Berita Bangka Belitung
Prof Delianis Minta Jaga Kelestarian Mangrove, Nilai Ekologis dan Komersialnya Sangat Tinggi
uru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Ir Delianis Pringgenies MSc menegaskan tanaman mangrove (Rhizophora sp) memiliki peran ekologis
TRIBUNJATENG.COM, BANGKA -- Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Ir Delianis Pringgenies MSc menegaskan tanaman mangrove (Rhizophora sp) memiliki peran ekologis yang besar, dan nilai komersial yang tinggi.
Populer dengan sebutan ‘bakau’, mangrove yang selain berfungsi sebagai penahan ombak dan aspek lingkungan lainnya, menurut Delianis pigmen tanaman ini pun merupakan sumber pewarna alami yang menjadikan batik bernilai jual tinggi.
“Pigmen alami ini dapat digunakan pada produksi batik. Nuansa warna yang dihasilkan jauh lebih kaya dan menarik, sekaligus ramah lingkungan!,” tukas Delianis ketika memberikan Kuliah Umum di Fakultas Pertanian, Perikanan dan Kelautan (FPPK) Universitas Bangka Belitung, Rabu (24/4/2024).
Kuliah umum bertajuk “Nilai Komersil dari Pigmen Berbasis Mangrove sebagai Pewarna Alamiah” ini dibuka Ketua
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) FPPK Dr Fika Dewi Pratiwi, S.Pi., M.Si, dan dimoderatori Arthur M. Farhaby S.Si., M.Si. (dosen MSP)
Hadir puluhan mahasiswa Prodi MSP dan undangan dari sivitas akademika UBB.
Delianis mengemukakan Indonesia dikaruniai Sang Pencipta jutaan hektar tanaman mangrove, bila dikelola secara berkelanjutan dapat menghasilkan berbagai jenis produk. Tanaman yang umumnya tumbuh di kawasan pesisir itu, selain menghasilkan pewarna alami, juga beragam panganan, pupuk organik dan kompos.
Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, menurut Delianis bahan yang terkandung dalam pigmen bakau atau mangrove itu di antaranya berupa natural tanin. Pigmen ini diperoleh dari proses ekstraksi pada daun dan ranting mangrove, dan merupakan bahan pengawet alami.
Uji laboratorium pada daun dan batang beberapa spesies mangrove seperti Sorenasia alba sp, Rizophora sp, Avecenia sp, Ceripos decandra, Agricepos sp, dan Lumicera sp, kata Delianis menghasilkan beragam warna alami yang ‘kuat’.
“Setelah digunakan untuk membatik, hasil pewarnaan alam mangrove memperlihatkan variasi warna terang, yang berbeda, kuat dan tidak luntur,” ujar Delianis, menambahkan penggunaan warna alami ini sudah dilakukan di Jawa Tengah dan Pulau Bangka.
Pakar bahan hayati laut Indonesia ini mengemukakan, di Jawa Tengah, Undip telah mensosialisasikan dan mempraktikan penggunaan bahan pewarna alami mangrove. Di antaranya dengan mitra pembatik dari Kelompok Batik Mangrove “Wijaya Kusuma” di kawasan Wetan Tugu, Semarang.
Sementara di Pulau Bangka, praktik membuat pewarna alami dari mangrove telah dilaksanakan oleh Denialis kepada ibu-ibu nelayan, PKK, karang taruna, siswa SMK Negeri I Tukak, Kecamatan Tukak Sadai, Bangka Selatan.

“Di samping karena tidak mengandung bahan kimia, pakaian yang menggunakan pewarna pigmen bakau ini tidak menyebabkan alergi dan iritasi,” tukas Delianis ketika membahas mengapa harga batik menggunakan pewarna alami jauh lebih mahal.
Dikemukakannya, pewarna alami yang berasal dari pigmen mangrove ini telah dipresentasikan oleh tim pakar bioteknologi dari Undip di University of Aarhus, Denmark, selama tiga hari (19-22 September 2018).
Presentasi dari tim ini -- terdiri dari Dr Delianis Pringgenies MSc (ketua), Dr Ervia Yudiati, Dr Ria Azizah, dan Endang Susilowati MSc (anggota) -- , mendapat tanggapan positif, baik dari warga masyarakat Denmark, ilmuwan dan peneliti Aarhus University, maupun dari staf dan Dubes RI.
"Tanggapan positif datang dari semua pihak, karena pewarna alami dari pigmen bakau itu sesuai dengan kampanye back to nature, ramah lingkungan, dan green issue. Selain itu, ia sangat baik bagi kesehatan pemakai pakaian berbahan alami,” ujar Delianis, ketika itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.