Berita Nasional
Air Mata Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Membuat Arif Rachman Gundah Gulana, Kini Merasa Dijebak
Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin dibuat galau oleh air mata Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
TRIBUNJATENG.COM - Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin dibuat galau oleh air mata Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Akibatnya, rasa empati pun muncul sehingga ia mau menuruti semua permintaan Ferdy Sambo.
Karena itulah Arif Rachman merasa dirinya dikondisikan oleh sang atasan dan tak kepikiran ada sesuatu yang janggal terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Auf pun bercerita Sambo dan Putri terus menangis,terlihat terpukul atas kejadian yang menimpa Putri.
Hal tersebut Arif sampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi di persidangan kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Ferdy Sambo Putus Asa dan Frustasi Jelang Vonis: Disebut Terlibat Judi, LGBT dan Punya Bungker Uang
• Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Awal Mula Bertemu Saat SMP, Kisah Cinta Dibacakan dalam Pledoi
Mulanya, anak buah Ferdy Sambo tersebut mengaku dirinya mengalami dilema moral atas penyalahgunaan kekuasaan oleh Sambo.
"Nota pembelaan pribadi kami awali dari penyalahgunaan keadaan oleh atasan kepada kami, sehingga menyebabkan dilema moral," ujar Arif di ruang sidang.
Arif menjelaskan, dirinya melihat Sambo dan Putri menangis ketika sedang bercerita bahwa Putri diduga diperkosa oleh Brigadir J.
Walhasil, timbul rasa empati yang besar di dalam diri Arif kepada atasannya itu.
"Cerita yang disampaikan oleh pimpinan saya saat itu, ditambah dengan apa yang saya lihat dari bapak FS dan ibu PC menangis sedih, jujur membuat perasaan saya yang timbul adalah rasa empati yang besar dari dalam diri saya kepada beliau," tutur Arif.
"Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati, sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu.
Terlebih, dari tampilan raut muka bapak FS dan ibu PC sangat sedih dan terpukul oleh kejadian yang menimpa ibu," sambung Arif.
Selain itu, kata Arif, emosi yang ditampilkan Sambo kerap tidak stabil.
Sebab, kepribadian Sambo tiba-tiba bisa menjadi kasar dan melontarkan ancaman yang membuat Arif tegang.
"Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani, dan takut bercampur. Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang 'menolak perintah atasan'," katanya.
Dia lantas menyinggung budaya komando yang mengakar di Polri, sehingga batasan antara bawahan dan atasan itu terasa nyata.
Arif menyebut hubungan yang berjenjang di tubuh Polri itu sebagai relasi kuasa.
"Pola ini yang kadang gugurkan penyalahgunaan keadaan oleh atasan terhadap bawahan. Kondisi rentan penyalahgunaan keadaan ini mungkin tidak bisa dengan mudah dipahami semua orang," imbuh Arif.
Diketahui, jaksa menuntut mantan AKBP Arif dengan pidana 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan, dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penanganan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Menurut jaksa, ada tiga hal yang meringankan perbuatan Arif, di antaranya mengakui dan menyesali perbuatannya.
"Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa menyesali perbuatannya," ucap jaksa di ruangan PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Selain itu, usia Arif yang masih muda juga masuk ke dalam pertimbangan hal yang meringankan yang disampaikan jaksa. "
Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya," ucap jaksa.
Sementara itu, ada sejumlah hal yang memberatkan perbuatan Arif.
Pertama, Arif memerintahkan rekannya Baiquni Wibowo yang saat itu menjabat mantan PS Kasubag Riksa Baggak Etika Biro Wabprof Divisi Propam Polri menghapus rekaman Yosua saat masih hidup dan berjalan masuk ke rumah dinas Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Selanjutnya, ia mematahkan laptop yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi.
Kemudian, Arif juga tidak memberikan barang bukti elektronik itu kepada penyidik Polri.
"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi yang seharusnya terdakwa melakukan tindakan mengamankannya untuk diserahkan kepada yang punya kewenangan yaitu penyidik," ucap jaksa.
Selain itu, Arif juga melanggar prosedur saat melakukan pengamanan bukti sistem elektronik itu.
Sebab, tindakannya tidak didukung surat perintah yang sah.
Arif pun dinilai terbukti melakukan perintangaan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, berupa perusakan alat bukti elektronik.
Arif dinilai melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Anak Buah Merasa Dijebak dengan Air Mata Sandiwara Sambo dan Putri Candrawathi
Sosok Salsa Erwina, Wanita Garang & Berani Tantang Ahmad Sahroni Anggota DPR RI untuk Lakukan Ini |
![]() |
---|
Heboh Demo DPR RI, Pasha Ungu Bongkar Isi Chat Group Para Dewan: Hati-hati Ada Demo |
![]() |
---|
"Bantu Palsu Rekening" Pengakuan Ken Sempat Bertemu Dwi Hartono Otak Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Perdokjasi Minta Dokter Indonesia Dibekali Ilmu Asuransi Sejak di Bangku Kuliah |
![]() |
---|
Ambisi Politik Dwi Hartono Otak Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Hampir Ikut Pilkada Pemalang dan Tebo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.