OJK Minta Anak Muda Tak Asal Investasi: Jangan Ikut-ikut Crazy Rich
banyaknya kasus penipuan investasi disebabkan masih rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia, khususnya kalangan generasi muda.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta para remaja di Indonesia untuk lebih selektif dalam memilih produk investasi. Hal itu mengingat investasi bodong masih banyak ditemui hingga saat ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, banyak anak muda yang tergiur investasi-investasi bodong yang dipromosikan atau dipasarkan oleh public figure yang menyandang gelar 'Crazy Rich'.
Beberapa public figure yang dimaksud seperti Doni Salmanan hingga Wahyu Kenzo. "Banyak kasus-kasus yang terjadi yang ada di sekitar kita," kata perempuan yang akrab disapa Kiki itu, dalam acara literasi keuangan yang digelar di Indonesia Banking School, Jakarta, Senin (22/1).
"Ada yang namanya Doni Salmanan, ada yang namanya Wahyu Kenzo, ini yang menunjukkan gaya hidup mewah yang kemudian anak-anak muda ngikutin, akhirnya ternyata mereka melakukan berbagai aksi penipuan, korbannya banyak sekali anak-anak muda," sambungnya.
Menurut dia, banyaknya kasus penipuan investasi disebabkan masih rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia, khususnya kalangan generasi muda. Kiki menyebut, baru empat dari 10 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia yang disebut telah paham literasi keuangan.
"Banyak sekali problem di hari ini adalah karena literasi keuangan. Banyak yang di sekitar orang yang tidak paham dengan literasi keuangan, kita juga melihat bagaimana anak-anak muda ini tingkat literasi dan juga tingkat inklusinya ini masih di bawah rata-rata nasional," papar Kiki.
"Kalau ditanya 10 orang pelajar, kira-kira empat sampai lima paham tentang literasi keuangan, sementara sisanya belum mengetahui literasi keuangan," lanjutnya.
Dengan kondisi itu, Kiki menyatakan, OJK terus memberikan edukasi keuangan, sekaligus memberikan dukungan pendampingan kepada para anak muda. Sehingga, tingkat literasi dan inklusi keuangan para remaja dapat semakin baik, dan terhindar dari penipuan investasi atau aktivitas keuangan ilegal.
"Apapun cita-citamu, mau jadi ahli nuklir sekalipun, kalian harus tahu apa yang namanya literasi keuangan, karena itu akan menentukan," ujarnya.
Kiki menceritakan, terdapat anak muda yang memiliki cicilan di layanan buy know pay later (BNPL) atau paylater yang berada di luar kewajaran. "Kalau dilihat data di BNPL, itu biasanya ada market update bulanan, konsumen ada yang cicilan per bulan itu rata-rata 95 persen dari penghasilan," bebernya.
Dengan rata-rata tersebut, dia menambahkan, berarti ada konsumen yang memiliki rata-rata cicilan paylater lebih dari penghasilan yang didapat per bulan. Padahal, rata-rata cicilan yang disetujui oleh perbankan biasanya adalah 30 persen dari penghasilan.
Sebagai ilustrasi, ketika seorang memiliki pendapatan Rp 10 juta, berarti jumlah cicilan yang wajar dimiliki adalah Rp 3 juta. "Kalau ini, gaji Rp 10 juta, tetapi Rp 9,5 juta buat bayar utang. Itu gimana? Itu bagaimana dia kehidupannya," tuturnya.
Berdasarkan data yang dimiliki, Kiki menyebut, anak muda menggunakan layanan keuangan seperti pinjaman online dan paylater untuk aktivitas konsumtif. "Kadang cuma buat makan sama pacar, atau beli baju. Mereka tidak tahu kalau itu akan gulung menjadi utang yang mereka harus tetap bayar," jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, kredit macet juga akan pengaruh kepada anak muda yang ingin mencari kerja. Rekrutmen pegawai baru saat ini sudah memperhitungkan kondisi keuangan sebelum merekrut pegawai baru.
"Kami mengajak anak-anak bertanggung jawab secara keuangan," tandasnya. (Tribunnews/Bambang Ismoyo/Kompas.com/Agustinus Rangga Respati)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.