Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Alissa Wahid Soal Nikah Beda Agama: Selesaikan di Agama Masing-masing

Alissa mengatakan, lebih baik persoalan nikah beda agama diselesaikan di agama masing-masing saja

Editor: muslimah
humas bnpt
Alissa Wahid 

TRIBUNJATENG.COM - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus putri Presiden ke-4 Gus Dur, Alissa Wahid mengatakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tidak boleh memaksakan semua agama untuk memedomani aturan perihal pernikahan beda agama dan keyakinan.

Alissa menjelaskan, jika larangan menikah beda agama dijadikan kebijakan negara, maka akan membingungkan agama-agama yang membolehkan pernikahan beda agama.

"Nikah beda agama itu ya itu sebenarnya harus diperhatikan. Karena kalau di dalam agama Islam, bisa saja (aturan) itu dilakukan.

Tapi kalau menjadi kebijakan negara itu, padahal agama Kristen dan agama Katolik membolehkan lho nikah beda agama," ujar Alissa saat ditemui di Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

"Terus bagaimana dong? Terus dilarang? Wong mereka (beberapa agama) membolehkan (nikah beda agama) begitu," sambung dia.

Baca juga: Beda Agama tapi Tetap Mau Nikah? Hukum Penundukan Diri Jadi Solusi

Baca juga: 4 Hari 8 Penambang Terjebak di Lubang Tambang Emas di Banyumas, Kata Basarnas soal Peluang Bertahan

Alissa mengatakan, lebih baik persoalan nikah beda agama diselesaikan di agama masing-masing saja.

Jika masyarakat muslim meyakini pernikahan beda agama tidak diperbolehkan, maka silakan saja meyakini keyakinan tersebut.

Namun, kata dia, negara tidak boleh memaksakan agama lain yang memandang pernikahan beda agama diperbolehkan harus mengikuti aturan pelarangan tersebut.

"Agama-agama yang meyakini itu boleh, ya jangan dipaksa dengan aturan yang dikenakan pada semua. Kalau ada aturan seperti itu, itu kan aturannya berlaku untuk semua. Itu yang tidak fair. Harus disesuaikan dengan UUD, sesuai dengan agama dan keyakinan," imbuh Alissa.

Dalam SEMA ini, Hakim dilarang untuk mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.

"Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan,” demikian bunyi SEMA ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Senin (17/7/2023).

Dalam SEMA ini disebutkan, perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.

Hal ini sesuai Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan,” tulis poin dua SEMA tersebut. (kompas.com)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved