Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

Pemkot Semarang Upayakan Kesetaraan Hak Disabilitas Lewat Nobar Film Sundul Langit

Pemerintah Kota Semarang berupaya memberikan kesetaraan hak kepada para penyandang disabilitas melalui nonton bareng film berjudul Sundul Langit.

Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: rival al manaf
TRIBUN JATENG / EKA YULIANTI FAJLIN 
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menghadiri nonton bareng film berjudul Sundul Langit di Gedung Moch Ichsan, Balai Kota Semarang, Kamis (5/9/2024) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemerintah Kota Semarang berupaya memberikan kesetaraan hak kepada para penyandang disabilitas melalui nonton bareng film berjudul Sundul Langit di Gedung Moch Ichsan, Balai Kota Semarang, Kamis (5/9/2024). 

Film Sundul Langit ini disutradarai oleh penyandang tunanetra dan penulis naskah merupakan tuna rungu dengan pemain gabungan antara penyandang disabilitas dan nondisabilitas. 

Film ini bercerita tentang penyandang disabilitas tuli bersekolah di sekolah inklusi. Ia dibully oleh teman-temannya dan hampir merasa putus asa. Kemudian, simbahnya bercerita tentang kisah Nyai Brintik yang dibully saat masa kecilnya. Nyai Brintik pun kuat dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Penyandang disabilita tuli itu pun termotivasi dengan cerita Nyai Brintik hingga akhirnya dia bisa berprestasi dan menjadi juara karate. 

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu memaparkan, ini merupakan film pertama di Indonesia yang bisa dinikmati oleh kaum disabilitas. Ini merupakan upaya prmkot memberikan support bagi warga berkebutuhan khusus agar memiliki hak yang setara dengan masyarakat pada umumnya. 

"Kami memberi tempat bagi Himiks (Himpunan Masyarakat Inklusi Kota Semarang) untuk penutaran di balaikota. Ini jadi satu bukti bahwa anak-anak berkebutuhan khusus bisa melihat film," papar Ita, sapaannya. 

Film layar lebar ini adaptif bagi penyandang tuna netra maupun tuli. Sehingga mereka bisa menikmati film tersebut. Ita menyebut, ada alat bantu tertentu yang bisa membantu disabilitas menikmati film. 

"Misal, tuna netra ada audiovisual. Yang tuna rungu, sudah ada teksnya. Bagi kita sulit, tapi bagi mereka suatu hal yang menyenangkan," ujarnya. 

Ita berkomitmen terus meningkatkan kesetaraan hak serta meningkatkan sarana prasatana bagi penyandang disabilitas. Diantaranya, saat ini, Pemkot Semarang sedang merenovasi gedung aula balaikota dengan konsep ramah disabilitas. Gedung aula balai kota akan dibangun rata sehingga memudahkan disabilitas dalam berkegiatan. 

"Ini jadi upaya kita ramah tidak hanya lansia xan anak, tapi juga ramah disabilitas," ujarnya. 

Ke depan, Ita menginginkan adnaya perbaikan jalan pedestrian. Menurutnya, masih banyak jalan pedestrian yang jalur disabilitasnya bertabrakan dengan pohon. Di sisi lain, dia berharap, stakeholder di luar pemerintah juga turut memberikan sarana prasarana yang ramah disabilitas di lingkup masing-masing. 

"Ini harus peka, dinas terkait untuk menyesuaikan lagi," ucapnya. 

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang, Heroe Soekendar menambahkan, film ini diproduksi oleh Himiks dalam rangka memfasilitasi kaum disabilitas. Ke depan, pihaknya ingin mengembangkan program ini. 

"Ini yang kedua. Dulu, Dinas Arlus pernah, ke depan ada sesuatu lagi yang memfasilitasi kegiatan teman-teman disabilitas," katanya. 

Ketua Himpunan Masyarakat Inklusi Kota Semarang (Himiks), Basuki menyampaikan, saat ini ibu kota Jateng sudah semakin baik dalam hal penyetaraan hak bagi penyandang disabilitas. 

"Hari ini trotoar ada, dulu saya nabrak bahkan ditabrak. Dulu naik bus susah, sekarang alhamdulillah sudah ada BRT. Semarang sekarang jauh lebih baik. 2009 menginisiasi inklusi, alhamdulillah sekarang banyak yang mau nerima," ungkapnya. 

Namun, diakuinya, gedung bioskop hingga saat ini dinilai masih belum ramah disabilitas. Pemutaran film di bioskop masih belum bisa dinikmati oleh kalangan difabel. Oleh karena itu, Himiks menginisasi untuk memberikan film yang bisa adaptif terhadap tuna netra dan tuli. 

"Sampai hari ini yang paling diskriminatif itu gedung bioskop. Tuna netra hanya bisa dengar saja saat di bioskop. Bagaimana caranya agar film bisa inklusi. Alhamdulillah beberapa waktu lalu, kami coba memberikan narasi. Ini sebuah inisiasi dari penyandang disabilitas," terangnya. (eyf) 
 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved