Pemilu 2024
Membaca Ulang Partisipasi Pemilih pada Pemilu Tahun 2024: Antara Antusiasme Elektoral dan Kejenuhan
Dignity Indonesia menyelenggarakan Webinar Sinergy yang membahas partisipasi pemilih pada pemilu dan Pilkada tahun 2024.
Penulis: Franciskus Ariel Setiaputra | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dignity Indonesia menyelenggarakan Webinar Sinergy yang membahas partisipasi pemilih pada pemilu dan Pilkada tahun 2024.
Tingginya angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 tidak serta-merta menunjukkan kedewasaan demokrasi, melainkan menyimpan paradoks antara antusiasme elektoral dan gejala kejenuhan demokrasi.
Data resmi menunjukkan bahwa partisipasi pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 di DKI Jakarta mencapai 78,78 persen, sementara pada Pilkada DKI 2024, tingkat partisipasi turun signifikan menjadi hanya 58 % .
Angka ini menunjukkan jurang partisipasi antara dua jenis pemilu yang dilaksanakan dalam tahun yang sama.
“Tren penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 harus dilihat lebih dalam. Apakah ini merupakan akibat kejenuhan, ketidakpercayaan terhadap partai politik, atau faktor institusional penyelenggara? Selain itu, irisan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 disebut turut menurunkan efektivitas sosialisasi dan pendidikan pemilih,” tutur Anggota KPU Kalimantan Barat Kartono Nuryadi.
Tiga faktor utama penurunan partisipasi pemilih yaitu, pertama faktor politik. Minimnya gagasan dalam kampanye, dominasi politik identitas, serta rendahnya kepercayaan terhadap partai politik menjadi penyebab apatisme. Penggunaan isu SARA juga dinilai memecah belah publik dan melemahkan semangat partisipasi. Kedua, faktor penyelenggara pemilu.
Ketidaktransparanan dalam pemutakhiran data pemilih, keterlambatan logistik, serta persepsi akan adanya pelanggaran atau kecurangan dalam pemungutan suara memengaruhi kepercayaan publik. Ketiga, faktor aksesibilitas dan informasi.
Bagi kelompok pemilih marginal, disabilitas, maupun yang tinggal di daerah terpencil, akses ke TPS masih menjadi hambatan. Kurangnya penyediaan informasi yang jelas juga membuat pemilih merasa terpinggirkan.
“Banyaknya laporan pelanggaran, terutama dalam bentuk kampanye terselubung dan penggunaan politik uang, menunjukkan bahwa proses elektoral belum lepas dari praktik-praktik manipulatif. Dalam situasi ini, partisipasi tinggi sering kali lahir dari tekanan atau mobilisasi, bukan dari pemahaman dan kesadaran politik yang reflektif,” kata Anggota Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo.
Peneliti Dignity Indonesia Aji Imawan menambahkan bahwa pendidikan politik merupakan faktor yang penting.
Kata kunci dari pendidikan politik ini adalah peserta Pemilu, dalam hal ini yakni partai politik.
Namun kita tidak bisa menyalahkan partai politik karena kita sebagai warga negara lah yang punya kedaulatan rakyat.
Pendidikan Pemilu harus dilakukan secara berkelanjutan, tidak hanya saat tahapan berjalan, kita semua memiliki andil disini.
Demokrasi tidak cukup hanya mengundang warga ke TPS. Demokrasi yang sehat adalah ketika partisipasi tidak berhenti di bilik suara, tapi berlanjut dalam kontrol, deliberasi, dan kepercayaan terhadap sistem yang inklusif dan adil.
Adapun sejumlah rekomendasi yang diberikan Dignity Indonesia yakni Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah yang Lebih Jelas
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 memberikan arah pemisahan waktu Pemilu dan Pilkada. Ini perlu diikuti dengan strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih yang lebih berkelanjutan, tidak hanya saat tahapan berjalan.
Inilah Sosok Rizqi Iskandar Muda Anggota DPRD Jawa Tengah Termuda Asal Batang, Dilantik Bareng Ayah |
![]() |
---|
Kisah Happy Franz Haloho, Dilantik Jadi Anggota DPRD 2024-2029 Meski Hanya Modal 94 Suara |
![]() |
---|
2 Caleg PDIP Ancam Kepung Gedung DPRD Karanganyar, Jika Tak Dilantik Sebagai Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Komeng Raih 5.399.699 Suara, Ternyata Tak Otomatis Jadi Ketua DPD, Justru Malah Nama Ini |
![]() |
---|
SOSOK Mirati Dewaningsih, Pilih Mundur dari DPD RI, Kini Incar Kursi Bupati Maluku Tengah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.