Wisata Religi
Dibangun Pada 1546, Masjid Laweyan Jadi Masjid Tertua di Kota Surakarta
Dibangun sejak tahun 1546, Masjid Laweyan yang berada di Jalan Liris Nomor 1, Belukan, Desa Kecamatan Laweyan, jadi masjid tertua di Kota Surakarta.
Penulis: Mahfira Putri Maulani | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SOLO – Dibangun sejak tahun 1546, Masjid Laweyan yang berada di Jalan Liris Nomor 1, Belukan, Desa Kecamatan Laweyan, jadi masjid tertua di Kota Surakarta.
Masjid ini merupakan masjid pertama yang didirikan di Kerajaan Pajang. Hingga beralih ke Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Kartasura dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat, masjid ini masih kokoh berdiri.
Masjid itu merupakan hibah Ki Ageng Beluk, seorang lurah di daerah setempat yang beragama Hindu. Lalu datanglah Ki Ageng Enis untuk berdakwah menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Ki Ageng Enis yang merupakan keluarga Kerajaan Majapahit terakhir, Brawijaya V. Ki Ageng henis bertugas sebagai pemangku agama di Kerajaan Pajang.
Setelah lama berdakwah, Ki Ageng beluk akhirnya masuk agama Islam. Hingga akhirnya Ki Ageng Beluk mewakafkan tempat yang awalnya pura tersebut dijadikan masjid.
Humas Masjid Laweyan, Muhammad Nugroho Santoso (39) mengatakan, menurut sejarah Masjid Laweyan ini adalah masjid tertua di Surakarta berdiri tahun 1546.
Nugroho sapaan akrabnya itu mengatakan kala itu Ki Ageng Enis berdakwah selama 19 tahun. Sebelum menjadi masjid, Masjid Laweyan itu dulunya ialah langgar atau musala.
"Ini Masjid masih bentuk asli peninggalan pura. Bagian depan ada tangga jaman dulu adalah pura bersusun-susun untuk menaikkan. Masjid ini hanya kami naikkan lantainya, lainnya masih sama," kata Nugroho.
Di dalamnya terdapat kubah dari bangunan asli, dibagian luar serambi masih bangunan asli, mimbar masjid ada sejak Paku Buwono X, termasuk bedug dan kentongan.
Pantauan Tribunjateng.com, bangunan masjid ini masjid nampak terawat. Masjid ini juga masih digunakan untuk kegiatan keagamaan lainnya.
Nuansa warna hijau mendominasi bangunan Masjid Laweyan ini. Pintu hingga tiang juga masih terjaga keasliannya.
"Tiga lorong masuk di bagian di depan bermakna tiga jalur kehidupan yang bijak. Yaitu Islam, Iman dan Ihsan ditopang dengan 12 kayu penyangga dari kayu jati ditambah bedug dan kentongan yang berusia puluhan tahun," kisah Nugroho.
Nugroho mengatakan Masjid Laweyan ini kini sudah dijadikan cagar budaya dan menerima SK Cagar budaya dari Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming pada 2021.
Karena menjadi cagar budaya, Nugroho mengaku pihak takmir tidak bisa sembarangan melakukan pemugaran. Pihaknya harus izin dengan pihak keraton dan pemerintah.