Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Nasib S, Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap 3 Mahasiswi IAIN Kudus, Mundur Dari Pengadilan Agama

Heboh 7 mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus mengalami pelecehan seksual saat magang di Pengadilan Agama Kudus.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
Rezanda Akbar D.
Kantor Pengadilan Agama Kudus. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Dugaan kasus pelecehan seksual yang mencatut tiga mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus saat melakukan program magang pada Pengadilan Agama Kudus, dipelototi oleh banyak pihak.

Lantaran hal itu, pihak Pengadilan Agama Kudus mengklarifikasi dan menceritakan duduk perkara, terkait dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kerja Pengadilan Agama Kudus.

Hal itu diceritakan oleh Wakil Ketua Agama Kudus, Siti Alosh Farchaty yang menyatakan bahwa pihaknya telah menerima aduan adanya mahasiswi magang yang menjadi korban asusila.

Baca juga: Dugaan Kasus Pemerasan Terhadap Kasus Video Asusila Anak, Roberto: Bisa Lapor ke Propam

"Saya sudah mendapatkan laporan mahasiswi yang magang pada periode saat ini, kemudian dia juga menceritakan bahwa mahasiswi magang di periode sebelumnya juga mengalami pelecehan seksual oleh S," ujar Siti dikutip Tribunjateng, Selasa (20/8/2024).

"Pada Selasa (13/8) lalu, kami panggil dua mahasiswi untuk menjelaskan, dari situ kami langsung merespons cepat untuk menyelesaikan permasalahan," sambungnya.

Usai melakukan penelusuran, korban yang mengalami pelecehan seksual oleh oknum S seorang mediator non hakim berjumlah tiga orang. 

Tak lama kemudian, Pengadilan Agama Kudus membentuk tim untuk menelusuri laporan itu, Kamis (15/8/2024) lalu, pelaku sudah dipanggil oleh Pengadilan Agama Kudus untuk mengklarifikasi perbuatannya.

"Terlapor hadir pada Jumat (16/8) kemarin memberikan klarifikasi, kemudian secara lisan menyatakan mengundurkan diri sebagai mediator non hakim di PA Kudus," terang Siti.

Siti menegaskan bahwa terduga S, bukan bagian dari Pengadilan Agama Kudus.

Namun merupakan mediator non hakim yang menjadi mitra untuk menangani kasus pengadilan.

Terkait pemanggilan tiga mahasiswa yang menjadi korban, pihaknya juga menjelaskan bahwa hal itu sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan. 

Korban dimintai keterangan sebagai dasar pembuatan berita acara pemeriksaan yang akan dijadikan dasar laporan.

"Keterangan dari korban akan dituangkan ke BAP, dan mereka juga mengetahui isi suratnya, bukan dipaksa tanda tangan tanpa persetujuan," tegas Siti.

Selain itu, dalam menyelesaikan permasalahan PA Kudus juga berpijak pada regulasi dan undang-undang. 

Pihaknya juga mengecam tindakan terduga pelaku S yang tidak sesuai dengan norma dan kode etik mediator.

Saat ini, pihaknya masih melakukan pendalaman dan sudah berkoordinasi dengan pihak kampus untuk segera menyelesaikan permasalahan.

Ke depan, pihaknya akan meningkatkan monitoring dan evaluasi di lingkungan kerjanya supaya kejadian serupa tidak terulang lagi. 

Sebelumnya diberitakan, sejumlah mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus diduga menjadi korban pelecehan seksual, mirisnya mereka mengalami dugaan pelecehan pada saat menjalani masa magang di Pengadilan Agama Kudus Kelas IA. 

Munculnya kasus ini, dari postingan akun instagram @lawan_pencabulan dan website Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Usuludin IAIN Kudus.

Kasus ini pun langsung tersebar dan viral di media sosial.

Dari kesimpulan postingan itu, pelecehan seksual ini dilakukan oleh pegawai Pengadilan Agama berinisial S, terduga pelaku melakukan pelecehan pada saat pihak Pengadilan Agama Kudus melakukan mediasi kasus perceraian.

Kronologi

Tindakan asusila itu terjadi pada tanggal 23 Juli 2024 lalu, sebelum berlangsungnya mediasi, terduga pelaku melakukan peleceham saat di dalam ruang mediasi bersama mahasiswi magang yang sedang melakukan penyiapan berkas-berkas mediasi.

Kehadiran mahasiswa magang ini dimanfaatkan oleh S untuk melakukan pelecehan. 

Salah seorang korban yang enggan disebutkan namannya ini menyebut S berdalih bahwa ruang mediasi hanya boleh diakses oleh satu mahasiswa dan satu mediator.

"S awalnya berpura-pura ngajak diskusi teknik mediasi perceraian, kemudian tangannya melakukan hal-hal diluar batas," tuturnya Selasa (20/8/2024).

Usai S melakukan hal itu, korban kaget dan syok sehingga menghindar dan menjaga jarak tempat duduk di ruangan mediasi.

Namun oknum S tetap memaksa hingga melakukan tindakan pelecehan seksual, dari keterangan korban ruangan tersebut kedap suara.

Aksi tak senonoh tersebut sempat membuat korban mengalami traumatis.

Selama menjalani sisa masa magang, dia pun tak berani kembali ke ruang mediasi sendiri. 

Korban tidak berani menceritakan kejadian tersebut kepada teman magang.

Setelah kejadian tersebut, korban sempat meminta agar jadwal piket di ruang mediasi, setidaknya diisi dua mahasiswa magang.

Namun usulan itu ditolak pembina magang dan tidak mengizinkannya dengan sejumlah pertimbangan. 

Korban baru berani speak up kepada kelompoknya selang satu minggu kejadian. 

Di luar dugaan, pengakuannya tersebut diakui mahasiswi lain yang mengalami perlakuan yang sama oleh oknum S.

Perbuatan S diduga tidak hanya sekali, bahkan hingga tujuh mahasiswi yang menjadi korban.

Setelah masa magang berakhir, tujuh mahasiswi ini pun menceritakan kejadian tak senonoh yang dialami mereka kepada wakil ketua hakim PN setempat. 

Selang beberapa hari, tujuh mahasiswa magang itu diundang PA Kudus untuk menandatangi surat pernyataan tanpa diketahui isi suratnya.

Rektor IAIN Kudus, Abdurrahman Kasdi saat dikonfirmasi menyampaikan sudah mendengar desas-desus terkait informasi dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswanya. 

Pihaknya membenarkan bahwa terduga pelaku S merupakan tenaga kependidikan di lingkungan IAIN Kudus

"Terkait dengan aktivitas sebagai freelancer mediator non hakim, dilakukan di luar tugas resmi sebagai pegawai IAIN Kudus tanpa adanya surat tugas dari institusi," tuturnya.

Rektor mengaku sudah berkoordinasi Pengadilan Agama dalam upaya meluruskan permasalahan.

Baca juga: Bawaslu Temukan PPK di Semarang Langgar Etika, Diduga Lakukan Tindak Asusila Lewat Pesan WA

Sebagai tindak lanjutnya, pihaknya membentuk Mahkamah Etik untuk melakukan proses investigasi menyelesaikan permasalahan ini. 

Mahkamah Etik ini terdiri dari perwakilan Pimpinan, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) serta Tim Kerja Organisasi Kemahasiswaan dan Hukum. 

"Kami berkomitmen untuk mendukung korban dengan memberikan pendampingan psikologis dan hukum selama proses pengaduan berlangsung," sebutnya. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved