Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kisah Inspiratif

Sosok Adi Latif Mashudi Petani Milenial Blora Belajar Otodidak Dirikan Agrowisata Melon

Adi Latif memilih meninggalkan kerjaannya di Korea, untuk pulang ke kampung halaman di Blora. Lalu apa yang dilakukannya?

Tribun Jateng/M Iqbal Shukri
Petani milenial dari Blora, Adi Latif Mashudi (27) saat melakukan pengecekan buah melon miliknya yang siap panen, Sabtu (15/6/2024). 

TRIBUNJATENG.COM, BLORA -- Setiap orang tentu memiliki kisah menarik, dan menginspirasi bagi orang di sekitar. Seperti halnya, kisah petani milenial, Adi Latif Mashudi (27).

Adi Latif memilih meninggalkan kerjaannya di Korea, untuk pulang ke kampung halaman di Blora. Lalu apa yang dilakukannya?

Saat pulang ke Blora, Adi Latif mendirikan Agrowisata Girli Farm di Desa Sumberejo, Kecamatan Japah, dengan modal tabungan hasil jerih payahnya bekerja di Korea.

Adi Latif mengaku, saat mendirikan Agrowisata, dirinya merogoh kocek hingga Rp 700 juta lebih.

Uang tersebut sama sekali bukan pinjaman. Melainkan hasil jerih payahnya saat kerja di Korea.

"Saya sudah nyelengi (nabung) modal sejak dulu. Akhirnya saya dirikan ini. Biaya greenhouse dan lainnya lebih dari Rp 700 juta,’’ terangnya, Rabu (19/6).

Kini dia berhasil mendirikan 2 bangunan greenhouse. Keduanya dijadikan tempat budidaya melon.

Semua ilmu hidroponik pun dia pelajari secara otodidak sambil berkonsultasi dengan dua rekan kerjanya saat di Korea yang kini berkarier sebagai petani.

Adi Latif mengakui, keputusannya menjadi seorang petani hidroponik itu semakin membuat dirinya lebih maju.

Sistem pertanian modern yang dikembangkannya itu dikemas dalam agrowisata petik buah melon.

Selain, pemasaran melon dengan sistem agrowisata, Adi Latif juga pernah melakukan penjualan ke luar kota.

Menurutnya penjualan terjauh yakni ke Cianjur. Bahkan menurutnya harusnya saat panen ini ada permintaan pengiriman ke Bogor dan Jakarta. Namun karena banyaknya pengunjung yang datang di Agrowisata miliknya, melon sudah habis terjual.

"Permintaan banyak, dari Bali juga minta, tapi karena sudah habis kami tidak bisa ngirim. Kebanyakan mintanya varietas Sweet net, atau Kirani atau jenis Intanon," terangnya.

Untuk harga, melon jenis Kinanti, Kirani Rp 30.000 per kilogram. Ada jenis Camoe, dijual Rp 35.000 per kilogram ribu.

Adi berharap, dengan caranya bertani tersebut bisa menjadi pemantik pertanian di desa nya. Terlebih letak desanya jauh dari pusat kota dan akses jalan masih sangat terbatas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved