Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Permohonan Orang Tua di Semarang yang Anaknya Jadi Korban Perdagangan Orang di Myanmar

Seorang pria berinisial A (36) asal Tanah Mas, Semarang Utara, Kota Semarang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Kompas.com/Istimewa
Ilustrasi perdagangan orang (TATSIANA VOLKAVA VIA GETTY IMAGES via BBC Indonesia) 

TRIBUNNJATENG.COM, SEMARANG -- Seorang pria berinisial A (36) asal Tanah Mas, Semarang Utara, Kota Semarang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Korban di negara tersebut dipaksa bekerja sebagai scammer atau penipu di platform online.

Selain dipaksa bekerja sebagai scammer, korban juga mengalami penyiksaan dan pemerasan. Keluarga korban bahkan sempat dituntut membayar Rp150 juta bila ingin pulang.

"Anak saya jadi korban TPPO dengan dijadikan sebagai scammer di Myanmar. Dia ingin pulang saya tidak punya uang untuk memulangkannya," ujar Ibu Korban Ing (63) di Kota Semarang, Rabu (26/6).

Ing dan suaminya Jay (72) kini kelimpungan lantaran anak keduanya tersebut masih tertahan di Myanmar tanpa nasib yang jelas.

Menurut Ing, anaknya berangkat ke Myanmar setahun lalu, persisnya pada 29 Mei 2023. Anaknya bisa sampai ke Myanmar akibat terjerat penipuan online di Facebook dengan modus bekerja keluar negeri.

"Anak saya diiming-imingi bekerja di Selandia Baru sebagai admin perusahaan dengan upah Rp12 juta sampai Rp20 juta perbulan," terangnya.

Ing sempat mewanti-wanti kepada anaknya supaya jangan tergiur oleh pekerjaan tersebut. Terlebih syarat kerja ke negara tersebut harus membayar Rp16 juta. Namun, anaknya kukuh dengan alasan ingin mencari pengalaman kerja di luar negeri. Kekhawatiran Ing beralasan lantaran anaknya yang hanya lulusan SMA tak punya pengalaman kerja atau keahlian tertentu.

"Pengalaman kerja anak saya cuma bantu kerja di toko busana dan tidak pernah bekerja di luar toko," tuturnya.

Penyiksaan

Selama berkomunikasi dengan anaknya, Ing mengungkapkan banyak penyiksaan yang dialami anaknya mulai dicambuk, disetrum, dipukuli hingga disuruh berlari memutari lapangan dengan membawa galon. Penyiksaan tersebut diperoleh anaknya ketika tidak mencapai target dari pekerjaan sebagai scammer.

"Akibat penyiksaan itu mata kanan anak saya sampai mengalami gangguan, saya minta tolong kepada pemerintah, khususnya Presiden untuk membantu memulangkannya," terangnya.

Korban TPPO berinisial A dari Semarang bukanlah korban tunggal. Ia bersama delapan korban lainnya saat ini sedang dalam pendampingan Jaringan Solidaritas Korban Kerja Paksa dan Perbudakan Modern Asia Tenggara.

"Kami sudah melaporkan ke berbagai instansi, baik ke Mabes Polri maupun ke Kementerian Luar Negeri, Komnas HAM, dan lembaga lainnya. Namun, sampai sekarang tidak ada respons," ucap Asisten Pengacara Publik LBH Semarang, Tuti Wijaya.

Tuti bertugas mendampingi keluarga korban A yang berada di Kota Semarang. Pihaknya mendesak kepada pemerintah untuk segera memulangkan A sebab di sana korban sudah mengalami beragam penyiksaan yang berakibat mata kanannya mengalami gangguan penglihatan dan mentalnya drop.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved