Penampakan Jam Istiwa Penanda Waktu Salat di Masjid Agung Surakarta, Dibuat Usulan Ulama Era PB VIII
Jam dimaksud bernama jam istiwa. Sebuah jam yang menggunakan bayangan paralel dari sinar matahari sebagai penunjuk waktu salat.
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Pada era moderen seperti sekarang ini, manusia bergantung pada teknologi bernama jam dengan berbagai macam teknologi mulai dari analog hingga digital untuk mengetahui waktu berdasarkan kebutuhan, seperti misalnya jadwal salat.
Berbeda dengan jam yang ada di halaman Masjid Agung Surakarta. Ya, jam dimaksud bernama jam istiwa. Sebuah jam yang menggunakan bayangan paralel dari sinar matahari sebagai penunjuk waktu salat.
Jam istiwa juga disebut sebagai jam bencet, lantaran mengandalkan matahari yang menimpa dua alat bantu yang ada di dalam jam, yakni berupa tongkat dan jarum.
Sekretaris Masjid Agung Surakarta, Abdul Basyid menyampaikan jam tersebut sebagai salah satu penunjuk waktu salat di zaman dahulu atas usulan dari para ulama pada era Pakoe Boewono (PB) VIII, sekitar tahun 1785.
"Karena pada waktu itu belum ada penentu jam seperti sekarang ini, hanya mengandalkan hadist rasulullah yang dijabarkan, makanya pakai penentu matahari ini," ucapnya.
Dia menyampaikan, kendala dari jam istiwa, yakni bila sedang mendung atau minimnya cahaya matahari yang jatuh ke dalam jam. Bila matahari sedang cerah menjadi waktu paling baik untuk mengetahui waktu salat dzuhur dan ashar.
"Ini masih berfungsi, tapi kita sekarang menggunakan jam yang digunakan oleh Kemenag ya, jam jadwal abadi itu," terangnya.
Basyid menjelaskan, bila ingin mengetahui waktu magrib yakni ketika matahari sudah tenggelam, salat isya yakni ketika matahari sudah tidak terlihat, dan waktu subuh berakhir yakni ketika matahari sudah terbit.
"Kalau matahari ini akurat, karena perputarannya sama. Yakni menunjukkan angka jam dan menit, tapi tidak sampai detail detik seperti jam-jam sekarang ini," tuturnya.
Dia menilai, perputaran matahari sejak zaman dahulu hingga sekarang masih sama, tidak ada pergeseran. Maka, hal itu tidak mempengaruhi waktu hingga sekarang.
"Kalau dari dulu sampai sekarang kan perputaran matahari sama, apabila dikonversi jam jadwal waktu salat sekarang ya hampir sama terus," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu pengunjung, Hermansyah (32) dia baru mengetahui adanya jam istiwa. Sebelumnya, dia tidak mengira kalau itu merupakan jam dan masih berfungsi.
Dengan adanya jam itu di Masjid Agung Surakarta, menurut dia menjadi wawasan tambahan terkait khasanah keislaman serta menjadi pelajaran sejarah yang berharga. (*)
| Syaiful Beserta Istri dan Dua Anaknya Tewas dalam Tabrak Lari di Sragen |
|
|---|
| Prakiraan Cuaca Jawa Tengah Hari Ini Rabu 29 Oktober 2025: Hujan Sedang di Solo dan Salatiga |
|
|---|
| BRI Finance Tawarkan Promo Inklusif dan Inovatif di Solo Run Fest 2025 |
|
|---|
| Sanksi Mahasiswi UNS Solo Kepergok Dugem: Jalani Konseling 6 Bulan dan Dilarang Terima Beasiswa |
|
|---|
| Nasib Viral Mahasiswi Penerima KIP-K Kepergok Dugem, UNS: Beasiswa Sudah Dicabut |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.