Berita Ungaran
Seru! Pasar Sawahan di Desa Kalongan Kabupaten Semarang, Hadirkan Suasana Zaman Majapahit
Ratusan warga menikmati aneka makanan tradisional di tepi sawah dalam acara Pasar Sawahan di Desa Kalongan, Kabupaten Semarang
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Ratusan warga menikmati aneka makanan tradisional di tepi sawah dalam acara Pasar Sawahan di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang pada Minggu (4/6/2023).
Acara Pasar Sawahan sendiri telah menjadi satu di antara ikon destinasi desa wisata alam dan kuliner di Ungaran di mana digelar setiap Minggu Pahing dan Minggu Legi.
Dalam agenda tersebut, terdapat 37 lapak penjual meliputi makanan tradisional seperti sega (nasi) jagung, soto, pecel, serta jajanan tradisional seperti serabi, bubur candil, bubur sagu dan lain sebagainya.
Baca juga: Demak Kembali Geliatkan Festival Jajanan Tradisional Jadi Pengungkit Pariwisata
Tak hanya makanan, terdapat juga aneka kerajinan dan mainan tradisional yang berbahan kayu bambu.
Lapak-lapak berupa gubuk berbahan kayu bambu dan penutup atapnya berupa sirap dari kayu ulin.

Berdasarkan penuturan Kepala Desa Kalongan, Yarmuji, konsep dari Pasar Sawahan sendiri tetap menjaga ke-tradisional-an Jawa termasuk bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan alami.
“Jadi seperti nasi jagung ini bungkusnya pakai daun pisang, wadah-wadah makanannya juga memakai kendil. Kami mengusung konsep go-green juga karena mengurangi penggunaan plastik,” kata Yarmuji kepada Tribunjateng.com di acara tersebut.

Satu di antara yang unik dari gelaran tersebut yakni para pengunjung membeli dagangan di sana menggunakan Uli sebagai transaksi pembayaran.
Sebelum memasuki area Pasar Sawahan, para pengunjung menukarkan mata uang Rupiah-nya di Bank Sawahan Penukaran Uang Uli.
Nilai mata uang yang tersedia yaitu 2,5 Uli yang bernilai Rp 2.500, 5 Uli Rp 5.000 dan 10 Uli Rp 10 ribu.
Bahannya sendiri berupa kepingan kayu kecil-kecil dan ditulisi sesuai nilainya.
Seorang pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Loka Karya desa setempat, Chandra, para pengunjung tidak diperbolehkan membayar menggunakan mata uang Rupiah.
Meskipun demikian, jika nantinya pengunjung sudah selesai membeli dan terdapat sisa uang, dapat menukarkan kembali Uli dengan Rupiah.

Dari datanya, omzet yang dihasilkan dari setiap gelaran Pasar Sawahan berkisar antara Rp 15 juta sampai Rp 20 juta.
“Biasanya jumlah pengunjung sekitar 400 sampai 500 orang, 40 persen warga sekitar dan 60 persen dari luar, misalnya Kota Semarang dan Mranggen, Kabupaten Demak,” kata Chandra.
Baca juga: Festival Jajanan Tradisional, Cara Lain Pemkab Demak Bangkitkan Ekonomi Pelaku UMKM
Seorang pengunjung dari Kota Semarang, Ravi Candera, mengaku gembira ketika mengunjungi Pasar Sawahan tersebut.
Menurut dia, suasana di sana seperti kembali ke zaman dahulu saat masa kerajaan.
“Seperti di zaman Majapahit karena saya sering baca-baca sejarah,” ungkapnya. (*)
Tak Hanya Subsidi, Pemkab Semarang Siapkan Strategi Jangka Panjang Selamatkan Petani Tembakau |
![]() |
---|
227 Murid Dapat Makan Bergizi Gratis, Wiji Rahayu Bersyukur SLB Negeri Ungaran Ikut Diperhatikan |
![]() |
---|
Kisah Ariyanto Ikhlas Tak Ambil Kelebihan Bayar PBB, Meski Pemkab Semarang Membatalkan Kenaikan |
![]() |
---|
"Alhamdulillah Beban Ortu Berkurang", Respons Pedagang Kopi Usai Bupati Ngesti Batalkan Kenaikan PBB |
![]() |
---|
Demi Tol Jogja-Bawen, Nasib Ratusan Makam Leluhur Harus Tergusur Proyek Nasional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.