Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Serapan Anggaran UMKM di Jateng Minim, Ini Kata Dinkop UKM Jateng

Serapan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membeli produk-produk pelaku UMKM di Jawa Tengah

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
Kepala Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah, Ema Rachmawati di sela menghadiri grand launching Hetero For Startup (HFS) Season 3 di Cinepolis Java Supermall Semarang, Selasa (21/2/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Serapan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membeli produk-produk pelaku UMKM di Jawa Tengah tercatat masih minim. Padahal, dana yang disiapkan tinggi, namun hanya terserap sebagian saja.

Hal itu dikatakan Kepala Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah, Ema Rachmawati. Disebutkan dari total serapan tahun lalu, alokasi yang hampir mencapai Rp 2 triliun untuk UMKM baru sekitar Rp 250 miliar yang bisa diakses.

"Anggaran Pemprov Jateng untuk pengadaan barang dan jasa itu Rp 3 triliun. Nah, 40 persennya itu wajib dialokasikan ke UKM. Itu berarti (ada sekitar 1,2 triliun).

Tahun lalu kita baru bisa mengakses Rp 250 miliar dari alokasi itu," kata Ema ditemui tribunjateng.com di sela menghadiri grand launching Hetero For Startup (HFS) Season 3 di Cinepolis Java Supermall Semarang, Selasa (21/2/2023).

Menurut Ema lebih lanjut, masih minimnya serapan anggaran untuk pelaku UMKM ini karena baru sebagian kecil yang mendapat legalitas berusaha atau dalam hal ini Nomor Induk Berusaha (NIB). Tercatat dari total lebih dari 4,1 juta pelaku UMKM di Jawa Tengah, baru sekitar 250 ribu usaha saja yang sudah memiliki NIB.

"(Usaha yang memiliki) NIB baru sekitar 250 ribu, lambat banget. Misal kita pakai yang 4,1 juta saja (data pelaku UMKM tahun 2016), yang mikro baru sekitar 250 ribuan. Kemudian usaha kecil baru sekitar 13 ribu, lambat banget," sebutnya.

Ema lebih lanjut menyebutkan, masih minimnya pelaku UMKM yang telah mendaftar NIB ini disinyalir karena khawatir jika ke depan dipungut pajak penghasilan.

"UMKM yang tidak mau mendaftar NIB, takut, karena begitu ada NIB (berpikirnya) pasti ada NPWP," sebutnya.

Di sisi itu, Ema menyayangkan jika saat ini belum banyak pelaku UMKM yang mendapat NIB. Hal itu membuat anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pelaku UMKM ini menjadi tidak terserap sepenuhnya.

"Kalau kita sekarang wajibnya yang sudah terdaftar di Blangkon (belanja langsung toko online) Jateng, semacam belanja atau konsumsi tiap hari untuk rapat dan kegiatan. Kalau mereka tidak mau ada NIB, ya tertinggal.

Padahal sekarang kebijakan Presiden, kita wajib membeli produk mikro. (Membeli di usaha) Mikro kalau tidak mau ada NIB, kita tidak bisa karena SPJ kita harus ada NIB," terangnya.

Adapun Ema memaparkan, pihaknya terus mendorong agar pelaku UMKM ini bisa mendapat NIB.

Upaya dilakukan dengan mengajak pihak-pihak yang mendampingi UMKM untuk mendaftarkan NIB bagi UMKM yang didampingi.

"Juga melalui UMKM center, tiap hari buka untuk mendampingi NIB. Pemerintah juga berupaya memberitahu mereka, mau atau tidak untuk menjual (produk) lebih luas," sebutnya.

Sementara itu, Ema menyebutkan, data terakhir UMKM di Jawa Tengah terakhir tercatat pada 2016 lalu sekitar 4,1 juta.

Total itu hingga saat ini dimungkinkan bertambah, terlebih di saat pandemi lalu yang banyak bermunculan pelaku UMKM baru.

"Artinya ada penambahan, meskipun belum rilis resmi (menunggu informasi terbaru BPS). Perkiraan memang bertambah, karena ketika pandemi banyak orang di-PHK, banyak orang beralih ke usaha. Saya lihat seperti itu," sebutnya. (idy)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved