Pemilu 2024
Tanggapan DR M Junaidi, Pakar Hukum Tata Negara USM tentang Isu Putusan Mahkamah Konstitusi
Apabila putusan Mahkamah Konstitusi terkait proporsional pemilihan legislatif dikeluarkan sekarang, maka situasinya tidak tepat.
Penulis: faisal affan | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Apabila putusan Mahkamah Konstitusi terkait proporsional pemilihan legislatif dikeluarkan sekarang, maka situasinya tidak tepat.
Karena saat ini sedang proses tahapan Pemilu 2024. Pasti nanti akan ada yang dirugikan pada saat putusan itu dikeluarkan.
Memang sebaiknya putusan MK itu dikeluarkan jauh hari sebelum proses pemilu berlangsung agar tidak ada yang dirugikan.
Saya yakin saat ini banyak calon legislatif yang sudah pasang baliho di mana-mana. Tapi tiba-tiba MK mengeluarkan putusan proporsional tertutup, pasti mereka rugi dong.
Adapun strategi politik yang sudah diatur sedemikian rupa akhirnya harus berubah.
MK boleh buat putusan soal proporsional pileg, tapi harus berdasarkan asas keadilan, kepatutan, dan kebermanfaatan.
Bila nanti menerapkan proporsional tertutup itu sebenarnya bagus untuk partai politik.
Karena ada peran parpol yang demokratis yang ketika membuat kebijakan bisa terarah.
Tapi tertutup ini demokrasinya jadi tidak dominan apabila tidak dibarengi dengan sistem yang baik. Itu karena kandidat caleg dipilih oleh parpol.
Parpol yang saat ini banyak memiliki kursi di DPR, pasti andalan kandidatnya lebih banyak dibandingkan parpol yang kalah.
Kalau itu seimbang tidak masalah, tapi faktanya saat ini parpol kan tidak imbang. PDIP itu punya anggaran besar, tapi bagaimana dengan partai yang kecil?.
Akhirnya mereka cari calon yang punya popularitas tinggi seperti artis misalnya. Itulah kelebihan dan kekurangannya tertutup.
Kalau masih tetap terbuka itu lebih cenderung pada kompetisi antar caleg. Parpol tidak kelihatan.
Padahal kelembagaan demokrasi itu bagaimana parpol punya peran. Kalau terbuka dikhawatirkan nanti calon tidak bisa dikendalikan oleh parpol.
Padahal orang masuk parpol akan ditanya ideologi politiknya seperti apa.
Misalnya PDIP itu ideologinya sukarnoisme, PBB ya Masyumi, PAN ya ke ideologi Muhammadiyah.
Persoalannya caleg saat ini tidak dibekali dengan ideologi yang sesuai dengan partainya.
Kalau tertutup kader itu harus siap untuk ditugaskan seperti halnya pemilu 1998. Tapi kalau terbuka kita bebas memilih.
Ada calon yang ditaruh ke nomor urut terakhir bisa saja menang karena kedekatan dengan masyarakat.
Parpol yang memiliki sistem kaderisasi kuat, sistemnya kuat, maka ketika pileg tertutup berpotensi menang.
Saya menduga bisa saja parpol yang kecil itu mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan MK. Ini yang pernah terjadi pada tahun 2014.
MK membuat putusan pencalonan presiden ambang batas nol persen. Tapi berlakunya di Pemilu 2019.
Padahal DPR sudah mengubah presidensial threshold jadi 20 persen pada tahun 2017. Bisa saja DPR ngebut untuk membuat itu biar terbuka. Hal itu bisa mengacaukan sistem pemilu.
Karena dalam asas hukum peraturan tidak boleh dibuat tergesa-gesa. Ini kok waktunya pertandingan malah bikin putusan. Jelas tidak fair kasihan yang sudah pasang baliho.
Menurut saya, MK memiliki dua pilihan saat mengeluarkan putusan terkait proporsional pileg. Yang pertama putusan tertutup bisa diberlakukan pada Pemilu 2029.
Atau yang kedua MK bisa saja melakukan penundaan Pemilu 2024. Ini yang belum banyak orang ketahui.
PN saja bisa masa MK tidak berani. Kalau sampai ada penundaan pemilu, anggota DPR jelas tabur bunga. (afn)
Baca juga: Dedy Yon Beri 3 Petugas Kebersihan Jalan Kota Tegal Hadiah Sepeda
Baca juga: Chord Kunci Gitar Sandiwara ILIR7
Baca juga: 1.000 Pelari Meriahkan Friendship Run di Bandung, Atikoh Berlari Tempuh 5 Kilometer
Baca juga: 20 Ribu Tiket Timnas Indonesia Vs Argentina Ludes di Hari Pertama, Siap-siap Besok War Hari Kedua
Membaca Ulang Partisipasi Pemilih pada Pemilu Tahun 2024: Antara Antusiasme Elektoral dan Kejenuhan |
![]() |
---|
Inilah Sosok Rizqi Iskandar Muda Anggota DPRD Jawa Tengah Termuda Asal Batang, Dilantik Bareng Ayah |
![]() |
---|
Kisah Happy Franz Haloho, Dilantik Jadi Anggota DPRD 2024-2029 Meski Hanya Modal 94 Suara |
![]() |
---|
2 Caleg PDIP Ancam Kepung Gedung DPRD Karanganyar, Jika Tak Dilantik Sebagai Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Komeng Raih 5.399.699 Suara, Ternyata Tak Otomatis Jadi Ketua DPD, Justru Malah Nama Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.