Berita Nasional
Selain Jabatan 9 Tahun, Apdesi Minta Dana Desa 10 Persen dari APBN, Segera DIbahas di DPR
DPR segera sahkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6/2014 tentang Desa (RUU Desa) menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Ada beberapa
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - DPR segera sahkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6/2014 tentang Desa (RUU Desa) menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Ada beberapa perubahan penting dalam draf RUU Desa.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sudah menerima audiensi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Kompleks Parlemen Senayan pada Rabu (5/7/2023).
Dalam kesempatan itu, Dasco menyatakan RUU Desa akan disahkan jadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna, Selasa (11/7/2023) mendatang.
Minimal, ada 5 perubahan penting draf RUU Desa dibanding UU Desa yang berlaku sekarang. Antara lain, terkait penambahan hak kades di Pasal 26 ayat (3) huruf c.
Kades menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan.
Dalam draf RUU Desa, ada tambahan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, serta tunjangan purnatugas satu kali di akhir masa jabatan.
Kades juga akan mendapatkan uang pensiun setelah selesai menjabat. Besarannya akan diatur dalam PP. Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga akan menerima tunjangan purnatugas serupa.
Pasal 39, tentang masa jabatan kades 6 tahun bisa menjabat 3 periode. Akan berubah menjadi 9 tahun tapi paling banyak 2 periode. BPD juga akan diatur tentang keterwakilan perempuan anggotanya, minimal 30 persen.
Yang tak kalah penting adalah usulan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengenai Dana Desa. Apdesi mengusulkan Dana Desa dialokasikan 10 persen dari APBN.
Terkait hal ini, Wapres Ma'ruf Amin menyatakan, usulan Apdesi mengenai Dana Desa dialokasikan 10 persen dari APBN bisa dibahas lewat proses revisi Undang-Undang Desa.
"Sekarang ini Undang-undang tentang Desa sedang dilakukan ada perubahan, perbaikan undang-undang, ya kita harapkan nanti aspirasi ini bagian daripada yang menjadi pembahasan ini," kata Ma'ruf di Pondok Pesantren Muqimus Sunnah, Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (7/7/2023).
Ma'ruf pun mengajak publik untuk menunggu hasil pembahasan revisi UU Desa kelak, apakah usul itu diterima atau tidak. Terlepas dari itu, Ma'ruf menegaskan bahwa pemerintah punya perhatian terhadap aparat desa dengan mengucurkan dana desa.
"Tetapi caranya bagaimana, besarnya berapa, dan dari mana (anggarannya) diambil, saya kira itu bagian nanti yang dibahas dalam perubahan UU Desa," kata dia.
Sebelumnya, Apdesi mengusulkan dana desa sebesar 10 persen dari APBN Mereka menuntut hal itu diakomodasi dalam revisi UU Desa.
Hal itu disampaikan di hadapan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menerima audiensi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
"Kepala-kepala desa di seluruh Indonesia menjadikan patokan bahwa 10 persen APBN, kita harapkan itu masuk ke undang-undang. Setelah dikurangi pokok bunga, kemudian dan subsidi," katanya saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (5/7/2023).
Ketua Apdesi, Surta Wijaya menjelaskan, dana desa sebesar 10 persen dari APBN akan mempercepat pembangunan, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakat desa.
Dana itu juga dinilai berfungsi mendukung program nasional dan daerah, di antaranya adalah penanganan stunting, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Melebihi Era Orba
Berbagai usulan Apdesi dalam RUU tersebut mendapat sorotan tajam. Pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan menilai, revisi UU Desa rawan menimbulkan penyalahgunaan dan sarat transaksi politik.
Djohan menyebut, masa jabatan kepala desa 9 tahun melampaui lama masa jabatan kades pada rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.
"Di zaman Pak Harto itu masa jabatan kepala desa satu periode 8 tahun," kata Djohan, Rabu (5/7/2023).
Pada era Orde Baru, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mengatur masa jabatan kepala desa 8 tahun dalam satu periode dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. Artinya, pada masa itu, kepala desa paling lama menjabat 16 tahun.
"Itu saja pemerintahan sangat otoriter, sangat sentralistik, militeristik, serba terpusat, dan terjadi penyeragaman seluruh desa di Indonesia,” ujar Djohan.
Menurut Djohan, rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.
Seharusnya, sebagai negara demokratis, masa jabatan para pemimpin, termasuk di level daerah, dibatasi agar tak terlalu lama.
Apalagi, saat ini Indonesia sudah memasuki era Reformasi. Namun, faktanya, ketika mayoritas pemimpin seperti presiden dan wakil presiden, bupati, dan wali kota masa jabatannya di kisaran 5 tahun, kepala desa yang lingkup kerjanya lebih sederhana justru dapat menjabat hingga 9 tahun.
"Kita 6 tahun masa jabatan katakan sudah melampaui, sekarang dibuat jadi 9 tahun. Itu lama berkuasa besar, potensi penyimpangannya juga besar," katanya.
Rawan Korupsi
Djohan pun menilai, penambahan masa jabatan kades menjadi 9 tahun rawan menimbulkan penyimpangan. Menurut dia, potensi korupsi semakin terbuka lebar jika kepala desa diberi kekuasaan dalam kurun waktu yang panjang.
"Menyebabkan tata kelola governance dengan uang yang besar itu akan tidak efisien dan efektif, bahkan berpotensi ke penyimpangan, korupsilah,” katanya.
Situasi ini diperumit dengan minimnya kompetensi kepala desa dalam mengelola administrasi daerah. Namun, hal ini sulit dihindari lantaran kepala desa merupakan jabatan politis yang ditentukan oleh rakyat.
Demikian pula dengan perangkat desa, umumnya adalah orang-orang yang sebelumnya turut mensukseskan kepala desa dalam pemilihan, tapi miskin pengetahuan pengelolaan pemerintahan.
Menurut Djohan, revisi UU Desa hanya mengutamakan kepentingan kades, bukan warga desa. Sebab, tampak jelas bahwa poin-poin yang direvisi dalam undang-undang ini bakal memperluas sekaligus memperkuat kekuasaan kades.
Bahkan, pembuat UU mengusulkan untuk menambah besaran dana desa dari Rp 1 miliar per tahun setiap desa, menjadi Rp 2 miliar.
Menurut Djohan, kepentingan kepala desa dalam revisi UU Desa terlihat jelas sejak awal. Kepala desa-lah yang sedari awal menyuarakan penambahan masa jabatan lewat revisi UU ini. (kompas/tribun/dtc/tribun jateng cetak)
Layanan Kesehatan Gratis Serentak, Langkah Nyata Kemenham Jateng Wujudkan Hak Kesehatan Masyarakat |
![]() |
---|
Kemenham Jateng Gelar Bimbingan Teknis Strategi Nasional Bisnis dan HAM serta Sosialisasi PRISMA |
![]() |
---|
Tim Tangguh! Kanwil Kemenham Jateng Raih Juara 2 di Turnamen Mobile Legends HUT Ke-80 RI |
![]() |
---|
Setelah Viral Video Bidan Berenang Seberangi Sungai demi Obati Pasien, Prabowo Kucurkan Rp26,5 M |
![]() |
---|
Posisi Politik Bupati Pati Sudewo Kian Terpojok? Diduga Terima Aliran Dana Suap DJKA Kemenhub |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.