Berita Jepara
Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di SMP Jepara Terancam Tak Diproses Hukum, Polisi: Korban Tak Melapor
Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di sebuah SMP Jepara terancam tak diproses hukum karena korban yang takut melapor.
TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Gerak cepat tak dilakukan Disdikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) Kabupaten Jepara saat informasi dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan seorang kepala sekolah di sebuah SMPN di Kecamatan Kembang sebelum mencuat ke publik.
Alih-alih menemui korban dan keluarganya, Disdikpora justru terlebih dahulu menemui sejumlah guru dan siswa ihwal demontrasi yang sempat terjadi di depan sekolah tersebut, beberapa waktu lalu.
Demo itu untuk memprotes dugaan tindakan cabul kepala sekolah mereka kepada teman-temannya.
Baca juga: Mahasiswi UI Jadi Korban Pelecehan Seksual, Jengkel Pelaku Seakan-akan Meledeknya Setelah Beraksi
Mereka meminta kepsek ditindak karena telah melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah siswi.
Pasalnya sejumlah siswi diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal atau fisik.
Aksi demo mereka ini terekam kamera handphone dan tersebar.
Kepala Disdikpora Kabupaten Jepara, Agus Tri Harjono menyampaikan dari hasil wawancara kepada siswa kelas IX, mereka pada intinya meminta kepala sekolah diganti.
Alasan mereka kepala sekolah terlalu keras dalam mendidik.
Penilaian ini siswa berbeda dengan guru.
Para guru menilai kepala sekolah tersebut adalah orang yang disiplin dan memiliki etos kerja yang bagus selama memimpin sekolah.
Atas dasar informasi itu, kata Agus, permintaan penggantian sekolah karena ketikdasukaan siswa kepada sikap keras kepala sekolah, bukan karena informasi dugaan pelecehan seksual.
Menurutnya, kasus pelecehan seksual ini tidak mungkin dilakukan kepala sekolah tersebut.
Pasalnya, ruang kepsek terbuka.
Di samping itu juga ada istri kepsek yang juga mengajar di sekolah yang sama.
“(Jadi) tidak mungkin (pelecehan seksual) itu terjadi. Edan po,” terangnya kepada awak media, Jumat (14/4/2023).
Kalaupun ada pelecehan, ucap Agus, mungkin hanya ringan saja.
Pihaknya berencana akan menemui korban beserta keluarganya terkait dugaan kasus ini.
Pihaknya berupaya menyelesaikan dugaan kasus ini secara internal, bukan ranah kepolisian.
Apabila nanti memang terduga pelaku terbukti melakulkan apa yang disangkakan, pihaknya akan memberikan hukuman tegas.
Sementara itu, sumber tribunjateng.com yang mengetahui dugaan kasus ini bercerita, kasus ini rencananya diselesaikan secara internal sekolah.
Jangan sampai bertambah ramai di publik.
Baca juga: Pelaku Pelecehan Seksual di Bus Transjakarta Ditangkap Polisi, Sempat Lolos dari Kejaran Korban
Hal ini dilakukan untuk menjaga nama baik sekolah.
Dari pihak wali murid dan siswa yang sudah geram denga informasi tersebut meminta penindakan tegas terhadap terduga pelaku.
“Tuntutannya, seluruh wali murid minta kepala sekolah diganti,” ujarnya.
Upaya penyelesain kasus secara kekeluargaan ini memungkinkan masalah tidak berlanjut ke ranah hukum.
Kapolres Jepara AKBP Warsono mengaku sudah mendengar infomasi yang terjadi di salah satu SMPN di Kecamatan Kembang.
Dia sudah memeritahkan Unit IV PPA Satreskrim Polres Jepara untuk memantau informasi ini. Tapi belum bisa melakukan upaya apa-apa.
“Terkendala laporan. Korban tidak ada yang mau buat laporan,” jelasnya.
Baca juga: Partai Ummat Minta Maaf Wartawati Alami Pelecehan Seksual saat Liput Rakernas
Korban Anak Masuk Delik Umum
Sejumlah korban tidak berani melaporkan kejadian ini karena alasan takut. Selain itu juga korban mengalami trauma.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiai Perempuan untuk Keadilan (LBH Apik) Semarang, Raden Ayu Hermawati Sasongko menjelaskan, pihak kepolisian bisa langsung menangani kasus ini meski belum ada laporan dari korban.
“Kasus kekerasan (seksual) khususnya terhadap anak, itu bukan delik aduan, kalau mengacu ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” kata dia saat dihubungi Tribunjateng.com.
Menurutnya Polres Jepara harus melakukan langkah progresif terkait kasus tersebut.
Pertama, aparat penegak hukum mengajukan kepada UPTD atau Pusat Pelayanan Terpadu atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memberikan penguatan kepada keluarga korban.
Termasuk pendampingan psikologi korban.
Selain itu juga dibutuhkan pelayaan medis kepada korban.
Karena butuh visum untuk pembuktikan pelecehan seksual.
Adapun dampak psikologi terhadap korban bisa dibuktikan dengan diperiksa ke psikolog atau psikiater.
Baca juga: Kronologi Seorang Jurnalis Perempuan Diduga Alami Pelecehan Seksual saat Liput Rakernas Partai Ummat
Hasil pemeriksiaan itu bisa membuktikan apa yang dialami korban, seperti mendapat pelecehan seksual secara verbal atau fisik.
Di sisi lain, Ayu juga berpendapat terduga pelaku yang menduduki jabatan kepala sekolah harus segera dinonaktifkan sampai kasus ini selesai.
“Pihak sekolah juga harus menindak tegas pelaku,” tandasnya. (*)
Kantor DPRD Jepara Rusak Parah, Banyak Barang yang Hilang |
![]() |
---|
Aksi Demo di Kabupaten Jepara Ricuh, Kantor DPRD Dirusak |
![]() |
---|
Komitmen Mendukung Gerakan Zakat Indonesia, Bupati Jepada Toreh Penghargaan Baznas RI |
![]() |
---|
Pemkab Jepara Akan Lakukan Rotasi di Bulan September, Ada 8 Jabatan Kosong |
![]() |
---|
Jumlah Penerima Bansos di Jepara Menurun Drastis Hingga 20 Ribu KPM, Ini Penyebabnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.