Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kolaborasi dan Optimalisasi Anggaran Disebut Jadi Kunci Kejar Stunting Turun Jadi 14 Persen

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi menyebutkan untuk mencapa

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: m nur huda
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
Tangkap layar - Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi (Kiri) dan Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI (Tengah) Maria Endang Sumiwi pada Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema 'Tantangan Kejar Stunting Turun Jadi 14%', secara daring, Rabu (29/5/2024). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Upaya memerangi stunting menjadi salah satu fokus pemerintah. Hal itu dilakukan untuk dapat mengejar target menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi menyebutkan untuk mencapai target itu langkah-langkah kolaboratif dan optimalisasi anggaran telah diimplementasikan.

"Sisi kelembagaan di Perpres No. 72 Tahun 2021 sudah cukup jelas ada namanya Tim Percepatan Penurunan Stunting di setiap tingkatan pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa dan kelurahan," katanya pada Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema 'Tantangan Kejar Stunting Turun Jadi 14 persen', secara daring, Rabu (29/5/2024).

Suprayoga menjelaskan tim percepatan ini berfungsi untuk mengoordinasikan berbagai upaya penurunan stunting secara lebih efektif dan kolaboratif.

Tim tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Pengarah, dengan dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.

Menurutnya, pembentukan tim tidak terlepas dari salah satu tantangan utama dari upaya menurunkan stunting secara signifikan, yakni keberagaman komitmen di tingkat daerah.

Sebab tidak semua daerah memiliki perhatian yang sama terhadap masalah stunting, yang menyebabkan perbedaan signifikan terhadap hasil di lapangan.

"Ada daerah yang betul-betul concern, seperti Sumedang yang menjadi contoh nasional. Tapi, ada juga daerah yang masih menunggu arahan dari pusat," terangnya.
 
Ia menyebutkan, prevalensi stunting nasional sendiri telah mengalami penurunan dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022.

Namun, Suprayoga mengingatkan bahwa perjalanan mencapai target 14 persen tersebut masih panjang. Ia menekankan pentingnya optimalisasi sumber daya, termasuk anggaran yang telah dialokasikan.

"Kolaborasi pentahelix, yang melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, pengusaha, dan media, juga menjadi kunci untuk mencapai target penurunan stunting yang ambisius," tegasnya.

Dijelaskan, salah satu aspek penting dalam upaya penurunan stunting adalah alokasi dan optimalisasi anggaran. Pemerintah telah mengalokasikan sekitar Rp30 triliun dari APBN, termasuk Rp23 triliun untuk Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

Di samping itu, dana desa juga dialokasikan sebesar 10 persen dari total Rp70 triliun untuk program-program penurunan stunting.

Namun demikian, ia mencatat bahwa meskipun anggaran telah dialokasikan, implementasi di daerah tidak selalu efektif. Hal ini dikarenakan beberapa daerah tidak memanfaatkan dana ini dengan baik, sehingga pengawasan dan pendampingan terus dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran yang tepat sasaran.
 
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Maria Endang Sumiwi menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak secara seirama untuk mencapai hasil yang optimal dalam menekan angka stunting di Indonesia.

"Kementerian Kesehatan berusaha agar semua pihak yang yang terlibat bisa seirama. Seirama itu artinya nanti kita bersama-sama dengan sasaran yang paling tepat," katanya.

Agar upaya tersebut dapat berjalan, menurutnya, pihaknya berusaha memberikan publikasi cepat terhadap data yang dimiliki. Hal ini dikarenakan data yang akurat dan terkini sangat penting dalam upaya penurunan stunting.

"Kami berusaha memberikan publikasi cepat terhadap data-data di Kemenkes supaya pihak yang ingin berkontribusi dapat langsung bergerak," tambah dia.

Sementara itu, Advisor Tata Kelola Pemerintahan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, USAID-ERAT Programme, George Hormat pada saat sama menyoroti pentingnya data yang andal dan konsisten untuk mendukung pengambilan kebijakan yang tepat. Menurutnya, saat ini monitoring data yang tersedia banyak kurang sesuai.

"Contohnya, data usia produktif sering kali tidak sejalan dengan data kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak tepat waktu. Perbedaan pemahaman mengenai indikator kunci seperti kehamilan tidak dikehendaki dan kehamilan berisiko juga dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil," paparnya.

Di luar pentingnya data yang seirama, ia menilai kolaborasi antara berbagai sektor menjadi salah satu praktik baik yang harus tetap dilanjutkan.

Salah satunya kerja sama USAID bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di NTT.

"Kolaborasi Kominfo, BKKBN, Kesehatan dan Bappeda mendorong masyarakat terlibat, terutama lembaga agama, tokoh agama edukasi," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved