Berita Regional
Praktik Aborsi Online Dipandu Dokter Gadungan Via WA, Korban 100 Lebih, Ternyata Ini Fungsi Obatnya
M melakukan kejahatannya bermodal info dari Google. Dia memandu orang yang ingin aborsi melalui WhatsApp
TRIBUNJATENG.COM - Praktik dokter gadungan dibongkar jajaran Polresta Bandung, Jawa Barat.
Tersangka yang ditangkap dua orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka yakni SM alias Dede (30) dan RI alias Iwan (28).
SM yang mengaku sebagai dokter. Ia mendapatkan obatnya dari RI.
SM melakukan kejahatannya bermodal info dari Google.
Dia memandu orang yang ingin aborsi melalui WhatsApp.
Baca juga: Ustaz Gunawan Viral Tinggal di Gubuk Reyot Ternyata Konten, Disidang Warga dan Berikan Klarifikasi
Baca juga: Detik-detik Wali Kota di AS Tewas di depan Polisi yang Memeriksanya
Ia mengaku sudah melakukan aksinya sejak 2021 dan kini sudah terdapat korban 100 orang lebih yang telah melakukan aborsi.
Para korban membeli obat dan dipandunya.
Mulai dari konsultasi awal sebelum aborsi, ketika aborsi, hingga proses pengeluaran janin, dan pasca persalinan.
Pandu lewat WA

Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo, mengatakan pelaku menjerat para korbannya melalui akun facebook yang ia buat.
Di Facebook itulah pelaku, SM (30), yang sehari-hari berdomisili di Cimahi, menawarkan jasa konsultasinya terkait aborsi.
"Sehingga banyak orang kemudian bergabung dalam grup Facebook tersebut," ujar Kusworo di Mapolresta Bandung, Senin (6/11).
Para anggota grup Facebook yang memang bermaksud melakukan aborsi kemudian menjalin komunikasi lanjutan dengan tersangka melalui WhatsApp.
Melalui Whatsapp pula para korban mengonsultasikan rencana aborsi itu,
"Di situlah, pelaku kemudian menawarkan obat-obatan, yang menurut pelaku dapat dipergunakan untuk melakukan aborsi," ujar Kusworo.
Satu strip obat "aborsi" dijual pelaku Rp 1,5 juta.
Pelaku mendapatkannya dari RI alias Iwan (28), warga Karawang, yang juga sudah ditangkap.
Untuk setiap 12 strip obat, pelaku membelinya Rp 2,5 juta.
Tak hanya menjual obat, pelaku juga terus memandu para korbannya, mulai bagaimana cara mengkonsumsi obat hingga proses mengeluarkan janin.
"Setelah janin keluar, fotonya dikirim kepada tersangka. Dibimbing terus oleh tersangka melalui WA," kata Kusworo.
Berdasarkan pengakuan tersangka, ujar Kusworo, praktik ilegal ini telah ia lakukan sejak 2021.
"Korbannya berasal dari berbagai daerah. Ada dari Bandung, Sumatera, bahkan dari Kupang, serta berbagai daerah lainnya," ujar Kusworo.
Kusworo mengatakan SM dan RI mereka tangkap 23 Oktober lalu di di Gerbang Tol Soroja, Soreang.
Kepada polisi RI mengaku mendapatkan obat-obatan itu dari seseorang di Jakarta.
"Kami masih memburunya," ujar Kapolresta.
Kasat Narkoba Polresta Bandung, Kompol Agus Susanto, mengatakan mayoritas korban masih berusia berusia 20-an tahun.
"Tapi tidak semua korbannya belum menikah, ada juga yang sudah menikah. Mereka melakukan aborsi karena terlalu banyak anak, " kata Agus.
Agus mengatakan, rata-rata pelaku yang melakukan aborsi, usia kandungannya masih di bawah empat bulan.
"Namun, menurut tersangka, sempat juga ada yang lebih dari usia kandungan empat bulan. Dari pengakuannya tak ada yang sampai meninggal dunia," ujar Kompol Agus.
Penyidik, ujar Kasat Narkoba, masih terus melakukan pengembangan.
Termasuk berapa banyak korban yang melakukan aborsi dan bagaimana kondisi mereka, apakah ada yang meninggal atau tidak.
Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal 435 UU Kesehatan, yaitu barang siapa tidak sesuai dengan keahlian atau kewenangannya melakukan praktik farmasi atau menyediakan fasilitas farmasi tanpa izin. Ancaman hukumannya, minimal pidana penjara 5 tahun, maksimal 12 tahun pidana penjara.
Belajar dari Google
Ditemui saat ditampilkan pada ekspos kasus di Mapolresta Bandung, kemarin, tersangka SM alias Dede mengaku sudah lebih dari 100 orang yang ia pandu untuk melakukan aborsi. Untuk meyakinkan para korbannya, SM mengaku sebagai dokter.
"Di WA, saya mengaku sebagai Dr Ganesha SM," ujarnya.
Dede mengaku mendapatkan pengetahuannya tentang aborsi dari hasil pencariannya di Google.
Dede mengaku sudah memandu praktik aborsi dengan memanfaatkan grup Facebook dan Whatsapp sejak tahun 2021.
"Dari tahun 2021, korban ada 100 orang lebih, " katanya.
Menurut Dede, satu strip obat untuk aborsi yang ia jual berisi sepuluh butir.
"Per butirnya saya jual Rp 150 ribu," ujarnya. (lutfi ahmad mauludin)
Bukan obat penggugur kandungan

Pengawasan pengendalian farmasi makanan minuman Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Diah Ari Purwanti, mengungkapkan, pengedar obat aborsi online tersebut bukan tenaga kesehatan.
Artinya bukan dalam pengawasannya karena dia bukan orang kesehatan.
"Mereka beraktifitas di sarana yang tak berizin, itu ternyata menjualnya secara online," kata Diah, saat dikonfirmasi tribun jabar, Selasa (7/11/2023).
Diah mengungkapkan, terkait kasus ini menurutnya ada pengguna dan ada yang menyediakan.
"Ada yang butuh yang punya permasalahan yang tak diinginkan tapi terjadi. Dia mencari jalan keluar biasanya anak-anak remaja yang mungkin tak paham," kata Diah.
Diah mengatakan, jaman dulu mendapatkan obat seperti itu sulit, harus ketemu dokter tenaga medis dan lainnya.
"Sekarang di online begitu bebas dan terbuka, anak remaja bisa mencari apapun di google dan lainnya.
Obat-obat itu sebenarnya digunakan oleh orang bermasalah, yang tak diinginkan tapi terjadi yang mencari jalan keluar, " kata Diah.
Diah mengatakan, jangan sampai menyelesaikan masalah dengan masalah yang baru.
"Jadi itu (aborsi) menyelesaikan masalah yang telah dilakukannya, dengan masalah yang baru, apalagi terkait kesehatan, " kata diah.
Sebab menurutnya, obat tersebut bukan untuk menggugurkan kandungan tapi obat itu diperuntukkan setelah curret.
"Jadi jika tidak sesuai dosis atau lainnya, resikonya bisa mengakibatkan meninggal dunia," tuturnya.
Diah mengimbau, kepada masyarakat harus waspada terhadap penjualan obat.
Obat bisa didapatkan secara online, tetapi perlu diperhatikan dengan baik sesuai peruntukkan atau tidak.
Bahkan ada pula obat palsu.
"Saran kami untuk terkait dengan kesehatan dan kepentingan tubuh kita, lebih baik bertemu langsung dengan dokter yang memang punya izin kompetensinya seorang dokter. Sehingga obat atau trafi yang diterapkan sesuai dengan keilmuam yang dimiliki dan sesuai kebutuhan," katanya.
Lebih jauh, kata Diah, obat tersebut digunakan oleh remaja atau pemudi yang tak mengetahui terkait medis karena telah melakukan hal yant tak seharusnya, dan terjadi hal yang tak diinginkan.
Maka, kata Diah, sebagai orang tua harus menjaga dan memperhatikan anaknya, perhatikan mereka supaya mereka tak merasa berjalan sendiri dan tak ada yang melindungi.
"Memang tak mudah bagi orang tua sekarang, tapi harus memperhatikan anaknya secara penuh.
Supaya mereka tak terjerumus terhadap apa-pa yang seharusnya tak mereka lakukan, " ucapnya. (TribunJabar.id)
Inilah Sosok Dea, Wanita Yang Lapor Dapat Ancaman Tapi Tak Digubris Polisi Hingga Berujung Tewas |
![]() |
---|
Suami Bunuh Istri Hamil dan 2 Anak, Mengaku gara-gara One Piece |
![]() |
---|
Pria 45 Tahun Rudapaksa dan Aniaya Siswi SMP hingga Pingsan di Rumah Kosong |
![]() |
---|
Begal Dapat "Kejutan" dari Polisi di Hari Ulang Tahunnya |
![]() |
---|
Pemuda Dianiaya Ayah Kekasihnya saat Apel, Dilarikan ke RS dengan Sejumlah Luka Tusuk |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.