Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pendidikan

RAHASIA Fahmi Sirma, Anak Negeri Hitu yang Diterima 43 Kampus Luar Negeri, Pernah Gagal SNMPTN

Meski berasal dari kawasan pinggiran, namun ia mampu mengukir prestasi membanggakan. Fahmi Sirma diterima 43 kampus luar negeri.

Editor: Muhammad Olies
DOK. Fahmi Sirma Pelu untuk LPDP
Rahasia Fahmi Sirma, Anak Negeri Hitu yang diterima 43 kampus luar negeri. 

Negosiasi dan redefinisi kelebihan diri menjadi kunci saat ingin meruntuhkan tembok persyaratan.

Tentu bukan tak pernah menemukan kegagalan. Jika ditotal dengan yang tidak diterima, ada sekitar 50 kali lebih dirinya mendaftar kampus untuk dapatkan LoA. Bahkan ia ingat betul ada sejumlah kampus yang mendaftar dengan biaya justru gagal tidak diterima.

Baca juga: Bupati Blora Beri Penghargaan Dua Pelajar Blora yang Diterima di 10 Kampus Luar Negeri

Pernah jadi siswa gap year

Fahmi lahir besar di Desa Hitu, Kabupaten Maluku Tengah dengan ibu dan satu adiknya. Kedua orangtuanya telah bercerai sejak kecil. Ibunya menjalankan usaha kecil-kecilan di rumah untuk menghidupi kedua anaknya itu.

Letaknya kampungnya memang masih satu pulau dengan Kota Ambon, tetapi jaraknya lumayan jauh lantaran berada di sisi utara pulau Ambon. Karena sekolahnya di Kota Ambon, maka jarak tempuh dari rumah bisa 20 sampai 30 kilometer.

Awal ketertarikannya dengan linguistik adalah saat menonton film Warrior of The Rainbow di masa Sekolah Menengah Atas.

Di film itu Fahmi tak sengaja menemukan kosa kata yang mirip dengan bahasa daerahnya. Dari situlah ia terpantik untuk mencari tahu kata-kata tersebut di mesin pencari Google.

Ia menemukan fakta bahwa bahasa yang digunakan ternyata masih satu rumpun Austronesia. Dorongan wacana pengetahuan dan literasi terbentuk dalam diri remaja Fahmi.

Bersama dengan 39 orang rekannya, ia mendirikan komunitas literasi bernama “Hikayat Tanah Hitu” berupa perpustakaan keliling. Komunitasnya ini berkembang menjadi arena pertunjukan teater, puisi dan lainnya.

Komunitasnya ini pernah mengikuti Gramedia Reading Community Competition pada 2016 dan berhasil menyabet favorite winner untuk Indonesia Timur.

“Tujuannya agar selain meningkatkan literasi di kampung, juga untuk memberikan, meluaskan, pandangan-pandangan dunia pemuda-pemuda dan generasi selanjutnya di kampung agar bisa meluaskan cakrawala mereka” tutur Fahmi.

Ia akhirnya memilih UGM untuk pendidikan S1. Tetapi sebelum diterima di UGM, ia pernah gagal dalam tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan menganggur. 

Di tahun berikutnya ia malah diterima di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta setelah tak lolos dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Di ISI dirinya sempat mengadakan pementasan teater etnik Maluku di Taman Budaya Yogyakarta bersama kawan-kawannya. Fahmi masih merasa belum menemukan apa yang ia inginkan.

Baru di tahun 2017 akhirnya Fahmi berhasil menjadi mahasiswa Sastra Indonesia UGM dan langsung aktif mengikuti berbagai kegiatan pengembangan mahasiswa di Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved