Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Rohingya

Ketua MPU Aceh Pertanyakan Pengawasan Pemerintah Terhadap Kapal Rohingya Mendarat di Aceh

Dalam gelombang kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh, Ketua MPU Aceh mengejutkan dengan pertanyaan kritis

AFP
Seorang pengungsi Rohingya yang baru tiba berjalan ke pantai setelah masyarakat setempat memutuskan untuk mengizinkan mereka sementara mendarat untuk mendapatkan air dan makanan di Ulee Madon, provinsi Aceh, Indonesia, pada 16 November 2023. Sekitar 250 pengungsi Rohingya mencapai Indonesia bagian barat dengan kapal kayu yang penuh sesak perahu pada 16 November 2023, sehingga jumlah pengungsi yang dilaporkan oleh pejabat setempat tiba pada minggu ini menjadi hampir 600 orang. (Photo by amanda jufrian / AFP) 

TRIBUNJATENG.COM, BANDA ACEH – Keluhan masyarakat terhadap perilaku pengungsi Rohingya di Aceh semakin meningkat sejak kedatangan mereka.

Tindakan melanggar adat dan pencurian oleh beberapa pengungsi telah menjadi sorotan.

Tak hanya itu, tingginya tingkat keberanian pengungsi Rohingya yang kabur dari tempat penampungan sementara di Aceh semakin meresahkan warga.

Dilansir dari laporan terbaru pada Rabu (6/12/2023), sebanyak 16 pengungsi Rohingya berhasil melarikan diri dari lokasi penampungan di bekas Gedung Imigrasi Lhokseumawe, Aceh.

Forkopimda Kota Sabang, melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, mendesak UNHCR (Komisariat Tinggi PPB urusan Pengungsi) untuk segera memindahkan seratusan pengungsi Rohingya yang tiba pada Sabtu (2/12/2023) dari wilayah Sabang.

Pemerintah Kota Sabang bersama masyarakat setempat tidak ingin terjadi hal-hal di luar kendali terkait kedatangan pengungsi Rohingya di Pulau Weh.

Boat yang diduga membawa warga etnis Rohingya ditemukan di Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, pada Kamis (16/11/2023) pagi.

Warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai untuk menolak kedatangan mereka.

Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali, menyoroti kelemahan pemerintah dalam mengawasi pengungsi Rohingya.

Beliau mengatakan bahwa kebingungan dan kelemahan dalam penanganan saudara-saudara Rohingya tersebut memprovokasi masyarakat Aceh untuk menolak.

Abu Sibreh menegaskan bahwa jika pemerintah tidak sanggup mengurus pengungsi Rohingya, segera lakukan komunikasi dengan UNHCR.

"Pemerintah kalau tidak memiliki kesiapan buat pernyataan bagaimana penanganan mereka, kalau itu berhak di UNHCR maka dorong UNHCR," ucapnya.

Abu Sibreh berharap pemerintah mengambil kebijakan tegas, seperti mengembalikan pengungsi Rohingya ke negara asalnya.

Beliau juga menyatakan kebingungannya terkait pengawasan di laut yang memungkinkan kapal-kapal pengungsi Rohingya masuk ke perairan Indonesia dan mendarat di Aceh.

"Ini menjadi aneh, kenapa mereka bisa mendarat di Aceh. Sedangkan pengawasan di laut itu bagaimana?" ungkapnya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved