Berita Nasional
Achsanul Qosasi Merengut hingga Berkerut saat Ditahan, Diduga Terima Rp 40 M dalam Kasus Korupsi BTS
Saat digiring ke mobil tahanan, tampak raut wajahnya merengut hingga kerut di dahinya terlihat jelas
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA- Kejaksaan Agung menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Kominfo.
Dengan ditetapkannya Achsanul menjadi tersangka menambah panjang daftar status tersangka kasus korupsi BTS 4G tersebut. Achsanul menjadi tersangka ke-16.
"Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami temukan sebelumya, sepakati kesimpulan telah ada cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," ujar Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers, Jumat (3/11).
Begitu ditetapkan tersangka, tampak Achsanul Qosasi digiring petugas Kejaksaan Agung dari Gedung Pidana Khusus menuju mobil tahanan mengenakan rompi pink.
Saat digiring ke mobil tahanan, tampak raut wajahnya merengut hingga kerut di dahinya terlihat jelas.
Baca juga: Inilah Tampang Achsanul Qosasi, Anggota BPK Yang Diduga Terima Suap Rp 40 Miliar Kasus BTS 4G
Pandangan matanya pun selalu ditundukkan ke bawah, menghindari sorot kamera.
Dengan tangan diborgol, dia memegang sebuah map kertas berwarna senda dengan rompi tahanan Kejaksaan.
Menurut Kuntadi, Achsanul ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik memperoleh alat bukti yang cukup.
"Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami temukan sebelumya, sepakati kesimpulan telah ada cukup alat bukti untuk mebetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," katanya.
Sebelum ditetapkan tersangka, Achsanul Qosasi terlebih dulu diperiksa tim penyidik sejak pagi hingga siang hari.
Pemeriksaan itu sendiri mengenai uang Rp 40 miliar terkait jabatannya sebagai Anggota III BPK dalam kasus korupsi BTS.
"Siang ini tim penyidik kejagung telah memanggil saudara AQ selaku saksi dalam perkara adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang sebesar kurang lebih 40 miliar yang diduga terkait dengan jabatan," kata Kuntadi.
Uang Rp 40 miliar itu diterima Achsanul Qosasi di Hotel Grand Hyatt,
Jakarta. Dari hasil penyidikan, diperoleh bukti bahwa dia menerima Rp 40 miliar di hotel mewah tersebut pada Selasa 19 Juli 2022 malam hari.
Uang itu diterimanya dari Sadikin Rusli, pihak swasta yang sebelumnya sudah dijadikan tersangka.
Sadikin Rusli sendiri menerima uang tersebut dari Windi Purnama, kurir yang juga kawan eks Dirut BAKTI Anang Achmad Latif.
"Bahwa sekitar tanggal 19 Juli 2022 sekitar pukul 18.50 WIB bertempat di Hotel Grand Hyatt, diduga saudara AQ telah menerima sejumlah uang sebesar kurang lebih 40 miliar dari saudara IH melalui saudara WP dan SR," katanya.
Akibat perbuatannya itu, Achsanul Qosasi dijerat Pasal 12B, Pasal 12E atau Pasal 5 ayat 2 huruf B juncto pasal 15 Undang-Undang Tipikor atau Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Hingga kini, masih ditelusuri oleh tim penyidik ke mana uang tersebut bermuara, apakah ke Achsanul sendiri atau ke pihak lain.
"Sampai saat ini hal itu masih kami dalami kami masih mencari alat bukti kemana aliran uang tersebut tentunya itu menjadi materi penyidikan kami," ujar Kuntadi.
Pun dengan tujuan penerimaan Rp 40 miliar tersebut, hingga kini tim penyidik masih mendalaminya.
Sementara ini, ditemukan dua dugaan, yakni antara mempengaruhi proses penyidikan atau proses audit proyek BTS di BPK.
Namun dipastikan peristiwa penerimaan Rp 40 miliar itu terjadi pada saat kasus korupsi tower BTS Kominfo baru disidik Kejaksaan Agung.
"Masih kami dalami ya, apakah uang sejumlah 40 miliar tersebut dalam rangka untuk mempengaruhi proses penyidikan kami, atau dalam rangka untuk mempengaruhi proses audit BPK. Tapi yang jelas peristiwa tersebut terjadi pada saat awal-awal kami melakukan penyidikan," ujar Kuntadi.
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak nota pembelaan eks Direktur Utama Baktim Kominfo Anang Ahmad Latif dalam kasus korupsi pengadaan menara BTS Bakti Kominfo.
Adapun hal itu Jaksa ungkapkan dalam pembacaan replik dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
"Supaya majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili dan memeriksa perkara ini menolak seluruhnya nota pembelaan yang disampaikan oleh tim pemasihat hukum terdakwa Anang Achmad Latif," kata Jaksa di ruang sidang.
Jaksa pun meminta agar majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada Anang Latief sesuai tuntutan yang dilayangkan pihaknya. "Memohon majelis hakim menghukum terdakwa sesuai dengan tuntutan pidana penuntut umum," ujarnya.
Sementara itu dalam pembacaan replik selanjutnya, Jaksa juga menolak secara keseluruhan pleidoi dari Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto.Jaksa menilai baik Ahmad Latief dan Yohan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 tahun 1999.Lantas Jaksa pun meminta agar majelis hakim mengabulkan replik yang telah diajukan oleh KPK.
"Memohon majelis hakim menerima jawaban atau replik penuntut umum sebagai satu kesatuan dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan akhir oleh majelis hakim," kata jaksa.
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak nota pembelaan Jhonny G Plate dalam kasus korupsi pengadaan menara BTS Bakti Kominfo.
"Menolak pokok materi nota pembelaan atau pleidoi tim penasehat hukum dan nota pembelaan atau pribadi terdakwa," kata Jaksa saat bacakan replik di ruang sidang.
Alhasil Jaksa pun meminta agar majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Plate sesuai tuntutan yang dilayangkan pihaknya."Memohon majelis hakim menghukum terdakwa sesuai dengan tuntutan pidana penuntut umum," ujarnya.
Sementara itu, ditolaknya pleidoi eks Menteri Kominfo itu lantaran Jaksa berpandangan bahwa Plate terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 tahun 1999. Lantas Jaksa pun meminta agar majelis hakim mengabulkan replik yang telah diajukan oleh KPK.
"Memohon majelis hakim menerima jawaban atau replik penuntut umum sebagai satu kesatuan dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan akhir oleh majelis hakim," pungkasnya.(Tribun Network/aci/fah/wly)
Apa Bahaya XFG? Varian Baru Covid-19 Stratus Sudah Masuk ke Indonesia |
![]() |
---|
Kabar Duka, Kwik Kian Gie Mantan Menko Ekonomi Asal Pati Jawa Tengah Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Demokrat Bantah Terlibat Polemik Ijazah Jokowi, Tegaskan Hubungan Baik |
![]() |
---|
Kelewat Bejat! Gadis 9 Tahun Tewas Makan Gorengan Bercampur Racun, Setelahnya Diperkosa |
![]() |
---|
Siapa Lilitkan Lakban di Kepala Diplomat Muda Kemenlu? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.