Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Subsidi Tepat, Nelayan Kecil Pekalongan Lebih Mudah Dapatkan Solar

Sebuah kapal berukuran 3 gross ton (GT) lantang melintas di antara kapal-kapal berbobot puluhan GT yang bersandar di kawasan Pelabuhan Perikanan

|
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy

TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Sebuah kapal berukuran 3 gross ton (GT) lantang melintas di antara kapal-kapal berbobot puluhan GT yang bersandar di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP), pekan lalu.

Kapal yang dikemudikan Eko Purnomo (39) itu lantas menepi tepat di sebelah Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, yang jaraknya hanya berbataskan tanggul di bibir pantai.

Diturunkannya empat buah jeriken dari kapal, lalu ia berjalan menuju Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) itu dengan melewati beberapa anak tangga.

Lantas ditunjukkannya QR Code pada kertas kecil kepada petugas untuk pengecekan.

Sudah beberapa bulan ini Eko memang selalu menyertakan QR Code untuk pembelian solar bersubsidi. Hal itu seiring dengan pemberlakuan skema Full QR Code yang diterapkan Pertamina untuk program Subsidi Tepat, khususnya solar subsidi di seluruh Indonesia sejak 22 Juni lalu.

“Beli solar subsidi sekarang gampang, sudah ada aplikasi. Kemudian pelayanannya cepat,” kata Eko yang merupakan warga Panjang Baru, pekalongan Utara saat ditemui Tribun Jateng.

Petugas di Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, mengisi solar subsidi ke jeriken milik nelayan, Jumat (20/10/2023).
Petugas di Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, mengisi solar subsidi ke jeriken milik nelayan, Jumat (20/10/2023). (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

Eko mengatakan, sebagai nelayan kecil di daerah tersebut ia merasa mudah mendapatkan solar bersubsidi. Selain jarak SPBB dekat dengan perairan Pekalongan, menurutnya untuk membeli solar juga lebih tepat setelah adanya program itu.

Berdasarkan rekomendasi yang ditetapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat, Eko mendapat jatah pembelian solar subsidi seharga Rp 6.800/liter itu sebanyak 60 liter per hari.

Jumlah ditetapkan itu menurutnya lebih jelas dan susuai dengan kebutuhan operasional kapalnya sehari-hari.

“Kalau kebutuhan saya antara 60-65 liter per hari, itu sudah untuk pulang-pergi. Ya selama ini cukup, karena nelayan terkadang ada libur. Kalau kurang, bisa beli dulu pas libur,” terang Eko.

Eko mengatakan, kemudahan mendapat subsidi solar selama ini sangat membantu di tengah penghasilan nelayan yang tidak menentu. Seperti saat hasil tangkapan sedang minim seperti sekarang ini, ia masih mantap menebar jala karena biaya operasional masih bisa ditutup.

“Alhamdulillah, nutup. Cuma nelayan kecil seperti saya ini kan bergantung cuaca. Kalau cuaca buruk, tidak berangkat, kalau cuaca enak (baik) berangkat. Kalau satu malam ramai, (penghasilan) Rp 1 juta dapat, terkadang bisa sampai Rp 2 juta. Kalau sepi paling dapat Rp 300 ribu. Rp 300 ribu itu misal buat beli solar Rp 200 ribu, saya dapat Rp 100 ribu,” ujar Eko.

Eko dalam satu minggu ia bisa melaut antara empat sampai lima kali. Ia biasa berangkat pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB sampai esok hari. Adapun waktu tempuh pulang-pergi, masing-masing sekitar 1 jam.

Ia kemudian menjual hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) setempat antara pukul 09.00-10.00 WIB.

“Hasilnya, kalau sekarang ini sudah dua bulanan lumayan sepi tapi masih berlayar, masih cukup untuk keluarga. Nilai jual bulan ini, sekitar Rp 600 ribu sekali melaut. Itu masih pendapatan kotor, bersihnya ya dapat Rp 300 ribu. Buat tambah-tambah pendapatan, saya ternak ayam di sekitar rumah,” kata Eko mantap.

Kemudahan mendapatkan solar subsidi turut diakui Ba’asor (33), warga Krapyak Lor. Ba’asor bilang rumah dan tempat kapalnya bersandar cukup dekat dengan SPBB tersebut karena masih berlokasi di satu kelurahan. Menurutnya, solar subsidi di SPBB tersebut juga selalu tersedia, sehingga ia bisa mempersiapkan pembelian bio solar setiap kali akan melaut.

“Satu kali trip itu saya berangkat pukul 5 sore, pulangnya besok subuh. Itu butuh solar 60 liter,” kata Ba’asor yang juga mendapatkan jatah pembelian solar sebanyak 60 liter per hari.

Ba’asor menyebutkan, hasil dia tebar jaring bergantung musim. Adapun saat ini, rata-rata ia mendapatkan ikan-ikan kecil, cumi-cumi, dan rajungan.

Nelayan menunjukkan bukti transaksi setelah melakukan pembelian solar subsidi di Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Jumat (20/10/2023).
Nelayan menunjukkan bukti transaksi setelah melakukan pembelian solar subsidi di Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Jumat (20/10/2023). (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

Sekali melaut, ia bisa mendapat penghasilan antara Rp 500 ribu - Rp 1,3 juta. Penghasilan itu kemudian disisihkan sebagian untuk pembelian solar dan operasional lainnya.

Menurut Ba'asor, hasil ia melaut sejauh ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama istri dan dua anaknya. "Alhamdulillah nutup, hasilnya bisa buat makan,” tambahnya.

Manager SPBB 47.511.05 Jasa Mina, Indah Wahyu mengatakan, jumlah kapal dengan rekomendasi pembelian solar subsidi yang dilayani di SPBB tersebut ada sebanyak 125 kapal. Adapun rata-rata kapal dilayani yakni sebanyak 80 kapal per bulan, telah disesuaikan dengan adanya nelayan libur melaut.

Menurut Indah, pembelian solar bersubsidi itu dibatasi dengan bobot maksimal kapal 30 GT. Sedangkan di atas itu, hanya bisa membeli solar non subsidi dengan harga lebih tinggi yakni Rp 13.700/liter. “Untuk jumlah pembeliannya, susuai yang tertulis di surat rekomendasi yang dikeluarkan DKP. Ada yang (mendapat jatah pembelian) 30 liter, sampai 20 ton per kapal per hari,” sebut Indah.

Senior Supervisor Communication and Relations Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (RJBT) Marthia Mulia Asri menambahkan, total di Jawa Tengah saat ini ada sebanyak 15 SPBN. Adapun dari total itu, rata-rata kebutuhan tiap SPBN yakni sebanyak 216 kiloliter per bulan. “Rata-rata (kebutuhan tiap SPBN) sama, 216 KL. Tertingginya, bulan Maret lalu itu penyaluran bisa 400 KL,” sebut Thia, panggilan Marthia.

Sementara itu Thia menambahkan, untuk memenuhi ketersediaan BBM bagi nelayan di Jawa Tengah, Pertamina terus berupaya mendorong penambahan SPBN. Hal itu di antaranya melalui program Solar untuk Koperasi (Solusi) Nelayan, yang merupakan program bersama Kementerian Koperasi UKM, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Melalui program tersebut, di wilayah kerja RJBT juga akan ada penambahan SPBN. “Jadi ada progres untuk penambahan SPBN yang ada di Semarang dan Kendal,” imbuhnya. (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

Baca juga: KISAH Mariyati, TKI di Malaysia yang 15 Tahun Hilang Kontak, Akhirnya Bisa Pulkam Bertemu Keluarga

Baca juga: FAKTA Siswa SMA di Barito Nekat Tantang Duel Gurunya, Pemicunya Sepele Bikin Geleng Kepala

Baca juga: Cara Pemprov Jateng Atasi Kenaikan Harga, Subsidi Harga Hingga Kenalkan Pangan Alternatif

Baca juga: Terjunkan 17 Atlet Renang Pelajar, Ketua PRSI Jepara: Target 3 Emas

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved