Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Caddy SRG Yang Dipecat Mengadukan Pengelola Ke Disnaker Kota Semarang

Polemik pemecatan sepihak Caddy golf oleh pengelola Semarang Royale golf (SRG) jalan Gombel Lama Nomor 90 Banyumanik.

Tribun Jateng/ Rahdyan Trijoko Pamungkas
Penasihat Hukum Caddy, Yulianto dan pihak manajemen Semarang Royale Golf melakukan tripartit ke Kantor Disnaker Kota Semarang 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Polemik pemecatan sepihak Caddy golf oleh pengelola Semarang Royale golf (SRG) jalan Gombel Lama Nomor 90 Banyumanik Semarang masih terus berlanjut, Kamis (15/6/2023).

Para caddy yang diberhentikan oleh Manajemen PT Ardina Prima, selaku pengelola SRG mengadu ke Kantor Disnaker Kota Semarang.

Adanya aduan kedua pihak diundang ke Kantor Disnaker untuk dilakukan klarifikasi.

Baca juga: Bongkar Misteri Ibu Muda Tewas Sembari Peluk Bayinya, Polisi Autopsi Jasad dan Periksa Saksi

Baca juga: Kisah Inspiratif Gadis Tunanetra Gunungkidul, Biayai Kuliah Dengan Bermain Catur

Penasihat Hukum Caddy, Yulianto menyebut aduan ke  kantor Disnaker dilakukan karena pengelola SRG melakukan Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) sepihak tanpa diberikan hak pekerja sesuai aturan yang berlaku.

Sebelumnya pembicaraan bipartit oleh HRD PT Ardina Prima telah dilakukan namun tidak semua caddy menyepakati.

"18 caddy yang awalnya menolak, 10 diantaranya menyetujui, tinggal 8 yang tidak terima dan menempuh mediasi di kantor Disnaker," jelasnya.

Dikatakannya, para caddy telah bekerja melakoni profesinya sejak tahun 2006. Para caddy itu seharusnya mendapatkan pesangon yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

"Klien kami, para caddy menuntut haknya sesuai pasal 156 UU Cipta Kerja," tuturnya.

Yulanto membeberkan upah yang diberikan pengelola SRG kepada para Caddy melanggar aturan ketenagakerjaan. Upah yang diberikan di bawah Upah Minimum Kota (UMK).

"Per hole tiap main dihargai Rp 50 ribu. Rata-rata per bulan di bawah jauh UMR, kisaran Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta per bulan," tuturnya.

Dia menyebut bahwa para caddy memiliki hubungan ketenagakerjaan dengan pengelola. Perusahan itu memberlakukan absensi, dan menerapkan sanksi terhadap para caddy.

"Ada absensinya, dan sanksi. Jika tidak masuk atau terlambat maka akan terkena sanksi," ujarnya.

Ia berharap Disnaker, dan pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib pekerja kelas bawah yaitu caddy yang bekerja di SRG. 

Terutama penegakan aturan soal pemberian upah maupun pesangon jika terjadi PHK sepihak. 

"Kami sebagai kuasa hukum merasa empati, masyarakat pekerja harusnya dihargai. Keduabelah pihak saling membutuhkan. Perusahaan tanpa caddy tidak jalan, caddy tidak ada perusahaan ya juga tidak jalan," tandasnya.

Terkait aduan itu pihak PT Ardina Prima belum memberikan tanggapan atas pengaduan para caddy maupun hasil pertemuan tripartit di Disnakertrans.  

"Kami belum bisa memberi keterangan," tutur perwakilan pengelola SRG Ekwan Priyanto.

Terpsisah, Mediator Disnaker Issamsudin mengatakan pertemuan itu  mendengarkan informasi dari para pihak. 

Para caddy yang diwakili kuasa hukumnya menyampaikan keterangan seputar telah bekerja di SRG  cukup lama. 

Sementara perwakilan PT Ardina Prima memberi informasi jika perusahaan tersebut belum lama mengelola SRG.      

"Dari SRG mereka hanya mendapatkan pelimpahan pengelolaan karena memenangkan tender pada tahun 2022," ujarnya.

Dikatakannya, Disnaker belum bisa memberikan anjuran penyelesaian sengketa kepada para pihak. Sebab  pertemuan tripatit masih tahap awal.  

"Sebuah kewajiban bagi Disnaker  memberikan solusi  terbaik sesuai aturan yang berlaku. Kami lanjut  klarifikasi kedua, minggu depan diharapkan nanti bisa didapatkan informasi lanjut tentang apa yang ingin dimediasikan," terangnya.

Ia menuturka  jika akhir mediasi tidak ada titik temu maka sengketa bisa diselesaikan lewat Pengadilan Hubungan Industrial guna. Hal itu untuk mendapat kepastian hukum. 

" Semisal  tidak ada kesepakatan kami menganjurkan, para pihak diberi kesempatan dulu untuk menanggapi, kalau menerima anjuran alhamdulillah, kalau tidak monggo bisa dilanjut untuk mendapatkan kepastian hukum dengan mengajukan permohonan di Pengadilan Hubungan Industrial," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved