Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Dampak El Nino

Terdampak El Nino, Petani di Jawa Tengah Khawatir Makin Merugi

Dampak fenomena El-Nino telah dirasakan sejumlah petani di wilayah Jawa Tengah. Produksi padi mereka mulai terganggu

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Muhammad Olies
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah 
Pedagang beras di jalan Pedamaran Semarang tampak sedang menunjukkan beras dagangannya. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dampak fenomena El-Nino telah dirasakan sejumlah petani di wilayah Jawa Tengah. Produksi padi mereka mulai terganggu dan bahkan sebagian tanaman mengalami puso di tengah kekeringan ekstrem ini.

"Dampaknya jelas mengganggu produksi. Tanaman padi yang butuh banyak air itu banyak yang puso, termasuk punya saya sendiri. Di lain tempat juga banyak, yang mau mulai tanam di MT (musim tanam) 1 mendatang (Oktober), banyak yang tidak berani karena tidak ada air," kata Kamelan (50) petani di Margorejo, Pati, Rabu (6/9/2023).

Kamelan menjelaskan, aktivitas tani padi itu ia menyewa lahan di Kecamatan Jakenan dengan luas tanam 3,6 hektar. Menurut dia, dari total itu yang sudah pasti kering sekitar 2 hektar. Selebihnya, berpotensi mengalami puso.

Baca juga: Dampak El Nino, Tiga Desa di Kabupaten Pekalongan Kekurangan Air Bersih

Ia mengatakan, sebelumnya ia sempat menggunakan air dari sungai. Namun kini sungai sudah kering. Ia dan petani lain juga sudah berupaya membuat sumur bor sampai kedalaman 120 meter, namun hasilnya air yang keluar menurutnya juga sangat sedikit.

Akibat kekeringan ini, ia mengaku merugi. Menurut dia, kerugian dari biaya produksi yang sudah dikeluarkan itu sekitar Rp 15 juta - Rp 20 juta per hektar di luar biaya sewa.

"Seandainya panen, potensi hasilnya ini sekitar Rp 200 juta. Apalagi, saat ini harga gabah termahal selama sekitar 10 tahun terakhir. Saya sudah keluar biaya sekitar Rp 100 juta. Saya seluruhnya pakai uang pinjaman. Sekarang cuma bisa pasrah, karena ini fenomena alam," ungkapnya.

Ia melanjutkan, hampir semua petani di sekitarnya merasakan hal sama. Hanya mereka yang menanam palawija tahan terhadap kekeringan.

Lebih lanjut, ia berharap pemerintah dapat menambah atau membangun waduk agar bisa menampung lebih banyak air saat musim hujan.

"Pemerintah harus mengambil tindakan agar saat musim hujan, air yang terbuang minim, buat cadangan saat musim kemarau," ujarnya.

Dampak kekeringan ekstrem yang dialami petani padi ini juga turut memberikan pengaruh terhadap usaha penggilingan padi.

Baca juga: Antisipasi Dampak El Nino, Mentan SYL Dorong Kadis Pertanian se-Jawa Tengah Perkuat Produksi

Murdono, pelaku usaha penggilingan padi di Blora menyebutkan, penggilingan besar-besar saja seperti miliknya yang kini masih bertahan. Disebutkannya, ada sekitar 12 penggilingan besar di daerah itu dan yang aktif sekitar 2-3 saja. Sedangkan penggilingan skala kecil menurut dia saat ini dalam kondisi merugi.

"Sejauh ini suplai ke tempat penggilingan saya masih relatif aman. Kami dalam sebulan itu produksinya rata-rata 800 - 1.000 ton. Hanya saja, karena kasihan yang jual, mau cari untung juga susah, kami malah banyak minus. Selama Agustus ini ada 800 ton yang kami proses.

Kalau yang kecil-kecil normalnya dapat sekitar 100 ton per bulan. Kalau kondisi seperti itu ya mending tidak usah, karena rugi," kata Murdono.

Murdono mengatakan, ia dan para pelaku penggilingan padi lainnya menyadari bahwa ini merupakan dampak dari El Nino. Produksi pertanian mengalami penurunan, yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga beras.

Adapun ini juga terjadi secara global, di mana sejumlah negara telah menutup keran ekspor beras.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved