Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Ekonomi

Gelombang PHK Masih Berlanjut, Saat Produsen Mulai Berpikir Jadi Importir Produk China Saja

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terjadi. DKI Jakarta sebagai kota bisnis menjadi daerah dengan jumlah PHK paling besar

Editor: muslimah
Dok. Jobplanet
Ilustrasi PHK (Putus HUbungan Kerja) 

TRIBUNJATENG.OM, JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terjadi. DKI Jakarta sebagai kota bisnis menjadi daerah dengan jumlah PHK paling besar.

Berdasarkan Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan, pada periode Januari-Juni 2024 terdapat 32.064 orang tenaga kerja yang ter-PHK. Jumlah PHK itu naik 21,45 persen dari periode sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.

“Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 23,29 persen dari jumlah keseluruhan (atau mencapai 7.469 orang-Red),” mengutip laman tersebut, Kamis (1/8).

Provinsi terbesar lain yang jumlah PHK paling besar yakni Banten sebesar 6.135 orang, Jawa Barat mencapai 5.155 orang, 4.275 orang di Jateng, Sulawesi Tengah sebesar 1.812 orang, dan 1.527 orang di Bangka Belitung.

Baca juga: Jokowi Minta Maaf, Disebut Mencari Simpati hingga Diminta Memperbaiki di Sisa Waktu

Untuk diketahui, sejumlah industri padat karya, seperti tekstil, alas kaki, serta makanan dan minuman, paling banyak melaporkan kasus PHK. Di luar sektor padat karya, PHK juga menghampiri industri e-commerce, teknologi, media hingga startup.

Sejak awal 2024 PHK paling banyak dilakukan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Sebanyak 13.800 pekerja menjadi korban PHK di industri tersebut. Belasan ribu buruh tersebut berasal dari 10 pabrik di Jawa barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Beberapa waktu lalu, publik juga dikagetkan dengan keputusan PT Sepatu Bata Tbk yang menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, berujung PHK terhadap 200 orang pekerja.

Dari sektor teknologi juga muncul kabar dari emiten teknologi GOTO, atas PHK ratusan karyawan di Tokopedia dan Bytedance karena akuisisi dan merger.

Gelombang PHK juga tergambar dari laporan klaim pembayaran program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.

Dari Januari hingga April 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan 892.000 klaim JHT dengan nominal Rp 13,55 triliun.

Dua alasan pengajuan klaim JHT terbanyak adalah peserta mengundurkan diri dari pekerjaan dan mengalami PHK.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai, jumlah PHK yang meningkat itu menandakan lemahnya ekonomi domestik. Sebab, PHK merupakan lagging indicator atau indikator pendorong pelemahan ekonomi.

“Artinya kondisi riil ekonomi kita yang sesungguhnya lebih parah dari angka-angka PHK tersebut,” ujarnya, kepada Kontan, Kamis (1/8).

Jika melihat daerah di mana PHK terjadi, ia menyebut, bisa dipastikan kebanyakan adalah pekerja sektor manufaktur. Artinya, tren deindustrialisasi dini terus berlanjut.

Wijayanto memperhatikan, kebanyakan pengusaha saat ini terutama dari sektor manufaktur, bukan melakukan rekrutmen, tetapi justru melakukan efisiensi dan rasionalisasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved