Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Solo

Pakar Lingkungan UNS Sebut Masalah Banjir di Solo Terjadi Karena Kebijakan yang Tumpang Tindih

Kota Solo diterjang banjir pada Kamis (16/2/2023) atau tepat sepekan yang lalu. Sebanyak 21.846 jiwa terdampak dan 4.440 jiwa mengungsi

Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: muslimah
Tribun Jateng/Muhammad Sholekan
Kondisi banjir di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Solo, Jumat (17/2/2023). Kondisi masih terendam air di pemukiman warga. 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Kota Solo diterjang banjir pada Kamis (16/2/2023) atau tepat sepekan yang lalu. Sebanyak 21.846 jiwa terdampak dan 4.440 jiwa mengungsi.

Menanggapi hal itu, Pakar Lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Prabang Setyono, memberikan kritik yang menohok.

Menurutnya, para pemangku kebijakan kerap tumpang tindih dalam menjelaskan penyebab dan masing-masing terkesan mementingkan ego sektoral.

"Sehingga, banjir menjadi momok bagi masyarakat, khususnya yang berdekatan dengan bantaran," ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (23/2/2023).

Baca juga: BBWSBS Ungkap Banyak Bangunan Berdiri di Garis Sempadan Sungai, Persulit Bangun Pengendali Banjir

Menurut Prabang, fenomena banjir di kota yang saat ini dipimpin oleh Gibran Rakabuming Raka lantaran permasalahan yang sangat kompleks. 

Dia mengungkapkan, sebagai kota tua, Kota Solo memiliki sistem pengelolaan yang sudah terbentuk sejak zaman nenek moyang. 

"Mengelola kota tua dengan berbagai permasalahan tentu jauh lebih sulit dibanding membuat kota baru yang berdiri di atas tanah kosong. Di mana semua sistemnya bisa diprogram sesuai kebutuhan ke depan," tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga menyayangkan banyaknya bangunan liar di kawasan aliran sungai.

Prabang mempertanyakan, kenapa justru ada bangunan di pinggiran sungai, apalagi, bangunan-bangunan yang berdiri di bantaran dilengkapi dengan sertifikat.

Bukan hanya itu, bangunan itu juga punya fasilitas air, listrik, dan sebagainya. Seharusnya, bangunan-bangunan dimaksud tidak bisa berdiri, bila masing-masing pihak berkoordinasi satu dengan yang lain.

"Jika salah satu sistem itu rusak, maka akan berpengaruh dengan sistem lainnya. Seperti permasalahan bangunan di pinggir aliran sungai, kalau itu dibolehkan dan dilengkapi fasilitas, tentunya akan terus berkembang," jelasnya.

Terkait pemeliharaan sungai dan bantaran yang tidak diperbolehkan dibangun, lanjut dia, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) punya peran penting sebagai leading sektor. 

Sebelumnya diberitakan, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) menyebut banyak bangunan berdiri di garis sempadan Sungai Bengawan Solo, mulai dari hulu hingga hilir.

Bahkan, tidak hanya di Bengawan Solo, melainkan di anak sungai tersebut. Selain itu bangunan juga banyak yang sudah berdiri dan sudah sertifikat atau legal. 

Sehingga, kondisi itu membuat BBWSBS kesulitan melakukan normalisasi atau penataan sungai untuk pengendalian banjir.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved