Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Viral

Air di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Surut, Muncul Makan Kuno dan Kuburan Orang-orang PKI

Baru-baru ini, munculnya ratusan makam kuno dan kuburan orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia

|
Editor: muh radlis
Kompas.com
Makam kuno dan kuburan orang PKI muncul di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. 

Ketika para pasukan Cakrabirawa sedang sibuk mengurusi jenazah para perwira, Ishak melepaskan Sukitman.

Ishak menyembunyikan Sukitman di dalam mobil jipnya.

Pada akhirnya, Sukitman pun berhasil selamat dari maut.

Meskipun Ishak tidak terlibat dalam proses penculikan dan pembunuhan para perwira TNI AD, ia tetap ditahan tanpa proses peradilan.

Masih di hari yang sama, 1 Oktober 1965, ia bersama dengan prajurit Cakrabirawa lain yang terlibat dalam G30S dijebloskan ke dalam tahanan.

Ishak dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang selama 17 hari. Setelah itu, Ishak Bahar dipindahkan ke Lapas Salemba hingga dibebaskan 13 tahun kemudian.

Serma Boengkoes

Serma Boengkoes adalah salah satu pelaku langsung dari Tragedi 30 September 1965 yang ditugaskan untuk menculik Mayjen MT Haryono.

Dalam misi penculikan tersebut, Serma Boengkoes menjabat sebagai Komandan Peleton Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan Cakrabirawa yang berada di bawah Letkol Untung. Dia mengaku hanya menjalankan perintah atasannya yaitu Lettu. Doel Arief.

Pada 29 September jam 15.00 WIB, Serma Boengkoes mendapat perintah untuk melakukan penculikan terhadap Dewan Jenderal. Dewan Jenderal ini memiliki tujuan ingin mengkudeta Soekarno.

Ketika ditanya apakah Boengkoes mengerti dengan yang dimaksud "Dewan Jenderal", dia menjawab dalam masa G30S tersebut ada dua kubu yang tampak-nya sedang berkonflik dalam kemiliteran terutama di Angkatan Darat. Yaitu apa yang disebut sebagai "Dewan Jenderal" dan "Dewan Revolusi".

"Dewan Jenderal" adalah yang berniat melakukan coup pada Presiden Soekarno sedangkan "Dewan Revolusi" adalah yang berniat menyelamatkan Presiden Soekarno. Menurut Boengkoes ada ketidakserasian dalam Angkatan Darat tidak hanya menyangkut Soekarno.

Pada dini hari menjelang subuh, tiga truk yang yang dipenuhi tentara berangkat menuju rumah MT Haryono di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Sesampainya di lokasi, Sersan Boengkoes, yang menjadi komandan peleton, turun lebih dulu untuk mengetuk pintu rumah MT Haryono.

Pintu tersebut dibuka oleh istri MT Haryono. Boengkoes pun mengatakan jika MT Haryono harus menghadap ke Presiden Soekarno sekarang juga.

Istri Haryono mengatakan bahwa suaminya akan segera menyusul, dan meminta para prajurit berangkat ke Istana terlebih dahulu. Namun, Boengkoes tetap bersikeras menunggu.

Haryono pun segera merebut selongsong salah satu tentara yang masuk ke kamarnya. Namun Haryono ditembak oleh Sersan Boengkoes. Haryono masih hidup saat itu. Namun dalam perjalanannya menuju kediaman Soekarno, Haryono tewas.

Haryono bersama dua perwira TNI-AD lain, yakni Jenderal Ahmad Yani dan Mayjen D.I. Pandjaitan, dibawa dalam keadaan sudah tak bernyawa pada 1 Oktober 1965.

Pada 3 Oktober, tiga mayat jenderal itu ditemukan di dalam sumur di Lubang buaya. Empat jasad jenderal lainnya juga ditemukan di situ.

Atas perkara tersebut, Sersan Mayor Boengkoes dipenjara di LP Cipinang selama 33 tahun.

Dia dibebaskan dari LP Cipinang pada tanggal 25 Maret 1999.

(*)

Baca juga: Heboh Siswa Mesum Melecehkan Guru Wanita, Caranya Menggambar Wanita Telanjang di Papan Tulis

Artikel ini telah tayang di Tribun Timur

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved