemudian dilakukan pembagian waris terus ada penolakan waris dari dua anaknya. Hal itu tercatat kemudian SHM beralih ke anaknya yang lain yakni istri ketiga dan kemudian dibeli oleh pelapor," ujar dia.

Menurutnya, berdasarkan keterangan pelapor  awal pembelian, tanah itu adalah sawah dan lokasinya berada di bawah jalan. Kemudian oleh pemiliknya dilakukan pengurugan tanah.

"Jadi secara yang menguasai tanah itu adalah pelapor," imbuhnya.

Ia menganggap bahwa sertifikat itu sah sebelum adanya pembatalan pensertifikatan dari ahli waris lainnya. Selain itu pihaknya menganggap jual beli yang dilakukan pelapor adalah sah.

"Dua buku tanah dan sertifikat menjadi dasar kami. Tapi ketika sudah beralih ke sertifikat seharusnya ditulisi. Tapi ini tidak ada tulisannya. Tapi fokus kami secara fisik tidak ada penguasaan hak dan kami fokus surat itu masih dipergunakan," tukasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved