Berita Feature
Sosok Icha Mahasiswi Disabilitas Lulus Cumlaude UIN Purwokerto, Sempat Takut, Titik Balik Semester 6
Icha, demikian teman-teman kuliah dan komunitas memanggilnya, lulus cumlaude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,76
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Selasa, 29 Agustus 2023 adalah hari yang spesial bagi Isarotul Imamah.
Setelah berjuang selama 3 Tahun 8 bulan 28 hari, mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu Purwokerto) akhirnya lulus dan diwisuda menjadi sarjana.
Icha, demikian teman-teman kuliah dan komunitas memanggilnya, lulus cumlaude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,76.
Perjuangannya tak mudah karena ia dihadapkan pada keterbatasan
Baca juga: Kisah Inspiratif Gadis Tunanetra Gunungkidul, Biayai Kuliah Dengan Bermain Catur

Ya, Icha adalah penyandang disabilitas Tuli. Dia tidak mendengar.
Gadis asal Cilongok, Kabupaten Banyumas ini harus berjuang menyesuaikan diri di lingkungan yang belum mendukung untuknya untuk mendapatkan akses secara sempurna.
Termasuk saat mengikuti perkuliahan.
Apalagi di awal masuk kuliah teman-teman dan para dosen belum mengetahui identitasnya sebagai Tuli. Sehingga ia sempat kesulitan dan menghambat akses informasi pengetahuan dari dosen saat mengikuti perkuliahan.
"Lebih dari 10 tahun aku terjebak dalam pemahaman atau mengartikan kondisi aku sebagai sebuah kekurangan, sebagai sebuah penyakit," ungkap Icha.
Dulu Merasa Berbeda dan Takut
Icha didiagnosa tak bisa mendengar oleh medis saat berusia delapan tahun. Sejak itu, harapan untuk sembuh selalu terbesit setiap saat.
Selama lebih dari 10 tahun itu, Icha selalu merasa bahwa ia berbeda, tidak sama dengan semua teman-teman yang lainnya.
"Aku merasa aneh pada kondisiku, aku takut teman-temanku menjauhiku karena kondisiku. Aku takut guru-guruku memandangku aneh. Ketakutan itu, membuatku rapat-rapat menyembunyikan kondisiku yang sebenarnya, tidak berani mengungkapkan secara langsung pada orang lain," cerita Icha.
Caranya menutupi kondisinya dengan menggali kelebihan yang dimiliki. Ia mengasah daya ingat agar semakin tajam.
Selain itu hobi membaca dan menulis juga selalu ia rutinkan.
"Kedua hal tersebut yang bisa kujadikan selimut tebal untuk menutupi kekurangan. Saat itu aku belum menerima diri aku yang sesungguhnya," lanjutnya.
Dengan berbagai upaya itu pula, Icha tetap berprestasi meski masih menutup diri.
Diantaranya, ia menjadi juara 1 lomba resensi buku dalam kegiatan Gebyar Hari Kunjung Perpustakaan tahun 2020 yang diselenggarakan oleh UPT Perpustakaan UIN Saizu Purwokerto
Titik Balik saat Bertemu Teman Tuli

Icha mulai membuka diri sejak April 2022.
Menurutnya, semua berawal saat ia bertemu dengan teman-teman yang menyebut identitas mereka sebagai 'Tuli'.
"Saat itulah aku juga mengetahui identitas aku. Tuli atau Deaf. Sebuah identitas yang merujuk pada individu yang tidak mendengar. T pada kata Tuli yang seharusnya ditulis kapital karena kata tersebut menunjukkan sebuah identitas.
"Identitas minoritas. Ini sungguh menjadi perspektif yang baru buat aku. Perspektif yang tidak banyak orang tahu. Perspektif yang menilik pada kaca mata sosial dan juga HAM," jelasnya.
Sejak itu pula ia mulai mempelajari tentang budaya Tuli dan dunia Tuli dari teman-teman Tuli.
Icha mulai membuka mata selebarnya bahwa ada perbedaan yang sangat kontras di antara budaya Tuli dan budaya Dengar serta dunia Tuli dan dunia Dengar.
Menurutnya, Tuli sebagai bagian dari identitas multikultural manusia ternyata juga memiliki bahasa tersendiri sebagai bagian dari budayanya, yakni Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
"Berubahnya pandanganku yang secara sadar mengakui bahwa identitasku sebagai Tuli, secara otomatis mengubah sikapku yang sangat berbanding terbalik dengan dahulu," imbuh Icha.
Jika dulu ia selalu menganggap hal tersebut sebagai sebuah kekurangan, sekarang ia merasa lebih nyaman dan lebih percaya diri disebut sebagai Tuli.
Titik balik kehidupannya itu terjadi saat memasuki semester enam.
Sebagai Tuli, Icha mengungkap banyak sekali tantangan yang harus ia hadapi dan kendala/hambatan yang harus ia atasi.
Para dosen, pegawai, seluruh stakeholder kampus bahkan tak terkecuali teman-temannya belum tahu menahu cara berkomunikasi dengannya.
Sebagian besar dari mereka memang belum pernah mendapat pengalaman langsung berinteraksi dengan teman Tuli.
Jadi, akhirnya Icha memutuskan untuk terang-terangan mengungkapkan identitasnya dan menjelaskan hal-hal yang menjadi hambatan selama kuliah.
"Karena aku sadar bahwa jika aku tidak memberitahu hambatanku, itu akan sama saja menyusahkan diri aku sendiri,"
Ia mencontohkan, dulu ia berusaha keras memahami penjelasan dosen sendirian karena tak berani bertanya. Icha juga sungkan bertanya ke teman
"Sekadar untuk menanyakan "ada informasi baru apa?" rasanya sungkan, rasanya aku ga berani. Hal itulah yang rupanya menyusahkan diri aku sendiri".
Icha juga memberitahu tentang akses yang dibutuhkan selama di kelas perkuliahan maupun di luar kelas.
Saat perkuliahan, ia membutuhkan akses visual dan tulisan.
Salah satunya yakni PPT (Power Point), penjelasan di papan tulis, artikel jurnal yang relevan dengan tema materi perkuliahan. Ketiga hal itu dapat membantunya mengakses informasi pengetahuan yang disampaikan dosen.
Membaca gerak bibir
Cara Icha mendengarkan penjelasan dosen adalah dengan membaca gerak bibir (lipreading) .
Menurutnya, itulah bagian tersulit. Seringkali ia tidak dapat menangkap apa yang disampaikan dosen.
Apalagi, saat wabah Covid melanda sehingga semua orang harus memakai masker jika di tempat umum.
Tentu saja saat itu Icha tidak dapat mengetahui apa yang orang itu sampaikan.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menginstal aplikasi Transkripsi Instan di ponsel.
"Aku harus selalu duduk di bangku barisan paling depan, paling dekat, berhadapan dengan dosen agar apa yang dosen sampaikan, suaranya dapat tertangkap oleh ponsel, dan aplikasi itu mulai bekerja otomatis menampilkan kata demi kata dari apa yang dosen sampaikan," jelasnya.
Beruntung, Icha memiliki sahabat-sahabat yang baik, yang nemiliki empati tinggi. Mereka selalu siap sedia membagikan hasil catatan perkuliahan.
Aktif di Komunitas

Icha saat ini aktif di Komunitas Batir Isyarat Banjoemas (BIB), komunitas sosial yang bertujuan utama mewujudkan ekosistem inklusif di kabupaten Banyumas dan sekitarnya.
Komunitas ini sekaligus menjadi wadah bagi anak muda Tuli mengembangkan SDM, potensi dan belajar manajemen organisasi/kepemimpinan.
Icha aktif terlibat dalam sebagian besar program yang dijalankan komunitas BIB.
Ia antara lain menjadi tutor atau guru Tuli yang mengajarkan BISINDO baik kepada murid-murid atau orang-orang yang tertarik belajar BISINDO.
Kelas tersebut gratis, terbuka untuk umum, untuk siapa saja yang mau belajar.
Peserta kursus BISINDO beragam mulai dari pelajar SMA, Mahasiswa, guru, dan orang tua yang punya anak Tuli.
Dalam kesempatan tersebut, Icha juga sharing tentang dunia Tuli dan budaya Tuli kepada mereka.
"Memperkenalkan dunia dan budaya Tuli dapat membuka kesadaran (Deaf Awareness) pada mereka, agar mereka semua dapat mengetahui etika berkomunikasi dengan Tuli. Sehingga nantinya mereka dapat menganggap Tuli sebagai manusia yang sama halnya seperti mereka, hanya saja mereka memerlukan akses yang berbeda," katanya.
Pengalaman Sidang Skripsi

Pengalaman tak terlupakan Icha selama kuliah diantaranya saat sidang proposal dan sidang munaqosyah/sidang skripsi.
Untuk memperlancar kegiatan tersebut, ia didampingi seorang teman yang bertugas menjadi typist/notetaker.
Intinya, sang temanlah yang menuliskan apapun yang disampaikan dosen.
Hingga akhirnya, Icha bisa melalui semua dengan happy ending dan lulus cumlaude.
Dia sangat bersyukur punya teman yang baik, orangtua yang medukung dan komunitas (BIB) yang menjadi suport system.

Icha menyampaikan harapannya dimana seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia dapat menerapkan sistem pendidikan yang inklusif, memberikan akomodasi yang aksesibel sesuai dengan kebutuhan mahasiswa-mahasiwi Disabilitas .
"Untuk anak-anak muda Tuli, jangan takut untuk bercita-cita setinggi langit, jemput dan peluk impian kalian dengan usaha dan tekad yang berani," tandasnya.
Setelah diwisuda, Icha akan melanjutkan perjuangannya. Ia akan mengikuti tes CPNS dan berusaha melanjutkan kuliah S2. Tak ada kata menyerah (*)
Isarotun Imamah
UIN Saizu Purwokerto
mahasiswi
Cumlaude
tribunjateng.com
Rancamaya
uin saifuddin zuhri
wisuda
Kisah Rizky, Putri Buruh Harian Lulus Cumlaude sebagai Wisudawan Terbaik FH Unsoed |
![]() |
---|
3 Hari Tersesat di Hutan Jati Blora, Truk Boks Berhasil Dievakuasi, Warga Gelar Selamatan Dulu |
![]() |
---|
Kondisi Terkini Pasar Kambing Semarang yang Melegenda, Patung Masih Berdiri Tapi Situasi Beda |
![]() |
---|
Alasan Mbah Yudi Warga Batang Tinggal Dengan Ayam, Sudah 4 Kali Pindahkan Rumah |
![]() |
---|
Cerita Indra Pemuda Tunadaksa di Tegal, Kembangkan Usaha Anyaman Bambu Hingga Buka Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.