Berita Jateng
Juli Pastikan RI Jauh dari Krisis, BI Catat Indikator Ekonomi Indonesia Masih Kuat
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya mengatakan, kepastian itu terefleksikan dari sejumlah indikator ekonomi makro
TRIBUNJATENG.COM, SAMOSIR -- Bank Indonesia (BI) memastikan ekonomi Indonesia jauh dari kata 'krisis' di tengah ketidakpastian global yang meningkat, di mana hal itu sebelumnya telah disikapi bank sentral lewat kebijakan moneter menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,5 persen.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya mengatakan, kepastian itu terefleksikan dari sejumlah indikator ekonomi makro yang lebih baik dari momen-momen krisis seperti pada 1998 dan 2008.
"Jadi ini indikator-indikator yang kami pantau untuk menunjukan ekonomi kita, terutama dari eksternal yang masih kuat," katanya, dalam diskusi bersama media, di Kabupaten Samosir, Senin (29/4).
Menurut dia, satu indikator yang menunjukan kuatnya ekonomi Indonesia ialah porsi utang luar negeri (ULN) yang masih terjaga. Juli memaparkan, pada saat krisis 1998 dan 2008, rasio ULN masing-masing mencapai 116,8 persen dan 33,2 persen.
Sementara itu, data teranyar menunjukan, hingga kuartal I/2024, rasio ULN terhadap PDB mencapai 29,7 persen.
"Kalau dulu ULN size lebih dari 100 persen, sekarang ada di angka 30 persen, relatif jauh lebih baik dari tahun 1998 dan 2008," ujarnya.
Kemudian, Juli menuturkan, besaran cadangan devisa (cadev) saat ini sudah jauh lebih besar dibandingkan dengan momen-momen krisis lalu, sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan impor dan pembayaran ULN.
Berdasarkan data BI, nilai cadev hingga Maret 2024 sebesar 140,4 miliar dollar AS, jauh lebih besar dari 1998 sebesar 17,4 miliar dollar AS, dan pada 2008 sebesar 50,2 miliar dollar AS.
Juli menyatakan, laju inflasi nasional saat inipun jauh lebih terkendali dibandingkan dengan level krisis keuangan sebelumnya. Saat ini, tingkat inflasi mencapai 3,05 persen secara tahunan, lebih rendah dari 1998 yang mencapai 82,4 persen, serta 2008 yang mencapai 12,1 persen.
Dengan masih terjaganya berbagai indikator tersebut, dia menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS lebih rendah, meskipun ketidakpastian global meningkat.
Pada krisis keuangan 1998 dan 2008, depresiasi rupiah terhadap dollar AS mencapai 197 persen dan 35 persen, sementara pada tahun ini, depresiasi rupiah sebesar 5,07 persen secara tahun kalender. "ini tentunya tidak lepas dari kebijakan BI terkait stabilisasi nilai tukar," ucapnya.
Adapun, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen menjadi pilihan kebijakan yang paling aman.
Menurut dia, bank sentral tidak punya banyak pilihan instrumen moneter lain untuk mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi. Kebijakan itupun sebagai upaya menahan arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia.
Memberatkan
Meski demikian, kenaikan BI Rate akan sangat memberatkan sektor riil, di mana bisa menimbulkan peningkatan kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dari pelaku usaha yang melakukan pinjaman di bank.
KABAR TERBARU ARHAN PRATAMA: Segera Rampungkan S1 di Udinus, Ini Judul Proposalnya |
![]() |
---|
Sekda Jateng Sumarno Temui Petugas Irigasi Mengenakan Beskap Dan Membawa Mesin Pemotong Rumput |
![]() |
---|
2.640 Petugas Irigasi Demo Tuntut Pemprov Jateng Naikkan Statusnya Menjadi PPPK |
![]() |
---|
Ribuan Warga Hadiri Jateng Bersholawat, Ahmad Luthfi Doakan Warganya Makmur dan Tenteram |
![]() |
---|
Pariwisata Jateng Banjir Hotel dan Restoran, Ketua PHRI: Sektor Ini Punya Potensi Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.