Berita Semarang
Lima Sapi Mati Massal di Gunungpati Semarang, Positif Terinfeksi Penyakit SE
Petugas melakukan uji sampel kepada dua sapi milik peternak yang masih hidup. Hasilnya juga sama, dua sapi tersebut terjangkit SE
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dinas Pertanian (Dispertan) Kota Semarang mengungkap penyebab lima sapi mati massal di Gunungpati yang terjadi beberapa waktu lalu.
Lima sapi tersebut terinfeksi bakteri menular bernama septichaemia epizootica (SE), atau lebih dikenal sebagai penyakit ngorok.
Sub Koordinator Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dispertan Kota Semarang, Irene Natalia Siahaan memaparkan, lima sapi milik peternak di Cepoko, Kecamatan Gunungpati, positif terpapar SE.
"Lima sapi milik peternak di Cepoko Gunungpati yang mati kemarin, positif SE, negatif PMK dan negatif keracunan pakan," sebut Irene, Senin (19/8/2024).
Irene menejelaskan, penyebab kematian sapi tersebut diketahui dari hasil sampel yang dikirimkan ke Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Jogyakarta, yang diterima Dispertan akhir pekan lalu.
Petugas melakukan uji sampel kepada dua sapi milik peternak yang masih hidup. Hasilnya juga sama, dua sapi tersebut terjangkit SE.
"Yang masih hidup di kelompok ternak Rukun Makmur juga positif SE, langsung kami berikan pengobatan sapi yang sakit dan disinfektan bagi peternak," jelasnya.
Iren memaparkan, penyakit SE atau ngorok ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit itu disebut memungkinkan sapi atau kerbau mati secara mendadak.
"Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida dan dapat menimbulkan kematian mendadak pada hewan yang terinfeksi," terangnya.
Gejalanya, sebut Iren, antara lain demam tinggi, suhu tubuh hewan yang terinfeksi biasanya meningkat signifikan, pembengkakan terutama di daerah leher, dada, dan bawah rahang.
"Pembengkakan ini biasanya terasa panas dan nyeri saat disentuh," katanya.
Selain gejala tersebut, dia menyebut, ternak terinfeksi SE juga mengalami kesulitan bernapas dan bisa terdengar suara ngorok. Hewan juga terlihat depresi, lemas, lesu, dan kehilangan nafsu makan. Hewan keluar lendir yang kental dari hidung, yang sering kali disertai darah. Serta, terjadi kematian mendadak.
"Pada kasus yang parah, kematian dapat terjadi dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah gejala pertama muncul," katanya.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, menurutnya, sangat penting untuk menjaga kebersihan kandang, mengisolasi hewan yang terinfeksi, dan memberikan vaksinasi secara teratur.
Pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada peternak di Gunungpati dan Mijen untuk mencegah kejadian serupa.
Kota Semarang Terima Dana Transfer Pusat Rp1,8 Triliun untuk 2025, Ini Kata Wakil Wali Kota |
![]() |
---|
DPC INSA Semarang Tanam 1.500 Bibit Mangrove di Tambakrejo |
![]() |
---|
Cerita 2 Pemancing Semarang Bertahan di Tengah Badai, Pasrah Lihat Teman Terombang-ambing, 5 Tewas |
![]() |
---|
Segini Budget Wedding Mewah di Kota Semarang dalam Mahkota The Suri Tiara Wedding Fair 2025 |
![]() |
---|
Jabatan ASN Kota Semarang Dirombak, Wali Kota: Bolongan-bolongan yang Kemarin Ada, Sekarang Terisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.