Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Gibran Maju Pilpres, Survei Kompas Ungkap Publik Memandang Negatif Politik Dinasti

Survei Litbang Kompas mencatat sebanyak 60,7 persen menyatakan "ya" soal terpilihnya Gibran untuk melaju ke pilpres sebagai bentuk politik dinasti

Editor: Vito
TRIBUNNEWS
Bakal Cawapres pendamping bakal Capres Prabowo Subianto yang diusulkan Partai Golkar Gibran Rakabuming Raka bersama melambaikan tangan ke arah wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di Jakarta, Minggu (22/10/2023). 

Adapun, bakal capres KIM Prabowo Subianto merespon tudingan politik dinasti Presiden Jokowi. Menurut dia, politik dinasti dengan berbakti untuk rakyat tak ada salahnya.

"Dinasti, semua dinasti bung. Kita jangan cari yang negatif, cari yang positif. Orang ingin berbakti apa salahnya?" tukasnya, kepada awak media, di Hotel Darmawangsa Jakarta, Senin (22/10).

Prabowo mengatakan bahwa dirinya juga politik dinasti. Ia menyebut soal ayahnya dan pamannya yang berbakti untuk rakyat.

"Saya juga dinasti. Saya anaknya Soemitro. Paman saya gugur untuk Republik Indonesia. Kami dinasti merah putih, kami dinasti patriot," tandasnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa dirinya merupakan dinasti yang ingin mengabdi untuk rakyat. "Kami dinasti patriot yang ingin mengabdi untuk rakyat. Kalau dinasti Pak Jokowi ingin berbakti untuk rakyat, kenapa, salahnya apa?" bebernya.

Ketua Umum Partai Gerindra itupun mengajak semua pihak untuk berpikir yang positif. "Jadi berpikir yang baik, berpikiran positif," ujarnya.

Sementara, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengkritik pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut dinasti Presiden Jokowi tidak masalah ketika tujuannya adalah untuk berbakti ke rakyat.

Ia menyebut, Prabowo salah memahami soal definisi dinasti politik dalam konteks mengomentari dinasti Jokowi.

"Mungkin Pak Prabowo salah memahami ya dinasti politik dengan keluarga. Kalau dari jawabannya, Pak Prabowo kesannya itu dinasti politik sama saja dengan keluarga. Padahal beda, ada terminologinya dalam ilmu politik dan hukum tata negara," ucapnya.

"Dinasti politik itu adalah pada saat orang-orang yang punya hubungan kekerabatan langsung, dan pada saat keluarganya sedang menjabat, mengambil keuntungan politik dari posisi keluarganya itu untuk menguatkan jaringan politik keluarga itu," jelasnya, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (23/10).

Bivitri menegaskan, dinasti politik tidak dibenarkan meski dengan alasan seperti yang diungkapkan Prabowo, yaitu berbakti kepada rakyat, jika dilihat dari sudut pandang hukum tata negara atau ilmu politik.

Ia pun mencontohkan ketika dinasti politik langgeng di tengah masyarakat perlu dinilai pula apakah cara tersebut sudah sesuai dengan prinsip etika politik atau tidak. Selain itu, dinasti politik yang dilanggengkan apakah juga merusak sistem tata negara atau tidak.

"Intinya harus disadari bahwa politik dan tata negara itu ukurannya bukan berbakti atau tidak berbakti untuk bangsa. Ukurannya harus selalu apakah ada prinsip-prinsip etika politik yang dilanggar, apakah mereka merusak sistem atau tidak," tandasnya. (Kompas.com/Fika Nurul Ulya/Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha/Yohanes)

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved