Berita Semarang
LIPSUS Prostitusi Online di Semarang : PSK Layani Pria Hidung Belang di Kamar Kos atau Hotel
Sekarang ini prostitusi online makin menjamur. Pekerja seks perempuan (PSP) menjajakan dirinya sendiri dengan blak-blakan siap melayani pria hidung
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Kendati begitu, para tim pendamping tetap melakukan edukasi kesehatan pengecekan rutin IMS seperti HIV, sipilis dan pemberian alat pengamanan. Terutama ke tempat hiburan seperti Sunan Kuning (SK), Gambilangu (GBL), dan Poncol.
"Saya sih hanya edukasi ke mbak-mbak untuk jaga kesehatan. Di Kota Semarang seperti di SK, GBL dan Poncol ada teman penjangkau yang melakukan edukasi dan pembagian alat kontrasepsi," ujarnya.
Ia mendorong pemerintah kota melakukan pendekatan ke tempat-tempat praktik PSP untuk memberikan edukasi kesehatan. Sebab, jangan sampai praktik tersebut tak terkontrol lalu angka HIV juga ikut tumbuh subur.
"Jangan sampai HIV tumbuh subur karena tracking hanya sekedar fokus di tempat hiburan seharusnya merambah pula ke tempat yang sekiranya menjadi keluar masuk transaksi prostitusi online seperti kos-kosan," ujarnya.
Dijual Pasangan
Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) mencatat selama Januari-Juni terdapat 30 PSP di Kota Semarang mengalami tindak kekerasan.
Puluhan perempuan tersebut dipaksa menjadi PSP oleh pasangannya. Mereka dijual melalui platform chatting online. Mirisnya, di antara meraka dipekerjakan sebagai PSP dalam kondisi hamil.
"Iya, ada kasus itu, total 30 orang yang kami data di enam bulan ini. Satu di antaranya ibu hamil 29 minggu (7 bulan) jadi PSP di kawasan karaoke Kota Semarang," ucap Nurul.
Korban dipaksa melayani pelanggan oleh pasangannya bila menolak melayani maka akan dihajar. Bahkan, kejadian terakhir perut korban yang sedang mengandung ditendang.
"Korban takut melapor hanya terdokumentasikan saja," paparnya.
Tak hanya itu, adapula PSP yang dipaksa melayani empat pria di hari yang sama meski kondisi tubuhnya telah lelah. Korban telah menolak tetapi pasangannya tetap memaksa lantaran sudah ada empat orang yang telah memesan di aplikasi pesan chatting.
"Korban sudah konfirmasi capek tetapi si pacar menargetkan harus mendapatkan uang sekian sehingga harus dilayani," terangnya.
Menurut Nurul, PSP menjadi kelompok rentan kekerasan tetapi para korban tak berani melaporkan situasi kerentanan yang dihadapinya. Mereka tidak memiliki keberanian sehingga suaranya tidak didengarkan. "Kami edukasi dan motivasi tapi tetap tidak berani melapor dengan beberapa pertimbangan," jelasnya.
Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasan para korban tak melapor. Di antaranya ketika melapor lalu melakukan visum baik polisi maupun dokter biasanya akan menormalisasi karena dianggap bagian dari risiko pekerjaan.
"Padahal mereka tidak memiliki cita-cita menjadi PSP," katanya. Alasan berikutnya, mereka belum sepenuhnya menjadi perempuan independen sehingga masih tergantung dengan pasangannya.
Penguatan Peran Posyandu Didorong, Wali Kota: Garda Terdepan Bantu Masalah Kesehatan |
![]() |
---|
Imbas Konflik di RSI Sultan Agung Semarang, Lembaga Mediasi Sengketa Dokter dan Pasien Dibentuk |
![]() |
---|
Menyingkap Rahasia Rumah Kuno Tanpa Pondasi Beton di Kampung Bang Inggris Semarang |
![]() |
---|
Gubernur Jateng Dikritik LP2K, Usai Sebut Anak Kaget Makan MBG Spageti Karena Terbiasa Mi Instan |
![]() |
---|
Kata Bahagia Kayla Magang Perdana di Kantor Kecamatan Pedurungan: Senang Bisa Diterima di Sini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.