Pemilu 2024
Pelaksanaan Pilpres 2024 Dinilai Tak Legitimate karena Ada Calon Bermasalah
Menurutnya hasil putusan itu tidak berimplikasi langsung ke pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Mengingat putusan tersebut merupakan p
TRIBUNJATENG.COM - Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gde Siriana menyebut buntut keluarnya putusan DKPP menegaskan bahwa agenda pilpres tahun 2024 memang bermasalah dan tidak bermartabat.
"Maka kalau diteruskan dipenuhi dengan pelanggaran etika. Artinya pilpres ini sudah tidak bermartabat untuk diteruskan. Tentunya penataan ulang itu merupakan kewenangan KPU dengan komisioner yang baru," tegasnya, Senin(5/2).
Menurut Siriana terkait putusan tersebut, Ketua KPU beserta enam Komisioner KPU lainnya harus diganti.
"Kalau kita mengikuti proses di MK berarti ketua KPU ini harus diganti karena melanggar etik. Bahkan mungkin semua komisioner KPU yang terlibat," kata Siriana.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti juga menyoroti putusan sidang etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari.
Menurutnya hasil putusan itu tidak berimplikasi langsung ke pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres). Mengingat putusan tersebut merupakan putusan ihwal etik.
"Implikasinya ke pencalonan Gibran tidak langsung karena ini putusan etik," kata Bivitri saat dihubungi Tribun.
Namun di satu sisi hasil putusan itu masih bisa ditindaklanjuti ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bukti hukum untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) perselisihan hasil pemilu.
"Putusan ini bisa dijadikan dasar untuk jadi keputusan administratif dan hukum. Putusan ini bisa dibawa ke Bawaslu untuk batalkan penetapan. Bisa ke PTUN," ujar Bivitri.
"Dan nanti jadi bukti hukum yang kuat untuk dibawa ke MK pas perselisihan hasil pemilu," tambah Bivitri.
Lebih lanjut, ia juga menambahkan dari sisi konteks politik, pelanggaran etik ini jadi citra atas sahnya proses pemilihan umum presiden (pilpres) kali ini. Sebab adanya calon yang bermasalah dari sisi prosedur pendirian.
"Dalam konteks politik, jelas ini menggambarkan tidak legitimatenya pilpres kali ini karena ada calon yang bermasalah," ujarnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari merespons putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang menyatakan dia dan enam anggotanya melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Hasyim menyebut keputusan itu merupakan kewenangan penuh DKPP. "Itu kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apa pun itu, sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP," kata Hasyim.
Hasyim enggan berkomentar lebih jauh soal putusan DKPP itu. Namun dia memastikan, KPU sebagai terlapor selama ini selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.
Selain itu KPU juga mengaku sudah memberikan keterangan dan bukti kepada DKPP. "Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," ucap dia.
"Jadi apapun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," ujarnya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI justru menguatkan putusan pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari tak mempengaruhi putusan kelembagaan.
“Putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu, jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja.
Mengingat putusan soal etik ini ditangani oleh DKPP, Bagja mengaku tak bisa memberikan banyak komentar. Sebas hasil putusan itu harus dilaksanakan oleh Hasyim dan Anggota KPU RI lainnya yang dikenai sanksi.
Dalam hal putusan telah dilaksanakan atau tidak, Bawau bertugas untuk mengawasi hal itu.
“Kami hanya melaksanakan, mengawasi, pelaksanaan putusan. Apakah sudah dilaksanakan atau belum. Kami yang biasanya akan menyurati teman KPU, apakah terhadap putusan ini sudah terlaksana apa belum, itu yang sanksinya,” pungkasnya.
Terpisah, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Mardani Ali Sera mengapresiasi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI soal pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari. Sebab hal itu dinilai Mardani bukti ihwal penyelenggara pemilu berjalan baik dalam hal melakukan proses periksa dan timbang atau check and balance.
"Tentu mengapresiasi hasil keputusan dari DKPP, karena itu menunjukan bahwa check and balance di penyelenggara pemilu berjalan dengan baik," kata Mardani.
Ia juga percaya sanksi atas putusan itu sudah dipertimbangkan dengan baik oleh DKPP. "Terkait dengan matriks dari sanksinya maka kami percaya DKPP sudah melakukan sesuatu dengan saksama," tuturnya.
"Ini kan memang etik ya, etika etik yang memang dasar hukumnya biasanya payung yang besar. Nah, spesifik kesalahannya perlu lebih dicari," tambah Mardani.(Tribun Network/mam/mat/riz/yud/wly/tribun jateng cetak)
Membaca Ulang Partisipasi Pemilih pada Pemilu Tahun 2024: Antara Antusiasme Elektoral dan Kejenuhan |
![]() |
---|
Inilah Sosok Rizqi Iskandar Muda Anggota DPRD Jawa Tengah Termuda Asal Batang, Dilantik Bareng Ayah |
![]() |
---|
Kisah Happy Franz Haloho, Dilantik Jadi Anggota DPRD 2024-2029 Meski Hanya Modal 94 Suara |
![]() |
---|
2 Caleg PDIP Ancam Kepung Gedung DPRD Karanganyar, Jika Tak Dilantik Sebagai Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Komeng Raih 5.399.699 Suara, Ternyata Tak Otomatis Jadi Ketua DPD, Justru Malah Nama Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.