Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Puisi Kenangan Karya Sanusi Pane

Puisi Kenangan Sanusi Pane. Berikut puisi Sanusi Pane: KENANGAN Kenangan timbul pelbagai warna, pelbagai rupa,

Penulis: Ardianti WS | Editor: galih permadi
https://mirushka.wordpress.com/
Puisi Kenangan Karya Sanusi Pane 

TRIBUNJATENG.COM- Puisi Kenangan Sanusi Pane.

Berikut puisi Sanusi Pane:

KENANGAN

Kenangan timbul pelbagai warna, pelbagai rupa,

Membuat keluar keluh kesah dari dadaku,

Teringat aku dirundung malang bukan salahku

Terkenang kehilangan suluh, kehilangan puspa.

Mengapa bunga sebelum kembang terpetik gerangan,

Belum sampai memuaskan hati, menyenangkan mata,

Mengapa aku baharu muda dapat petaka,

Habis harapan berbagia di sisi tunangan?

Di dunia bayang, tidak ada jadi penglipur

Jiwa adinda duduk terpaku mengingat untung,

Menangisi kita tidak diberi menjadi satu.

Seperti aku sampai sekarang setiap waktu,

Awan kedukaan hitam muram jadi kelubung

Hidup lelah, sebelum mati telah berkubur.

Seorang diri mengembara aku selalu,

Di dalam lembah tempat beta pertama kali,

Dipaksa waktu melahirkan cinta berahi

Merasa badanmu pada dadaku hilang malu.

Membawa ke seberang sungai engkau kuangkat,

Memeluk engkau aku lupa akan diriku.

Engkau kucium tidak insyap akan fi’ilku.

Seperti gelora cinta terikat.

Pergi ke lembah menyayat hati melemahkan tulang,

Membuat daku tidak sanggup bekerja selalu

Membuat kenangan tak dapat dihapuskan waktu.

Akh, adinda, mengapa tuan sudah berpulang,

Sebelum rumah kita pilih serta hiasi,

Tempat kita berangan-angan, kita diami?

Aku meminta kepada rupa bayang bengis

Membawa ke negara sana, ke sebelah kubur,

Tempat adinda selalu duduk hanya tepekur,

Menanti daku supaya sama meratap tangis.

Atau barangkali tak ada kehidupan baka,

Bersua kembali hari kudian hanya mimpi,

Pendapatan saja supaya ada bujukan hati,

Supaya ada jadi penawar malapetaka?

Permainan gerang kehidupan dibuat Dalang,

Jadi periang hati sendiri, bukan membela

Mengatur semua tak tetap, bermaraja lela.

Jikalau benar tidak kepalang rundungan malang

Harapan habis akan bersua sekali lagi,

Apa gerangan gunanya hidup walaupun mati.

Sinar bermain di lereng gunung,

Di dalam lurah, di atas padang.

Dengan girangnya suara burung,

Di dalam kebun, di atas ladang.

Sunting bunga menghiasi sanggul

Selendang di bahu melambai-lambai,

Diiringi pemuda bawa cangkul,

Perawan ke sawah tertawa ramai.

Keadaan beredar dengan pagi:

Malam hilang digantikan siang.

Setelah masgul alampun riang.

Tidak dapat dibimbangkan lagi:

Mimpi buruk kehidupan sekarang,

Dalam akhirat bagia datang.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved