Program PINTAR
Tingkatkan Rasa Percaya Diri Belajar Bahasa Inggris melalui Speed Dating
Speed dating menjadi model pembelajaran yang sesuai untuk siswa dalam menguasai keterampilan berbicara (speaking).
Oleh: Ana Rahmawati Ningsih MPd, Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 2 Cepiring Kab Kendal Sekolah Diseminasi Program PINTAR Tanoto Foundation
TIDAK didapatkannya mata pelajaran Bahasa Inggris ketika siswa duduk di bangku sekolah dasar; berubahnya sistem kurikulum membuat mata pelajaran Bahasa Inggris dihapuskan meski sebagian kecil dari mereka masih mendapatkan; dan tidak adanya dasar pembelajaran Bahasa Inggris membuat siswa kelas 7 harus mengulang dasar-dasar Bahasa Inggris.
Itulah faktor-faktor penyebab kekurangfasihan siswa kelas 7 SMP Negeri 2 Cepiring dalam berbicara Bahasa Inggris (speaking). Berbicara (speaking) menjadi salah satu keterampilan berbahasa yang tak kalah penting dari ketiga keterampilan lainnya, seperti mendengarkan (listening), membaca (reading), dan menulis (writing).
Pada materi permintaan maaf (apology) dan terima kasih (gratitude), siswa diharapkan dapat berbicara dengan menggunakan ungkapan-ungkapan beserta responsnya. Dengan keterampilan berbicara yang masih di bawah standar, tujuan pembelajaran pun sukar untuk dicapai.

Kendala berikutnya yang ditemukan adalah terbatasnya penguasaan kosakata Bahasa Inggris karena kurangnya daya dukung. Siswa belajar Bahasa Inggris di sekolah dengan bermodal kamus berbentuk buku. Ketika sampai di rumah, mereka mudah melupakan kosakata-kosakata tersebut karena tidak ada dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Apalagi Bahasa Inggris bukan bahasa ibu bagi keluarga dan lingkungan sekitar siswa untuk percakapan sehari-hari.
Fasilitas dan daya dukung sekolah yang kurang maksimal juga menjadi tantangan siswa dalam proses belajar. Guru harus menerapkan model pembelajaran meski bukan high-tech. Di samping itu, gaya pembelajaran yang monoton akan menambah kendala dalam pembelajaran.
Seperti pembelajaran berbicara (speaking), guru mengandalkan buku teks sekolah. Guru hanya mengajari siswa cara melafalkan dan membaca kalimat-kalimat ungkapan. Tidak merangsang siswa untuk aktif berbicara Bahasa Inggris.
Pemberian materi tentang ungkapan-ungkapan apology dan gratitude terselip penanamaan karakter bagi siswa. Karena ada tiga kata ajaib yang ditanamkan bagi generasi muda. Dua dari kata tersebut ada pada materi apology dan gratitude.
Ada beberapa faktor yang menunjukkan bahwa peserta didik tidak dapat menguasai keterampilan berbicara dengan baik. Tidak pernah aktif dalam berkomunikasi, merasa gugup, takut melakukan kesalahan, dan keterbatasan kosakata. Hal-hal tersebut membuat peserta didik sering mengalami kesulitan ketika mereka akan mengungkapkan kalimat.
Oleh karena itu, speed dating menjadi model pembelajaran yang sesuai untuk siswa dalam menguasai keterampilan berbicara (speaking).
Pertama, siswa membentuk dua baris dan saling berhadapan. Tergantung jumlah siswa di dalam kelas. Jika siswa berjumlah besar, siswa dapat membentuk dua baris berikutnya. Siswa membuat dua baris dan berhadapan. Mereka akan mempraktikkan ungkapan-ungkapan apology dan gratitude setelah menerima situasi dari guru.
Kedua, guru memberikan situasi kepada siswa. Contoh situasi, Ana comes late. She asks an apology. Her English teacher forgives her and gives a suggestion.
Ketiga, siswa saling berhadapan dan saling berperan sebagai Ana dan guru. Siswa A mengutarakan permintaan maaf dan siswa B meresponsnya. Misal, siswa A sebagai Ana berkata, “Forgive me, Ma’am. I am sorry for coming late.” Siswa B menjawab, “That’s quite all right. But, next time you musn’t be late.”
Keempat, guru memberikan situasi yang berbeda. Kemudian, siswa pada salah satu baris akan bergeser ke kanan atau kiri sesuai kesepakatan awal untuk berganti pasangan.
Salah satu baris siswa akan bergeser ke kanan atau ke kiri sesuai dengan kesepakatan awal. Berikutnya, guru akan memberikan situasi baru.
Kelima, setelah guru memberikan situasi permintaan maaf (apology). Guru dapat memberikan situasi untuk ucapan terima kasih (gratitude). Contoh situasi, Ana wants to borrow Ani’s laptop. Ani permits Ana to borrow her laptop.
Keenam, siswa berhadapan dan berperan sebagai Ana dan Ani. Misal, siswa Ana berkata, “May I use your laptop?” Siswa Ani menjawab, “Sure.” Siswa Ana berkata kembali, “Thank you.” Siswa Ani menjawab kembali, “Don’t mention it.”
Ketujuh, guru memberikan situasi yang berbeda. Siswa pada salah satu baris dapat bergeser ke kanan atau ke kiri sesuai dengan persetujuan kelas pada awal pembelajaran.
Kegiatan speed dating menciptakan kesan tersendiri bagi siswa, salah satunya Aaron Alfa Adika.
"Saya senang untuk materi ungkapan maaf (apology) dan berterima kasih (gratitude) menggunakan cara seperti ini karena saya merasa lebih percaya diri dalam berbicara Bahasa Inggris. Selain itu, saya dapat mengungkapkan kalimat-kalimat tanpa gugup lagi,” kesan Aaron.
Dhany Pratama Putra juga menambahkan bahwa ia belajar Bahasa Inggris dengan cara yang tidak biasa. Ia dapat menguasai pelbagai kosakata baru dan lebih percaya diri dalam mengungkapkan ide, khususnya pada proses pembelajaran dengan materi apology dan gratitude.
Pada pembelajaran speaking dengan menggunakan speed dating, siswa merasa lebih terbantu. Siswa kelas 7 SMP Negeri 2 Cepiring dapat mengungkapkan ide, menggali kosakata, dan lebih percaya diri, sehingga hasil penilaian untuk materi apology dan gratitude meningkat. (*)
Pemkab Kendal Sosialisasikan Perbup Literasi dan Numerasi, Dorong Transformasi Pendidikan Sejak Dini |
![]() |
---|
SMPN 31 Semarang Luncurkan Program Duta OTSAB untuk Meningkatkan Kolaborasi Orang Tua dan Sekolah |
![]() |
---|
Guru SDN Sadeng 02 Semarang Mengajarkan Logika Berpikir melalui Unplugged Coding Literacy |
![]() |
---|
Sinergi Lintas Sektor untuk Menumbuhkan Budaya Numerasi Sejak Dini |
![]() |
---|
Tanoto Foundation Fellowship Program 2025 Kembali Dibuka, Siap Cetak Pemimpin Pendidikan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.