Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Bandung

Saksi Ahli Kasus Pmbunuhan Vina Cirebon : Status DPO Tidak Bisa Dihapus Begitu Saja

Ahli pidana dari Universitas Jaya Baya Jakarta, Prof Suhandi Cahya, menyatakan bahwa daftar pencarian orang (DPO) tidak bisa direvisi

Tangkapan layar di Twitter
Saksi kunci kasus Vina Cirebon, Liga Akbar Cahyana alias Gaga Awod mengaku dipaksa memberikan keterangan melihat Vina dan kekasihnya Eky dikejar hingga dilempari batu oleh geng motor, pada 27 Agustus 2016. 

TRIBUNJATENG.COM, BANDUNG - Ahli pidana dari Universitas Jaya Baya Jakarta, Prof Suhandi Cahya, menyatakan bahwa daftar pencarian orang (DPO) tidak bisa direvisi atau dianulir begitu saja.

Hal itu disampaikan Suhandi saat menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan Pegi Setiawan alias Perong di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).

Dalam kasus Vina Cirebon 2016, Polda Jabar sebelumnya menyatakan ada tiga DPO yakni Pegi, Andi dan Dani. Setelah menangkap Pegi, Polda Jabar merevisi bahwa dua DPO lainnya fiktif, berdasarkan keterangan para saksi.

Pada sidang tersebut, hakim tunggal Eman Sulaeman menanyakan kepada saksi soal perubahan status dua DPO dalam kasus tersebut. "Siapa yang berhak menetapkan DPO," tanya hakim.

"Penyidik," jawab Suhandi. "Siapa yang berhak menghapus DPO, ada tidak yang berhak menganulir atau merevisi," tanya hakim. "Oh, itu tidak bisa," jawab Suhandi.

Suhandi mengatakan bahwa status DPO bisa berubah jika orang yang dalam DPO tersebut sudah tertangkap atau meninggalkan dunia. "Tidak bisa (berubah), kalau tidak ada berita acara DPO ditangkap atau meninggal," kata Suhandi.

Hakim tunggal pra peradilan Eman Sulaeman kemudian menanyakan bagaimana jika terjadi kesalahan dalam penetapan DPO.

"Bagaimana apabila orang yang ditetapkan DPO bukan pelaku," tanya Hakim.

"Mesti gelar perkara, harus dilaporkan dalam gelar," kata ahli.

Suhandi pun mengatakan jika dua DPO dikatakan fiktif, maka patut diduga terjadi salah penilaian saat penetapan DPO.

Dalam persidangan, hakim tunggal Eman Sulaeman memulai dengan menanyakan apakah saksi ahli mengenal Pegi atau ada hubungan keluarga dengan tersangka. "Tidak, Yang Mulia," ujar Suhandi.

Eman Sulaeman kemudian menanyakan kepada saksi ahli apakah dalam menetapkan tersangka harus ada dua alat bukti. "Apakah dua alat bukti itu ditinjau dari segi kualitas atau kuantitas?" tanya Eman.

"Ya, harus dua-duanya, kualitas dan kuantitas, yang harus betul-betul yang punya konek dengan apa yang telah dilakukan oleh tersangka dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik," jawab Suhandi.

Suhandi menjelaskan, sebelum seseorang ditetapkan jadi tersangka, penyidik harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan dilakukan gelar perkara internal yang dapat dihadiri oleh pengacara calon tersangka.

Seseorang pun, kata dia, dapat langsung dijadikan tersangka jika tertangkap tangan sedang melakukan tindak pidana.
"Kalau dia tidak tertangkap tangan, harus ada laporan dari seseorang atau pengaduan yang memberikan alat bukti yang lengkap kepada penyidik," kata Suhandi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved