Berita Kudus
Kasus TBC di Kudus Capai 2.422 Orang, Dinas Kesehatan Gencarkan Pencegahan di Tingkat Puskesmas
Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus mencatat, sepanjang Januari-November 2023 terdapat 11.694 kasus suspek Tuberkulosis (TBC).
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus mencatat, sepanjang Januari-November 2023 terdapat 11.694 kasus suspek Tuberkulosis (TBC) atau 95 persen dari total target 12.366 kasus suspek TBC dalam setahun.
Dari jumlah suspek tersebut, 2.422 kasus terkonfirmasi TBC. Jumlah ini baru mencapai 95 persen dari penanganan 2.544 kasus yang ditargetkan.
Terdiri dari 2.353 TBC SO (sensitive obat) dan 69 TBC RO (resisten obat).
Baca juga: RSUD Tugurejo Semarang Temukan Solusi Atasi Kasus Dropout Pasien Pengobatan TBC, Namanya PARASETAMOL
Kepala Dinas Kesehatan Kudus, dr Andini Aridewi mengatakan, kasus TBC terbanyak menyerang masyarakat usia produktif dan dewasa.
Sementara 263 kasus ditemukan pada anak-anak.
Dia menyebut, kasus TBC di Kudus cukup tinggi, namun semuanya dilakukan penanganan dan pengobatan 100 persen dari jumlah kasus yang ada.
Dr Andini menyampaikan, berdasarkan laporan data yang diterima, terdapat 87 kasus TBC SO meninggal dari 2.287 kasus diobati pada 2022.
Sebanyak 73,5 persen kasus TBC meninggal di rumah sakit karena adanya penyakit penyerta atau komorbid.
Karena itu, pihaknya meminta kepada tenaga medis di tingkat puskesmas untuk lebih aktif melakukan screening kasus, screening kontak erat, serta pencegahan dan pengendalian kasus sedini mungkin untuk menekan risiko penularan kasus.
"Untuk pencegahan dan pengendalian TBC di Kabupaten Kudus, beberapa strategi sudah coba dilakukan di tahun ini," terangnya usai memberikan edukasi terkait 'Komitmen Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Kudus oleh SSR Komunitas TBC GF ATM Mentari Sehat Indonesia (MSI) Kudus, Kamis (30/11/2023) di Hotel Griptha.
Menurut dr Andini, upaya yang sudah dilakukan adalah melakukan kegiatan terkait kebijakan pelaksanaan dari pemerintah daerah, mengoptimalkan fungsi jejaring dan jaringan melalui koalisasi organisasi profesi Indonesia (KOPI) TBC, koordinasi dengan lintas program terkait pemberian TPT (terapi pencegahan TBC) pada keluarga, kontak erat, dan calon jemaah haji untuk kasus-kasus tertentu .
Serta, meningkatkan sosialisasi pemberian terapi pencegahan TBC pada dokter praktek mandiri dan klinik edukasi keterlibatan rumah sakit, serta feedback untuk pelaporannya.
Menurut dia, kegiatan untuk percepatan penanganan TBC didukung kebijakan-kebijakan dari pemerintah daerah tentang kebijakan pencegahan dan penanggulangan penyakit, mendukung MoU Dinas Kesehatan dan MSI dengan Rumah Sakit terkait pengendalian penyakit TBC sebagai satu program prioritas nasional.
Juga memanfaatkan penganggaran yang ada untuk pemenuhan sarana dan prasarana termasuk untuk logistik pendukung.
"Kegiatan investigasi kontak erat sangat diperlukan dalam kasus TBC. Kasus teridentifikasi semuanya sudah tertangani. Untuk anak juga kan ada peningkatan (kasus), upayanya bilamana ada kasus dewasa wajib untuk ditangani, ada penemuan kasus wajib dilakukan investigasi kontak.
Kemudian bilamana ada kasus dan kontak eratnya dapat dilakukan terapi pencegahan. Otomatis dengan itu kita akan berupaya menurunkan kasus, jangan sampai ada penderita baru lagi terutama anak-anak," jelasnya.
Staf Program MSI, Abdul Ghofur menyampaikan, komunitasnya membantu peran dinas dan tenaga kesehatan terkait ikhtiar penanganan TBC.
Saat ini MSI mempunyai 30 kader aktif tersebar di beberapa daerah di Kudus yang aktif memberikan laporan.
Dia menegaskan, kader MSI semuanya sudah terlatih, membantu dinas dalam screening kasus, dan mengedukasi masyarakat bahwa TBC bisa disembuhkan dan obatnya gratis.
Pihaknya mengerahkan kader MSI agar melakukan kunjungan ke rumah-rumah untuk melakukan screening dan edukasi penanganan kasus lebih dini.
"Kasus TBC pengobatannya cukup lama, jangan sampai ada stigma dan diskriminasi. Yang dijauhi penyakitnya, bukan orangnya," tutur dia.
Koordinator Koalisasi Organisasi Profesi Indonesia (KOPI) TB Kudus, dr Luluk Adi Pratikto menambahkan, dalam hal TBC butuh keterlibatan praktisi dalam menanggulanginya.
Menjamin semua anggota profesi melakukan tata laksana TBC sesuai standar internasional.
Serta memotivasi semua praktisi kesehatan yang terlibat dalam penanganan TBC dengan melakukan notifikasi semua pasien yang diobati.
"Semua dilaporkan, karena ini kewajiban. Target penyembuhan di Kudus 90 persen yang harus didorong terus," ujarnya.
Dr Luluk menyebut, pengobatan TBC tidak seperti mengobati flu yang bisa sembuh dalam beberapa hari saja. Namun, pengobatan TBC minimal membutuhkan waktu 6 bulan dalam pengobatan.
Jika pasien lepas pengobatan sebelum enam bulan karena dianggap sudah merasa baikan, gejala tetap akan muncul kembali, dan pengobatannya dimulai kembali dari awal.
Sebagai tenaga medis profesional, dr Luluk menegaskan bahwa TBC bisa sembuh 100 persen.
Tetapi, terkadang ada yang meninggalkan sisa, secara klinis bakteriologis sudah negatif, namun keluhan tetap ada.
Baca juga: Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Terima Penghargaan Program TBC 2023
Kondisi itu disebut sebagai bekas TBC, pasien masih merasakan gejala batuk, namun sudah dinyatakan negatif.
Faktornya adalah kondisi paru-paru sudah rusak saat pengobatan.
"Kalau ada kasus suspek, dilaporkan ke puskesmas, mereka yang akan menelusuri kasusnya. Ketika terdiagnosisTBC, harus diobati sampai sembuh," terangnya. (Sam)
Pemkab Kudus Dorong 132 Koperasi Desa Merah Putih Jadi Gerai Penyalur Hasil Pertanian |
![]() |
---|
9 Atlet Sepak Bola ASTI Kudus Jajaki Tim Papan Atas Liga 1 Elite Pro Academy |
![]() |
---|
Komitmen Hadirkan Data Valid, Pemkab Kudus Luncurkan Satu Data Satu Kata |
![]() |
---|
Tinjau Pos Kamling, Kapolres Kudus Serahkan Dispenser sampai Lampu Senter |
![]() |
---|
Pengajuan WBTB Tradisi Guyang Cekatak Kudus Masih Berproses |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.